Keesokan harinya, Chenle pagi-pagi sudah dihadang Haechan di kelasnya.
"Kemana nametag buatanku?" sinis Haechan.
Chenle tergugu, sama sekali bingung ingin menjawab apa. Karena tidak memperkirakan akan ditagih seperti ini.
"Kak--"
"Taruh tas, ikut gue, lu dihukum." potong Haechan datar.
Diam-diam Chenle bergidik, merasakan dinginnya ucapan itu. Mommy selamatkan Chenle, teriaknya dalam batin. Namun ini tidak lebih parah dari kemarahan Mommy-nya dulu saat ia lupa menghabiskan bekal. Hehe. Lagi-lagi Chenle rindu.
"Cepetan, kenapa diem aja!" sentak Haechan.
"A-ah iya Kak."
Segera Chenle masuk kelas, meletakkan tas di bangkunya dan mengikuti Haechan yang membawa ia entah kemana. Sampai ketika di halaman parkir, Chenle bingung.
"Kita mau kemana, Kak?" tanya Chenle dan tidak ada jawaban dari Haechan.
Satu dari jejeran mobil disana, langkah Haechan berhenti di mobil sport merah. Membuka pintu penumpang bagian belakang dan lewat mata, menyuruh Chenle masuk ke mobil tersebut.
"Kak Haechan?"
"Masuk Chenle." titah Haechan, seolah tak mau dibantah.
Begitu masuk, di dalam mobil Chenle menemukan seorang Mark yang berada di kursi kemudi. Lalu, Haechan ikut masuk di kursi samping Mark.
"Kenapa Chenle ikut?" bingung Mark.
"Dia gue hukum."
"Lagi?" heran Mark, satu alisnya menaik.
"Dia gak pake nametag buatan gue."
"Kenapa ga anak yang lain aja, lu suruh hukum Chenle? Kan Chenle juga harus ikut Kakak pembimbingnya."
"Nanti Chenle gue bimbing sendiri aja. Sekarang dia harus gue hukum, buat bawain belanjaan kita disana." jelas Haechan.
Dibelakang Chenle hanya bisa meringis, pemandangan ini seperti ngelihat Daddy dan Mommy tengah berdebat saja. Lagi dan lagi Chenle menekan hatinya. Ia tidak mau terbawa pikirannya, harus tenang dan fokus. Ingat bahwa itu Kak Mark dan Kak Haechan.
"Yaudah terserah." final Mark dan mulai menjalankan mobilnya.
Sepanjang perjalanan, hanya Mark dan Haechan yang mengobrol. Merundingkan hal-hal apa saja yang akan dibeli nanti, sambil Haechan mencatat di sebuah notes. Sedangkan Chenle hanya terdiam, namun juga menikmati apa yang terjadi saat ini.
Jujur saja, Chenle sudah lupa karakter suara Minhyung dan Donghyuck. Ditambah Chenle sama sekali tak berani menyentuh apapun barang yang berhubungan dengan kedua orangtuanya, kecuali foto. Hal itu sengaja dijauhkan oleh keluarga, karena bisa memicu rasa traumanya kembali.
Tetapi frekuensi bertemunya ia dengan Mark dan Haechan akhir-akhir ini meningkat, membuat Chenle perlahan-lahan ingat.
"Selamat pagi anak Mommy."
Mata Chenle terpejam, lembut suara itu tiba-tiba mengalun diotaknya. Apa jika suara Haechan yang menggebu itu diubah menjadi halus akan seperti milik Mommy-nya?.
"Jagoan Daddy hebat."
Tidak jauh beda, suara Mark lugas penuh pengertian mirip karakter Daddy-nya. Namun tidak diselimuti kasih sayang. Apa juga akan mirip jika dibumbui setitik rasa sayang?.
Rindu, Chenle rindu sekali. Air mata luruh di sela-sela pejaman mata.
Terjerumus oleh pikirannya sendiri, tak menyadari bahwa mobil sudah berhenti di parkiran Mall. Ketika mengecek kebelakang Mark dan Haechan bisa menangkap kilatan basah di pipi Chenle.
