20.

401 53 4
                                    


..

Yvine tengah menghabiskan waktunya memandangi matahari yang tengah terbit dengan malu-malu.

Suara air conditioner itu, membuatnya yang tengah sendirian merasa cukup tenang.

Julian dan Dia tengah pergi, cukup lama dari biasanya. Hingga Yvine mulai berjaga-jaga. Adakah hal yang lebih menakutkan setelah ini?

Apa yang harus ia katakan untuk menghentikan kesengsaraan ini?

Apa yang harus ia lakukan agar mereka mengerti, ini bukanlah yang ia inginkan.

Harus berapa lama lagi dia menunggu untuk di sakiti. Akankah ia di kasihani? Bahkan itu terdengar sangat mustahil.

Tak ada kata kembali, bahkan jika ia mati, akankah dia di hidupkan lagi?

bisakah ia hanya mati saja? Tak perlu ke neraka atau ke surga. Dia akan berada di tengah keduanya.

Berikan saja itu, dia tak perlu yang lain.

"Cia."

Akibat suara itu, Yvine terkejut dan hampir saja menjatuhkan gelas yang ada di genggamannya.

Nafasnya tak teratur. Di belakang sana, Julian yang melihatnya mendekat dan memperhatikannya dengan seksama.

"Lagi apa?"

Yvine ketakutan setengah mati saat Dia membawa kotak besar di belakangnya, di seret dengan troli yang terlihat cukup berat.

"Kamu bosen?"

Yvine kesusahan menelan salivanya. Maka saat Dia mendekat, yang hanya bisa ia lakukan menatapnya dengan gugup.

Menerka-nerka, apa yang akan dia lakukan lagi padanya. Usapan halus di rasakan pada bahunya, Julian menunduk dan menaruh dagu pada bahunya.

Berbisik. "Mau jalan-jalan?"

Yvine terbelalak, apa mereka bercanda? apakah mereka serius? Tapi meski begitu, dengan ragu ia menatap Julian. Dan bertanya.

"Boleh?"

Julian tersenyum. "Boleh."

Di ajaknya berdiri Yvine, memang kakinya sudah lebih dari kata baik, cukup baginya untuk mengelilingi rumah lebih dari 10 kali.

Julian menggandeng Yvine pergi keluar rumah, sungguh, Yvine terus bertanya-tanya. Ada apa dengan mereka? Apakah ini sungguhan? atau sekedar tipuan belaka?

Melepas rantai yang berada di kakinya, Yvine menelan salivanya gugup. Akankah ia menyentuh sinar matahari dengan nyata?

Tanpa di halangi kaca?

Nyatakah ini?

Yvine sudah tak sabar lagi, dia amat bergembira, sedikit lagi ia keluar dari rumah. hingga saat ia tiba di halaman rumah, dia benar-benar di lepaskan.

"Yvine."

Dia memanggil, dan entah bagaimana, suasana hatinya menjadi tidak nyaman, ada apa dengannya.

Dia berdiri dengan menyentuh kain, yang menutupi kotak besar, mengapa mereka membawanya keluar?

Kotak apa itu?

Menariknya dengan cepat, Yvine terkejut dan melangkah mundur tanpa di sadari, sebentar. Yvine kehilangan kata-kata.

Untuk apa hewan itu? Untuk apa?

Nafasnya kini memburu, panik dan ketakutan.

Dia memiringkan kepalanya, bersama Julian yang memasukkan tangan pada saku celananya.

"Ka-kak?"

Julian mengangkat alisnya lalu mengangguk. Membiarkan Dia membuka kunci pada kotak tersebut.

Firasat Yvine sudah tak baik, apakah ia akan di buru? akankah dia akan di habisi hari ini.

Suara gonggongan itu makin membuatnya panik, keringat dingin mulai membasahi, dan dengan kesulitan yang di alaminya. Yvine mulai melarikan diri dari mereka.

Anjing-anjing liar itu mulai mengejarnya satu persatu. Sial.

Tubuhnya terdorong akibat salah satu dari mereka dapat menerjangnya dari belakang.

Yvine yang berusaha berbalik, memukuli anjing itu dengan sekuat tenaga.

Tentu saja kekuatan anjing pemburu tak bisa di remehkan, jeritan membuat Julian dan Dia mulai berjalan mendekati jeep mereka.

Menaikinya dan menyusul ke arah mana Yvine berlari bersama para anjing yang mengincarnya.

Mereka tahu, Yvine tak akan mati dengan semudah itu, anak itu selalu berusaha untuk hidup apapun caranya.

Yvine menahan anjing dengan lengannya, darah mulai menetes dan beberapa dari mereka mulai mendekat ke arahnya.

Satu tangannya terangkat dan kembali berusaha memukuli mereka. Setiap inci tubuhnya berdarah, tertanam luka lebar yang terbuka.

Hingga ia menyadari bahwa dia bahkan tak bisa melakukan ini untuk lebih lama lagi, suara peluru membuatnya memejam ketakutan.

Anjing itu ambruk di atas tubuhnya, sedangkan yang lain melangkah mundur. Suara deru mobil makin dekat.

Dia tak bisa membayangkan siapa lagi kecuali mereka berdua. Untuk alasan apa semua ini?

Haruskah ia di siksa seperti ini? sampai sesekarat ini? Apa untungnya bagi mereka?

Apakah semenyenangkan itu. Yvine sudah tidak bertenaga, darah keluar banyak dari tubuhnya. Berapa lama lagi ia akan mati?

"Cia."

Tak menghiraukan mereka, Yvine memejamkan mata akibat sudah tak memiliki kekuatan lagi untuk sekedar menjawab mereka.

Tangannya meraih dedaunan, berbalik dengan lemah merangkak untuk menjauhi mereka.

membiarkan darah menjadi jalan untuknya, para anjing itu kembali menggonggong, mungkin mereka sebentar lagi akan kembali menyerangnya.

Matanya sudah tak sejelas tadi, kelopak matanya sudah cukup berat untuk di tahan. Yvine terjatuh kembali, tak pernah sekalipun ia membiarkan tubuhnya hanya tergeletak.

"Sebentar lagi, sebentar lagi aku akan keluar dari sini."

Apakah hayalannya akan menjadi kenyataan? atau pupus sampai di sini saja. Mereka berdua kembali mengamatinya dengan seksama. Apa yang akan di lakukan anak kecil itu.

Menyedihkan.

Dia melompat dari jeep. berjalan mendekat ke arah Yvine yang masih merangkak, mencoba melepaskan ikatan dari keobsesian mereka.

Dia berdiri di samping Yvine, berjongkok dan menyingkirkan senapannya.

"Mau kemana?"

Yvine menggigit bibir bawahnya keras, cukup baginya tersiksa, mau sampai kapan dia di perlakukan seperti ini.

Tangannya meraih dagu Yvine dengan kasar. "Mau kemana?"

Yvine membuka mulutnya. menatapnya dengan memohon.

"Ka ___Yvine mohon, lepasin. udahin semua ini."

Dia mengangkat alis. "Kenapa?"

Yvine kehilangan kata-kata. Matanya tak bisa fokus, dia terus kehilangan segala ucapannya saag berhadapan mereka.

"Aku mohon kak ____aku mohon Ka Sean, ____aku nyerah."




..





..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pray For GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang