17. The Only Way

6.3K 613 13
                                    

Kekhawatiran Azazel jadi kenyataan, seorang laki - laki dengan tubuh yang kotor karena tanah masuk ke wilayah desa sembari menggendong mayat temannya yang kepalanya hampir putus. wajah laki- laki tersebut pucat dan ada kehororan di mata laki - laki itu.

"Miguel? apa yang terjadi?" Seorang warga desa menghampiri laki-laki tersebut dan matanya melebar horor ketika melihat orang yang laki-laki itu bopong kepalanya hampir terputus.

“A-apa yang terjadi dengan Thomas? Kenapa dia seperti itu?!" Teriakan salah satu warga desa itu membuat warga lain penasaran dan mengelilingi Miguel.

“Astaga Miguel apa yang terjadi dengan Thomas? Ayah Thomas berkeliling mencari putranya sejak tadi.”

“Miguel kenapa diam saja ayo jawab."

"Apa ada yang tahu di mana Ayah Thomas? Ayahnya harus tahu soal keadaan putranya."

Miguel yang sejak tadi berusaha menahan tangisnya, berusaha tidak berteriak dan menangis ketakutan demi bisa membawa pulang mayat temannya tanpa ketahuan oleh monster yang membunuh temannya itu akhirnya berakhir juga.

Miguel menangis sekencang-kencangnya di kerumunan para warga desa itu.

"Thomas diserang oleh monster yang ada di rumah tua itu, kami pikir itu hanya rumor karna wanita itu tinggal baik-baik saja sendirian di sana. Tapi saat mengantar air dengan Thomas, aku menyuruh Thomas lebih dulu pergi sementara aku pergi memanjat pohon untuk mengambil buah matang untuk keberikan ke wanita itu sebagai salam perkenalan. Tapi di balik pohon aku melihat Thomas menangis dan berteriak minta tolong, wanita itu.. wanita yang tinggal di tempat terkutuk itu memelihara monster itu. Monster itu tinggi berkulit pucat dan rambut hitam sebahu, matanya semerah darah dan laki-laki itu berubah menjadi serigala kemudian mencabik cabul Thomas hingga tewas.”

Terang Miguel sembari menangis ketakutan, kengerian masih terasa di benaknya lantaran mengingat bagaimana ia berusaha untuk tidak berteriak bahkan Miguel menahan nafasnya saat di balik pohon ia melihat Thomas dicabik cabik oleh monster tersebut.

“Kau tidak sedang berbohong 'kan Miguel?"

Miguel menggelengkan kepalanya, “Bagaimana mungkin aku berbohong? lihat jasad Thomas, apa jasadnya terlihat seperti tewas karna jatuh atau karna diserang manusia biasa?"

para warga memperhatikan jasad Thomas yang terlihat begitu mengerikan, wajahnya hancur tercabik sesuatu yang jelas pasti sangat tajam, kepalanya hampir ter lepas dari lehernya.

“Kalau yang Miguel katakan itu benar, maka kita semua dalam bahaya. Mungkin hari ini Thomas yang menjadi korban tapi esok hari bisa saja anak-anak kita yang akan jadi korban berikutnya."

"Lalu kita harus apa?"

“Bunuh monster itu sebelum monster itu membunuh kita. kumpulkan semua senapan dan senjata lainnya, kalau ingin tetap hidup kita harus melawan. Juga hubungi pihak berwajib agar mereka mengirimkan bantuan untuk kita."

***

"Kenapa kau mengusir Pak tua itu Azazel? dia butuh bantuan kita" Sierra kebingungan dengan tindakan Azazel yang tiba-tiba membawanya pergi masuk ke dalam hutan malam-malam seperti ini.

“Aku tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya tapi saat ini nyawa mu berada dalam bahaya.”

"Dalam bahaya apa yang kau maksud Azazel?"  Sierra enggan untuk pergi, ia menghentikan langkahnya membuat Azazel berdecak kesal pada Sierra.

