12.

920 106 25
                                    


♡ Terjemahan ada di pin paragraf.




..


Nova duduk bersama Timothy di sampingnya. Sejujurnya meskipun Timothy terganggu, Dia malas untuk menegur perempuan itu.

Apa lagi Anak keduanya entah hilang ke mana. Semenjak kemarin, Dia tidak telihat, padahal biasanya Anak itu tak pernah terlambat pulang.

Nova juga mungkin memikirkan hal yang sama.

Sean meliriknya dengan tak peduli.

"What are they doin here?" Tanya Sean pada Lucius.

Lucius sendiri tak meliriknya, namun menjawab dengan pelan.

"Just mind your own Sean."

Heran Lucius, Sean itu Anak dari mereka. Namun seolah-olah Dia Anak dari Ayahnya karna seringnya bersama dan bahkan tak mau berbaur dengan para Kakak-kakaknya.

"Come get some." Bisik Sean.

Lucius mendesah keras. Dia berdiri dan menjauhi Sean meskipun Anak itu menyuruhnya mendekat.

Dia bergerak menjauh dan pergi ke kamar rawat Yvine yang berisi Chester di sana.

"Hei- I mean. You do, not scared at your Mom or even your Dad." Ujar Lucius sembari berjalan.

Sean menyamai langkah kakinya. Berjalan perlahan dan mendengarkan cuitan Lucius.

"Lah? Ngapain?"

"Lo tau maksud gue ya." Lucius berujar dengan jengah.

Lucius membuka pintu dengan pelan. Terdapat satu Dokter di dalamnya, bersama 1 perawat juga di sampingnya.

"Sekiranya butuh waktu lama, untuk Adik Cia untuk kembali berjalan normal."

"Atau mungkin beberapa tahun jika tidak di tangani dengan benar."

Lucius tentu menatap wajah murung dan sedih Yvine. Anak itu sepertinya amat gelisah.

"Sulit bagi kami mendeteksi, karna seolah bengkaknya tidak di dapatkan akibat terkilir- seperti sengaja di patahkan." Ujar sang Dokter, matanya menatap kaki Yvine dengan kasihan.

Yvine hanya menunduk, menatap jemarinya yang saling bertaut dengan kosong.

"Tulangnya pun tidak hanya tergeser, tapi patah, ... sekiranya, hanya itu kurang lebih. Jika ada hal yang kami lewatkan, Saya akan sampaikan kembali dengan lebih jelas."

Lalu mereka pergi, berlalu meninggalkan ruangan yang terasa berat.

Chester tak angkat bicara sedari awal. Membiarkan Yvine merenung dalam diam.

"Gimana?"

Yvine menggigit bibir bawahnya. Tapi bahkan sejujurnya Dia tak ingin membalas ujaran Chester.

Jadi Dia segera berbaring dan menutup mata meski tak tidur.

"Gimana bisa Kamu patahin kaki Kamu sendiri."

Yvine tetap diam. Orang gila mana yang akan mematahkan kakinya sendiri. Yvine tidak termasuk jika saja ada.

"Hah- tidak berguna. Ku pikir Kamu akan berbeda dari yang lain." Kata Chester merendahkan.

Tatapannya yang tertuju tepat di matanya setelah Yvine membuka mata tak jua membuatnya merasa buruk atau terhina.

Dia tidak pernah mengklaim bahwa dirinya beda dengan yang lain, sama sekali tak pernah.

Pray For GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang