11. Answer

13.5K 1.1K 55
                                    

Sierra selalu ingin bertemu dengan Azazel, namun saat sekarang Azazel ada di hadapannya Sierra seolah membeku tak tahu harus bereaksi seperti apa selain terpana.

Terpana akan rupa Azazel yang tidak seperti manusia pada umumnya, mungkin manusia biasa merasa selebriti di televisi dan sosial media terlihat seperti bukan manusia, terlihat terlalu sempurna untuk dikatakan sebagai manusia dan rupa Azazel lebih dari mereka yang disebut-sebut berwajah malaikat.

“Aku bisa membaca pikiranmu, malaikat tidak indah. Indah hanya ada dalam pikiran manusia untuk menggambarkan sesuatu yang mereka inginkan. Rupa malaikat tidak pernah seperti yang manusia kira.” Azazel tiba-tiba saja bicara, suaranya yang berat membuat bulu kuduk Sierra meremang.

Pantas saja setiap kali ia bereinkarnasi ia selalu jatuh cinta kepada sosok Azazel. Sekarang saja jantung Sierra sudah berdebar kencang hanya karna mendengar suara beratnya.

“Kau kelihatan gugup, mau ke luar untuk mencari udara segar?” Azazel mengulurkan tangannya untuk Sierra genggam.

Sierra awalnya ragu namun ia menerima uluran tangan Azazel, merasakan tangan Azazel yang besar itu melingkupi tangannya yang berukuran jauh lebih kecil dari tangan Azazel.

Azazel membawa Sierra duduk di rerumputan mendekati hutan namun juga tidak terlalu jauh dari rumah mendiang kakek Sierra.

Azazel dan Sierra duduk di rerumputan itu, masih dengan tangan Azazel yang menggenggam erat tangan Sierra.

“Kalau ada yang ingin kau tanyakan padaku tanyakan saja, kau sudah selesai membaca buku itu jadi aku di sini untuk menepati janjiku menjawab semua pertanyaan yang akan kau berikan.” ucap Azazel lagi yang suaranya terasa seperti menggelitik telinga Sierra, Sierra suka suara Azazel.

“Soal malaikat yang kau katakan sebelumnya, kau bilang malaikat tidak seperti apa yang manusia kira. Memangnya seperti apa wujud asli malaikat?”

“Tergantung dari siapa yang melihatnya, tapi mereka tidak indah seperti yang manusia kira. Justru Iblis lah yang wujudnya indah, karna mereka adalah bentuk dari godaan, hasrat dan keinginan terpendam manusia itu sendiri.”

Sierra menganggukkan kepalanya pelan, ia sebenarnya tidak terlalu mengerti. “Emh.. ada yang sangat ingin ku tanyakan, kenapa kau datang padaku dan kenapa namaku mirip dengan nama-nama wanita di buku itu? Apa aku ini reinkarnasi dari wanita yang ada di buku itu?”

Azazel menatap wajah Sierra yang penuh rasa penasaran, Sierra pasti sudah punya perkiraan dalam pikirannya soal jawaban yang akan Azazel berikan.

“Kau dan semua karakter bernama Sierra yang disebutkan dalam buku yang kau baca itu adalah satu jiwa, kau adalah mereka dan mereka adalah kau. Kalian mungkin terlahir di era yang berbeda, dari orang tua yang berbeda, tapi kalian tetap lah satu jiwa yang sama.” Senyum Azazel pudar, suaranya mendadak pelan. “Dengan takdir yang sama pula.”

Raut wajah Azazel yang murung membuat Sierra ikut merasakan perasaan sedih yang Azazel rasakan.

“Kenapa mereka semua mati di usia yang muda? Pasti ada alasan di baliknya bukan?”

Azazel memalingkan pandangannya dari Sierra, Azazel memandang rerumputan itu dengan ekspresi sendu.

“Semuanya karna aku, seperti yang telah kau baca pada buku itu aku ini lebih cerdas dari manusia biasa dan aku sombong akan hal itu. Aku merasa manusia menyedihkan sehingga aku mengajarkan sesuatu yang seharusnya tidak ku ajarkan pada mereka, membuat mereka saling bunuh hingga darah manusia pada era itu berceceran di setiap jalan hingga mengenai kaki ku sendiri.”

“Tuhan murka karna aku mempercepat sesuatu yang seharusnya berjalan lebih lambat, hukuman diberikan kepadaku karna aku telah membuat banyak manusia saling membunuh. Aku tahu kalau aku ini dihukum oleh Tuhan, seharusnya pada hari di mana aku bertemu dengan mu untuk pertama kalinya di kehidupan pertama mu. Seharusnya saat itu aku tidak jatuh cinta padamu, yang membuatmu mati muda, hidup penuh penderitaan adalah cintaku. Cinta ku ini jadi kutukan untukmu.”

Wildest Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang