..
Semua Orang menatapnya tajam. Oh tentu itu bukan hal baru baginya. Jadi tidak ada efek menyeramkan atau sebagainya.
Yvine sudah siap dengan seragamnya. Berjalan dan duduk di tempat yang sejak awal di tujukan oleh Nova.
"Cia."
Timothy memanggilnya. Menatapnya jauh dari sana. "Duduk di sini."
Gurat wajah Nova ingin memberontak saat Timothy menunjuk kursinya untuk di duduki Yvine.
Tapi melihat bagaimana wajah Timothy menunjukkan keseriusan, tentu Nova tak dapat membantah.
Yvine pun, dengan mudah menuruti perintah Timothy. Hak apa yang di berikan Pria itu cukup membuat Nova lebih membencinya, dan akan mempermudah jalannya keluar dari sini.
Chester duduk, melihat Yvine yang duduk di sampingnya itu, Dia tak protes atau menunjukkan pertanyaan padanya, berarti mereka sudah setuju akan hal ini.
Cukup sedikit waktu bagi mereka menghabiskan menu sarapan, Timothy berdiri setelah Chester mengambil jas di punggung kursi.
"Ayo." Timothy menjulurkan tangannya pada Yvine.
Yang di sambut bingung oleh si kecil itu. Perlakuan itu tidak hanya membuat Yvine terkejut. Para anggota keluarga lainnya pun sama terkejutnya. Terkecuali Chester yang mengangguk dan tak berselang lama pergi meninggalkan mereka.
Timothy mendapatkan waktu lama untuk Yvine sadarpun melihat jam di pergelangan tangannya.
"Ayo ... udah siang." Ujarnya.
..
Cukup mengesalkan ketika itensitasmu terlalu di perhatikan.
Seperti sekarang. Dia yang tengah berjalan di belakang Timothy, dengan asistennya di belakang Yvine.
Pandangan dari banyaknya murid menengah bawah sampai ke atas itu, bersatu seolah tengah menelanjanginya, penasaran atau perduli siapa kira-kira siswa kecil yang bisa masuk ke dalam sekolah elit ini.
Tentu saja ada banyaknya pertanyaan di benak mereka, salah satunya. Mengapa di tahun pelajaran akhir ini, ada siswa pindahan? Bukankah itu aneh?
"Masuk ke sini Yvine."
Asif, Asisten Timothy menuntunnya masuk ke dalam ruangan. Terlihat nyaman dan longgar.
Sambutan yang berlebihan terpampang menjijikan di depan matanya. Seperti penjilat. Pria tua itu memasang wajah menjijikannnya di depan Timothy.
Yvine berdiri di sana. Enggan mendekat dan diam tak mau berucap.
Hingga Timothy meliriknya, dan menghela nafas.
"Percepat saja, antar, Anak Saya ke kelasnya."
Maka, adegan itu dengan segera selesai, membuat si Kepala Sekolah itu, mendekat dan menuntunnya untuk berjalan ke tujuannya.
"Nak, berapa umurmu?"
Tanya beliau. Untuk apa Dia menjawab? Pikiran itu terus mengambang di kepalanya.
Meskipun mau tak mau Yvine menjawabnya.
"11."
Handoko. Nama Kepala Sekolah itu, yang kini masih memasang tampang ramah itu padanya.
Cukup membantu Yvine, jika mereka melihatnya di antar oleh Kepala Sekolah langsung. Kemungkinan mereka tak akan mengganggunya.
Unless, mereka yang mungkin jengah untuk hidup damai di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pray For Glory
Random'I've been woken up, for many times ... Breaking of the first silent, in that time.' -english isn't my first language, I apologize if i typed it wrong later on. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. Bijak dalam mencari buku yang akan...