“Kenapa dalam setiap kehidupan kau selalu saja keras kepala Sierra? Persetan dengan pak tua itu, kenapa kau selalu murah hati pada orang lain namun kejam kepada ku? aku tidak bisa melihat para manusia itu merenggut mu lagi secara mengenaskan dari ku dan membiarkan mu menghabiskan waktu selama 300 tahun di neraka untuk bisa terlahir kembali hanya untuk mengulangi tragedi yang sama jutaan kali"

Kening Sierra berkerut, masih tidak paham dengan alasan Azazel. “Apa sangkut pautnya pak tua itu dengan kehidupan di masa lalu kita? aku paham aku mati berkali - kali di tangan warga di kehidupan klu dahulu aku sudah mengingatnya sejak kita menyaru sepenuhnya. Tapi warga di sini baik kepada klu, mereka sering membantu ku"

“Saat kau hidup sebagai biarawati pun mereka baik padamu, tapi setelah kau jatuh cinta padaku mereka menganggap mu penzina dan membakar mu hidup-hidup." Azazel frustasi sekali menghadapi Sierra, kenapa Sierra selalu saja murah hati dan tidak pernah bisa membenci manusia sedangkan Sierra bisa dengan mudahnya benci dengan Azazel jika Azazel melakukan kesalahan.

Azazel menyentuh bahu Sierra, “Waktu yang kau miliki hanya tinggal dua hari. Kalau aku tidak membawamu pergi dari sini sejauh mungkin bahkan sebelum dua hari kau pasti sudah akan mati di tangan mereka, tolong jangan membuat ini semakin sulit Sierra. Aku tidak ingin melihatmu mati mengenaskan di depan ku lagi.”

Mata Sierra melebar, ia terkejut dengan apa yang Azazel katakan. 2 hari?

"Waktu yang ku miliki hanya 2 hari lagi? Apa aku benar-benar akan mati lagi kali ini?” tanya Sierra dengan suara bergetar, “Apa kau tidak bisa menghentikannya? Aku tidak ingin kita berpisah secepat ini, kita bahkan belum lama ini bersama, ingatan ku soal dirimu saja belum lama ini kembali. Aku tidak ingin pergi.”

Azazel terenyuh, Azazel menarik Sierra ke dalam pelukannya. “Aku pun tidak ingin kau pergi lagi, aku tidak mau menghabiskan waktu selama tiga ratus tahun sendirian menunggu mu lagi, aku tidak mau kau melewati 300 tahun mu tersiksa di neraka lagi hanya untuk kembali lahir dengan takdir yang sama.”

"Apa kau tahu cara untuk menghentikan kutukan ini?” tanya Sierra dengan suara yang teredam karna Azazel memeluknya cukup erat.

“Aku tahu caranya, maka dari itu ku tolong jangan bertanya, jangan membantah ku kali ini saja, tolong ikuti perkataan ku agar aku bisa melihatmu melewati usia 25 tahun mu ini.”

Sierra menganggukkan kepalanya memilih untuk menuruti perkataan Azazel. Azazel melepaskan pelukan mereka dan menggandeng tangan Sierra untuk masuk lebih dalam ke hutan, tempat yang ditakuti dan enggan warga desa setempat untuk masuki.

***

Sierra tertidur bersandar pada bahu Azazel, waktu hampir pagi, matahari hampir terbit. Di saat Sierra terlelap, Azazel termenung memandang langit sembari memikirkan keputusannya.

Azazel tidak bisa ragu-ragu lagi, semakin ia ragu-ragu semakin ia membahayakan nyawa Sierra dan mereka harus mengulang semuanya dari awal lagi.

“Kini aku mengerti kenapa kau mengirimnya ke sisi ku, kau mencoba memberiku hukuman sekaligus jalan keluar untuk ku tapi aku selama ini tutup mata, berpura-pura tidak tahu meski sebenarnya jawabannya ada di depan mata ku sendiri.” ujar Azazel pada langit, ia bukan bicara pada Sierra, Ayahnya, Ibunya atau pun penghuni hutan ini, melainkan pada sang pencipta yang memberikan Azazel kutukan ini.

“Kini aku tidak akan pura-pura tidak mengerti lagi, aku akan mengakhiri ini semua agar Sierra tidak perlu terlibat dan mendapatkan hukuman yang bahkan bukan salahnya.”

Azazel menoleh ke arah Sierra yang masih terlelap dalam tidurnya, Azazel mengusap pipi Sierra dan mengecup puncak kepala Sierra seraya air mata Azazel jatuh membasahi pipinya.

“Aku berjanji ini akan jadi yang terakhir, kau tidak akan perlu mati mengenaskan lagi, kau tidak akan perlu menghabiskan 300 tahun di neraka lagi, kau tidak perlu jatuh cinta pada makhluk terkutuk seperti ku lagi, kau akan punya kehidupan mu sendiri, kau akan berumur panjang hingga rambut mu memutih, bertemu laki-laki yang bisa membahagiakan mu dan memberikan mu keluarga lagi, meski itu bukan aku, dan meski aku tidak akan bisa melihatnya aku berharap kau bisa mendapatkan kehidupan yang pantas kau dapatkan selama ini.”

Wildest Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang