19

2K 82 33
                                    


Hiii

Aku tunggu vote+komen kalian guys!

Aku kasih target aja kali ya, kalo vote nya nyampe 50 aku bakalan up part selanjutnya!!!


Aku kasih target aja kali ya, kalo vote nya nyampe 50 aku bakalan up part selanjutnya!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading guys!




________

Ruangan milik Abi benar-benar terlihat rapih, setiap sudutnya bersih tak heran memang sejak dulu laki-laki itu tiba bisa hidup di tempat kotor.

"Maaf lama,"

Suara itu membuat kesunyian tadi pecah, dia melihat laki-laki itu kini duduk di mejanya.

"Jadi, kenapa?"

Ingin rasanya mencabik-cabik wajah itu, sangat terlihat tanpa dosa padahal sudah membuat pertengkaran di keluarganya.

"Saya kemaren sudah bilang jangan kasih tau orang tua saya. Kenapa bapak malah bilang?"

Tenggorokan Abi rasanya mulai kering mendengar pertanyaan dari Abel. Kenapa rasanya seperti di intimidasi begini pikirnya.

"Gak ada cara lain," jawab Abi sekenanya.

"Apasi pak! Saya punya hak buat nolak atau nerima,"

Abi mengangguk mengerti. "Kamu punya potensi, sayang kalo di sia-siakan begitu saja,"

Hampir saja Abel berdecih mendengar ucapan dari Abi, laki-laki itu tak pernah berubah selalu melakukan apapun semaunya.

"Atur aja lah pak," ucap Abel kemudian pergi meninggalkan Abi yang kini menatap punggungnya yang mulai menjauh tanpa berpamitan.

Terlihat tidak sopan memang tapi demi apapun Abel sangat-sangat kesal pada Abi.

Berbeda dengan Abi, dia sedari tadi memperhatikan tingkah muridnya yang semakin lama semakin mirip dengan mendiang istrinya. Tak di pungkiri dia merindukan sosok Abel mungkin ini juga salah satu alasan supaya dia tetap bisa bertemu dengan Rima untuk mengobati rasa rindunya pada Abel.

"Ayok tanding ulang!"

Langkah Abel terhenti, ini sudah waktunya jam pulang kenapa manusia satu ini masih saja merecokinya.

"Denger ya Devon, mau lu sujud-sujud di kaki gue pun gue gak mau tanding ulang sama lu!" Ucapnya dengan nada tak suka.

"Why?"

"Lu kenapa sih? Stop ganggu gue!" Teriaknya namun Devon sama sekali tak bergeming sedikit pun.

Baru saja akan meninggalkan laki-laki itu, tangannya lebih dulu di cekal, matanya menyorot tidak suka dan Devon pun melepaskan cekalannya.

"Lu amnesia?" Tanya Abel dengan menyilangkan tangannya di perut, "lu gak inget tiga hari lalu?" Sambungnya.

Sontak Devon menatap lutut Abel yang ternyata masih memiliki bekas kebiruan akibat kejadian tiga hari yang lalu.

"Lutut gue masih sakit gara-gara hampir ketabrak dan elu? Lu masih bisa-bisanya nantangin gue tanding basket? Are you kidding?" Ucapnya penuh penekanan.

"Apaaa?!"

Teriakan cukup keras itu membuat atensi orang yang sedang beradu kini teralihkan pada orang yang baru saja datang dengan tas di pundaknya.

Second Life (Sequel A2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang