Part 12

16.7K 1.4K 42
                                    

Permintaan kepindahan Chenle dari sekolah ke home schooling sudah diajukan, namun harus tertahan karena pihak sekolah mengatakan jika Chenle harus lanjut mengikuti masa orientasi hingga selesai terlebih dahulu.

Pagi ini diantar GrandDy dan GrandBu akhirnya Chenle berangkat sekolah. Chenle sudah berniat jika akan berpamitan dengan Winter hari ini dan cukup Winter yang mengetahui tentang ini.

"Semangat cucu GrandBu." seru Taeyong, mengecup pipi Chenle.

"Huum... Babaiii GrandBu, GrandDy."

"Babaii Lele."

Chenle turun dan melambaikan tangan sebentar. Ketika ia masuk gerbang, baru deh mobil GrandDy melaju meninggalkan sekolah. Beruntungnya sekolah masih terbilang sepi, karena Chenle tidak mau menarik perhatian. Bahkan ia sendiri meminta berangkat pukul enam.

Di kelasnya yang masih sepi, Chenle mendudukkan diri pada bangkunya. Sambil berharap semoga hari ini waktu berjalan cepat dan ia tidak bertemu Mark dan Haechan.

Menunggu kedatangan teman-teman sekelasnya, Chenle tergerak menyapu. Meskipun ini bukan jadwalnya piket, tidak masalah Chenle hanya ingin membantu.

Tanpa menyadari jika ada sebuah kepala menyembul dari pintu kelasnya.

"Oh! Sudah ada yang datang!"

Menoleh kepala Chenle, menemukan sosok tinggi Kakak pembimbingnya.

"Selamat pagi Kak Gissel." salamnya sopan.

"Pagi Chenle." balas Gissel ceria.

Gissel duduk di bangku depan khusus guru.

"Masih pukul enam lebih lima belas menit. Chenle sudah tahu kan kegiatan kelas hari ini?" tanya Gissel.

"Tahu Kak. Hari ini, kita berlatih untuk tampilan di panggung nanti."

"Betul." dua jempol Gissel diberi ke Chenle.

Tak ada percakapan sama sekali setelah itu. Dalam hati Chenle bersyukur, Gissel sama sekali tidak membahas soal yang kemarin sempat rame.

Tak berselang lama, satu per satu teman sekelas Chenle datang. Sekedar menyapa atau menanyakan kabar Chenle juga. Tenang dan seramah mungkin Chenle menjawabnya. Kebanyakan temannya lebih fokus mengerumuni Gissel, berbicara banyak hal.

"CHONNLOOO!!!" itu Winter.

Menubruk Chenle, meloncat-loncat berpelukan. Kekehan Chenle menguar.

"Gue kangen banget, elu tuh tega ngebiarin gue sendirian mulu di bangku." riuh Winter, menarik Chenle untuk duduk berdua setelah memberikan sapu ke temannya yang lagi piket.

"Hehe sama, gue juga kangen sama lu. Maafin gue yang gabisa nyambut baik pas lu ke rumah gue." canggung Chenle.

Senyum Winter berubah tipis.

"Gapapa, lu harus sehat-sehat terus ya. Gue khawatir banget sama lu."

"Gue udah baik-baik aja."

"Semoga selalu baik-baik saja." doa Winter dan diaminin Chenle.

Winter pun membuka bukunya, karena harus menghafalkan sebuah puisi yang jadi iringan tampilan mereka nanti.

"Winter, ada yang mau gue obrolin sama lu nanti." ucap Chenle.

"Kenapa nggak sekarang aja?"

"Masih rame, nanti aja. Kelas kan juga bentar lagi latihan." tolak Chenle.

"Lu serius nggak mau ikut tampil?"

Chenle menggeleng, bibir Winter mengerucut.

"Padahal kan biar kompak, rame, seru."

ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang