Jangan tanya betapa gilanya Mark, secepat kilat mengurus keberangkatan dirinya dan Haechan ke China. Tanpa packing dan tetek bengek lainnya. Hanya menyuruh Haechan ambil paspor, sambil membawa diri. Tiket pun disiapkan Mark juga.
Selama di pesawat, Mark mengajak Haechan berunding. Tentang apa yang harus mereka lakukan menemui Chenle nanti.
"Jangan ditemuin secara langsung Kak, anaknya bakal takut dan malah sembunyi. Selain itu, bisa bikin mood bahagia dia jelek." saran Haechan dan Mark menyetujuinya.
"Berarti kita nunggu anaknya selesai wisuda aja?" tanya Mark.
"Iya... Atau lebih baik kita siapin hadiah buat anaknya." usul Haechan, diangguki Mark.
Mendarat selamat di negeri tirai bambu, Mark mengajak Haechan ke sebuah hotel. Memesan dua kamar terpisah, tak lupa sebelumnya membeli beberapa helai baju untuk ganti. Semua dibiayai Mark dan Haechan dilarang untuk mengeluarkan uang sepeser pun. Ingatkan Haechan yang pusing ditolak melulu, untuk menggantinya saat sudah pulang nanti.
Di sore hari mereka berbesih diri dan memutuskan beristirahat sejenak. Eh.. sadar-sadar sudah malam saja. Membuat Haechan harus menggebraki pintu kamar Mark penuh kekuatan, karena susah dibangunkan. Padahal mereka harus berbelanja pakaian formal dan beberapa hadiah.
Hampir setengah jam, baru Mark membuka pintu dengan mata sayunya. Saat diingatkan Haechan, terbelalak dan buru-buru bersiap diri. Beruntung waktunya tidak mepet, jadi Mark dan Haechan masih sempat memilih dengan tenang.
Sepulang belanja, Mark mengajak Haechan untuk makan malam di balkon kamarnya. Karena mereka sama-sama belum mengantuk, doakan saja semoga mereka tidak telat menghadiri wisuda Chenle.
"Rasanya nggak sabar, ketemu sama Chenle nanti." celetuk Haechan.
"Sama." balas Mark menggumam.
Lalu mereka sama-sama menyesap minuman masing-masing.
"Oh iya Haechan." panggil Mark seperti teringat sesuatu.
"Hm, apa Kak?"
"Gue kepikiran buat surprise-in Chenle yang begini..."
.
.
.Mengambil nafas dalam, dihembuskan panjang-panjang. Chenle menghentak sepatunya dan mengepal tangan, serta berseru 'semangat' untuk dirinya. Hari ini adalah hari yang besar baginya. Keempat Kakeknya sudah ia kabari jika nanti bertemu di aula tempat acara wisudanya saja. Bercermin sejenak, lalu Chenle menyusul Jisung di depan.
Jarak penthouse dengan kampus tidak begitu jauh, jadi Chenle dan Jisung hanya berjalan kaki. Sengaja, Jisung diajak sekalian mau dikenalkan pada keempat Kakeknya.
Memasuki gerbang, kampus telah rame dengan mahasiswa-mahasiswi yang akan wisuda hari ini. Pandangan Chenle mengedar, mencari keberadaan empat orang tersayangnya. Hingga tertangkap lambaian tangan GrandBu dan Opi-nya. Bergegas Chenle berlari dengan senyum lebar, meninggalkan Jisung yang terperangah lalu mengikutinya.
"GrandBu... Opi..."
Tubuh Chenle terperangkap dalam pelukan hangat Taeyong dan Ten, terakhir ia rasakan beberapa bulan lalu. Setiap enam bulan sekali keempat Kakeknya ini akan mengunjunginya. Chenle sendiri yang meminta tidak boleh sering-sering.
"Chenle rindu kalian..."
"GrandBu juga merindukanmu sayang."
"Cucuku, Opi jugaaa."
Jaehyun dan Johnny ikut bergabung mengerumuni Chenle, memberikan cubitan di pipi, juga cium kening penuh kelembutan dan kasih sayang.
"Oh iya, kenalin ini Park Jisung. Adek tingkat Chenle, sekaligus teman baru untuk nemenin Chenle di penthouse." ucap Chenle.