'kesalahan'

10 0 0
                                    

aku bisa rela memberhentikan waktu untuk mengupas cara melepas tawamu yang selalu tertahan itu. aku bisa rela menjentik ujung rokokku dengan kencang hingga baranya terjatuh di ujung asbak, hanya untuk mencuri pinjam pemantikmu yang berwarna nyentrik itu.

parahnya lagi, aku bisa rela menyia-nyiakan waktu untuk empat kali tenggak cairan haram dalam satu waktu sekaligus. kemudian, satu jam setelahnya, aku akan bersusah payah mencari keberadaan tombol-tombol buram yang mampu menyambungkan suaramu di ponselku.

lagi-lagi ada desah letih yang kuyakin dari lama menduga hal itu terjadi untuk kesekian kalinya, sebelum kau bertanya 'kenapa' dengan lesu. aku mengerang tanpa rasa malu dalam keadaan gayang di pinggir tempat tidur. bibirku lekas dan lepas membawa cerita-cerita yang seharusnya tidak diceritakan.

lalu, yang selanjutnya terjadi adalah kesalahan-kesalahan beruntun yang dipaksa bersembunyi di bawah malam itu.

di balik itu, sejujurnya, aku mencintai kerlingan matanya yang selalu terlihat lelah karena bekerja keras dan penuh rasa ketika menatapku. namun, aku juga merindukan matamu yang selalu terlihat kosong dan mati, yang selalu saja menatapku tanpa arti. ketika mulutnya tergelak karena lelucon asalku yang tak pernah habis, kau merajamku dengan kritikan penuh sarkas disertai senyum miring yang mengejek. namun, entah atas dasar apa, ada yang masih terus kucari dari dirimu... yaitu hal-hal yang nihil pada dirinya.

saat kau berkata bahwa perangaimu buruk, kau mengucapkannya dengan gamblang dan ragu sekaligus di telingaku, seakan kau tahu bahwa semua manusia yang memijakkan kaki di muka bumi ini mengetahui faktanya. tapi, di dasar palung hatimu yang terlalu gelap itu, kau tidak mau mengakuinya.

menurutku, kau terlalu buta dan tuli untuk melihat dan mendengarku yang sama-sama saja brengseknya.

dengan caraku, aku menikam jantungnya menggunakan belati mengilat yang lebur dalam genggamanku, seolah belati itu bertumbuh dari setiap sel yang ada di tubuhku. aku menyakitinya berkali-kali dengan bengis. kau terdiam di pojok ruangan, menatapku kecewa dan tersenyum bangga. kecewa karena kau pernah merasa ada di posisinya. dan bangga karena kau merasa tidak sendirian.

setelahnya, kau menikam jantungku. perlahan dan jujur. dan aku menerimanya dengan berserah.

sebab kau dan aku, kita adalah dua orang pesakit yang tidak mau disembuhkan dari penyakit akutnya.

Sengaja Tak Diberi JudulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang