Setelah berbulan lamanya sepasang manusia itu menunggu keberangkatan nya menuju Baitullah, hari ini mereka telah siap untuk melewati perjalanan menuju negara kelahiran junjungannya itu.
Setelah berpamitan kepada kedua orang tua dan mertuanya, mereka kini menunggu pesawat yang akan di tumpangi nya.
Gugup selalu saja tergambar dalam wajah Putri, ini adalah kali pertama nya datang ke sana.
Gus Ridho memegang tangan istrinya yang bersuhu dingin itu.
"Santai Ning." Tenang Gus Ridho pada istrinya itu.
Putri menghembuskan nafasnya lalu menariknya kembali untuk menenangkan dirinya.
Setelah beberapa menit berlalu panggilan nya untuk memasuki pesawat telah di informasikan. Dengan derai air mata Putri di bimbing oleh Gus Ridho untuk memasuki pesawat. Biar saja saat ini orang orang mentertawakan Putri karena bisa-bisa nya menangis, tapi tetap saja menurut Putri ini terlalu emosional.
Putri mencoba menghapus air mata nya dan duduk menatap puluhan pesawat yang sedang terparkir di luar pesawat.
Dia berharap setiap langkah yang di jalaninya hari ini mendapat keridhoan dari sang Maha Pencipta.
Hari itu bertepatan tanggal 8 Dzulhijjah, hari keberangkatan mereka meninggalkan tanah air tercinta.
Berharap kembali dengan keadaan selamat menginjakkan kaki di belahan dunia mereka di lahirkan.
Setelah beberapa lama akhirnya pemberitahuan dari sang awak kabin mulai terdengar.
Dan beberapa menit kemudian pesawat tidak lagi menginjak bumi, suasana hening tergambar dalam pesawat itu hanya suara bising yang terdengar dari mesin pesawat yang memenuhi nya.
Perjalanan yang di lalui oleh sekelompok manusia itu berakhir setelah beberapa jam melewati awan dan langit biru.
Langsung saja pasutri itu turun dan menaiki bus yang akan mengantar mereka ke hotel yang telah di sediakan oleh jasa haji yang mereka sewa.
Setelah sampai di hotel yang akan mereka tempati selama satu bulan, mereka beristirahat sejenak untuk menjaga kestabilan tubuh sebelum esok hari mereka harus hadir di Padang Arafah sebagai salah satu rukun haji.
Gus Ridho yang menatap wajah lelah istrinya itu hanya bisa tersenyum.
"Ning mau makan, biar saya yang ambil ke cafe hotel?" Tanya Gus Ridho inisiatif membantu Putri.
"Boleh Gus, makasih." Ujar Putri yang mendapat anggukan dari Gus Ridho yang segera menuju lantai satu hotel bertingkat itu.
Di sana ia mulai memesan beberapa cemilan dan bakso yang memang di sediakan khusus untuk jamaah haji dari Indonesia, berhubung hotel yang di diami oleh Gus Ridho dan Putri saat ini adalah milik salah orang Indonesia oleh karena itu mereka menyediakan berbagai lauk asal Indonesia.
Dengan cekatan Gus Ridho membawa dua mangkuk bakso menuju kamarnya yang terletak di lantai sepuluh hotel itu.
Gus Ridho di sambut senyuman bahagia oleh istrinya saat baru saja menginjakan kaki di kamarnya.
Ia menaruh bakso itu dengan rapi di atas meja makan yang memang di sediakan di hotel itu.
"Wah ada bakso, gimana ya rasa bakso di luar negri." Ujar Putri mengambil semangkuk dan ingin melahap nya.
Melihat itu Gus Ridho menahan tangan istrinya itu. "Baca doa dulu Ning nanti makannya sama setan mau." Ujar Gus Ridho yang mendapat anggukan dari Putri.
"Iya maaf Gus." Ujar Putri mulai menadahkan tangannya berdoa.
"Udah Gus." Ujar Putri setelah menyelesaikan aktivitas nya.
"Mmm pinter." Ujar Gus Ridho melepaskan cekalan tangan nya dari Putri.
"Enak banget Gus, beli dimana?" Tanya Putri.
"Di cafe hotel Ning, memang dari dulu hotel ini nyediain bakso sama lauk Indonesia lain di hotel nya, makanya saya sering nginep di hotel ini setiap kali saya ada urusan di Arab." Jelas Gus Ridho yang mendapat anggukan kepala dari Putri.
"Gus sering ya ke Arab?" Tanya Putri.
"Dulu sih sering karena saya banyak di kasih tugas ke sini waktu kuliah." Jawab Gus Ridho sibuk memotong baksonya.
