Kala itu setelah kita bertengkar, saya mengirimmu pesan di larut malam ketika matamu telah terpejam, isinya seperti ini:
Malam, Teruna.
Kau pasti tahu betul, kita hanya bicara lewat layar kaca yang berbentuk persegi panjang itu.
Sudah menjadi kebiasa untuk saya dalam layar itu menguraikan kata serta bahasa untuk mendapatkan secuil perhatianmu.
Dan dalam layar itu pula, Teruna. Saya berusaha memahami kata-kata yang berbaris terlempar dalam keluh kesah di setiap harimu.
Saya hanya memperhatikanmu lewat kata, kata yang tak pernah menjadi nyata.
Saya hanya bisa menerka-nerka bayangan yang berbentuk dirimu. Bayangan senyummu, menjadi aktivitas yang terus-terusan menggangguku.
Meski dalam beberapa waktu ini kita sering bertengkar karena prinsip yang tak padu, anehnya, itu membuat saya semakin merindu.
Teruna, kalau boleh saya tanya, kini kau sedang memimpikan apa?
Teruna, saya jujur, saya butuh kamu. Dan jangan pernah tanya kenapa saya bisa bicara begitu.
Tertanda,
Nona yang Tersiksa oleh Rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sengaja Tak Diberi Judul
PoetryPenggalan-penggalan sajak tentang merindu, merayu, melayu, yang disimpan dalam hening, karena tak berani menyampaikan langsung. // kumpulan puisi. (CC BY-SA) 2018 nebulusventus