"Oouh begitu." Maklum Putri.
"Habis ini kita ngapain Gus, Haji masih di mulai besok kita ngapain ya?" Ujar Putri berharap suaminya itu memberikan ide cemerlang.
"Istirahat dulu aja Ning, saya yakin Ning nya capek kan abis naik pesawat hampir setengah hari." Ujar Gus Ridho merapikan mangkuk baksonya.
"Kita jalan-jalan sedikit Gus, saya sumpek di sini." Jelas Putri.
"Yakin Ning mau jalan-jalan, di sini panas loh, suhunya melebihi suhu panas Jogja." Ujar Gus Ridho.
"Yakin Gus." Ujar Putri menghilang kan opini buruk Gus Ridho tentang berjalan di Arab.
Benar saja sepasang manusia itu berjalan berkeliling sekitar hotel, belum lama mereka berkeliling Putri sudah kewalahan dan meminta banyak air yang di bawa oleh Gus Ridho.
"Gus balik aja Gus, saya nggak tahan. Panas." Rengek Putri yang mendapat anggukan kepala dari Gus Ridho yang di sertai dengan tawa melihat istrinya itu merengek.
"Jangan ketawa Gus." Ujar Putri menepuk lengan suaminya itu.
"Kamu gemes Ning makanya saya ketawa." Ujar Gus Ridho mencubit sedikit pipi istrinya itu.
"Dan jangan Gombal, saya nggak mau di gombalin." Pekik Putri mencoba mengipasi wajahnya yang terasa terbakar.
"Iya Ning Putri Nayra Aisyah." Ujar Gus Ridho tersenyum.
"Kenapa bisa sepanas ini ya Gus?" Putri bertanya dengan raut wajah penasaran.
"Arab kan padang pasir Ning, ya jelas panas nggak ada tumbuhan di sekitar nya, jadi nggak ada yang bisa ngasih oksigen lebih, ya begitu lah makanya panas." Jelas Gus Ridho menghembuskan nafasnya Gusar.
"Iya juga ya, padahal itu pelajaran sekolah jeles banget ya bandelnya saya Gus." Ujar Putri sambil tertawa.
"Kalo Ning nya nggak bandel, mungkin hari ini saya nggak akan ketemu sama Ning nya dalam pernikahan. Mungkin Ning hari ini masih sibuk kuliah, bukan jadi istri saya. Makanya jangan nyesal sama yang terjadi." Ujar Gus Ridho.
"Iya deh Gus batu es, kapan mencair nya ya perasaan saya nggak ada manasin." Ujar Putri.
"Batu esnya mencair gara ngelihat matahari tiap hari, tiap waktu, makanya hari ini mencair nggak beku lagi." Ujar Gus Ridho.
"Siapa ya mataharinya?" Ujar Putri.
"Siapa lagi kalo bukan istri ketiga saya Putri Nayra Aisyah." Ujar Gus Ridho percaya diri.
"Oh ternyata madu saya ya, saya kira anak gadis tetangga." Ujar Putri tertawa.
Gus Ridho hanya bisa senyum terpaksa.
"Nggak dong Ning, mana bisa saya lihat anak gadis tetangga sedangkan pagarnya aja tinggi, masak saya harus manjat buat liat tetangga." Hembusan nafas kasar Gus Ridho.
"Hahaha becanda Gus." Ujar Putri tertawa garing.
Udah naik haji aja, nggak papa aku doain nanti kalian naik haji juga, sholawat dulu biar nabi Muhammad SAW juga ngedoain kita buat naik haji. Ada satu hal yang bikin aku geram sama manusia zaman sekarang yang mana kalo dia udah naik haji kenapa panggilan orang akan berubah misalkan si ibu a sudah pernah naik haji pasti tetangga atau orang terdekatnya akan memberi panggilan buk haji ya kan. Padahal kalo di hitung-hitung orang naik haji itu untuk memenuhi panggilan dan di beri kesempatan, bukan untuk mendapat gelar. Besar kemungkinan si ibu a akan merasa bangga di beri nama buk haji. Sekian Fikiran Penulis.
SPAM LIKE ❤❤❤❤❤
#PILIHANTERBAIK
Ig author : @amel_lia4894
@lemailevTanah Datar, 7 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRET PURI [END]
Teen FictionItu sebabnya takdir adalah yang terbaik, manusia mana yang bisa melawan takdir. Di atas bumi ini segala sesuatu terjadi atas izin Allah kita manusia hanya mengikuti perintah Allah. Begitu juga dengan kisah dua manusia yang harus menjalani takdirnya...