Kalimat Jeno besar mempengaruhi Mark, beda dengan Haechan yang masih merasa ragu. Geregetan kudu musti diberi paham, Jeno ajak mereka ngobrol serius akhirnya. Sekarang, mereka duduk melingkar di meja cafe. Ditambah Jaemin, sengaja diajak untuk menemani Jeno.
"Hari yang sama dimana kalian berdua kecelakaan, percaya apa nggak terserah, tapi raga kalian dimasukin sama Daddy dan Mommy Chenle. Gue yang pertama kali dikasih lihat, mulut kalian bicara tapi tuturannya beda banget."
Nggak cuma Mark dan Haechan yang tercengang, Jaemin juga ikut menganga tak percaya.
"Gue sempet ngefoto dimana Daddy dan Mommy Chenle disana pake tubuh kalian ini nyiumin Chenle yang waktu itu pingsan."
"Tunggu jadi Chenle sempet ke rumah sakit? Bukannya anak itu berangkat ke China? Terus kenapa bisa pingsan?" cerocos Haechan menggebu-gebu.
"Satu-satu Mbul ah!" gerutu Jeno.
"Chenle batalin penerbangannya ke China, demi nyamperin kalian. Kalang kabut nyariin ruangan kalian, bahkan sampe nggak notis keberadaan gue padahal lagi berdiri tepat pintu ruang inap kalian. Mungkin karena shock, capek lari-larian jadi Chenle pingsan." jelas Jeno, selanjutnya menyerahkan ponsel ke hadapan Mark dan Haechan.
Keduanya berebutan memperhatikan foto tersebut. Hangat seketika merasuk dalam hati. Benar-benar disana Mark dan Haechan melingkupi Chenle penuh kasih sayang. Petaan senyum di wajah, memandang wajah damai Chenle.
"Keajaiban Tuhan memang benar adanya. Kejadian kecelakaan itu gue bener-bener ngerasain gue kayak capek, ngantuk banget. Ternyata Mommy Chenle dateng ya?" ada sendu dalam mata Haechan.
"Gimana? Apa yang kalian rasakan?" tanya Jeno, "Bang, jawaban Bunda seperti itu semata bukan marah saja. Tapi Bunda cuma mau Abang punya alasan kuat, ada apa sebenarnya mencari-cari Chenle." lanjut Jeno seakan menjawab kebingungan Mark.
Tertunduk lesu Mark, kebiwaannya hilang dihadapan Adeknya.
"Kalian berdua juga tahu pasti alasan Chenle memilih untuk menjauh dari kalian. Nggak mungkin selama lima hari MOS, kalian nempel terus tapi hasilnya nihil. Ada kala kan, Chenle mengeluh soal hatinya pada kalian?" berondong Jeno memenuhi kepala Mark dan Haechan.
"Kalau masih tidak paham juga, ya jangan ngarep Chenle bakal nemuin kalian lagi. Buat apa? Makin sakit Chenle yang ada. Halu muluk kalian buat jadi posisi Daddy dan Mommy nya, tapi kalian php in. Family zone dah jadinya." cerocos Jeno berhasil menohok hati Mark dan Haechan.
Merasa kering karena nyeramahin dua orang denial, Jeno berhenti sejanak meminum ice americano miliknya.
"Memang... bakal jadi aneh hubungan kalian. Tapi bagi gue, selama itu kasih sayang tidak akan jadi aneh karena itu kebaikan dimata Tuhan." terang Jeno, mencoba meyakinkan Mark dan Haechan.
Keadaan hening seketika, Jaemin sendiri juga bingung ingin berkata apa. Takutnya malah salah bicara, karena masalah Familyzone mereka begitu rumit.
"Jen... Gue kangen Chenle." gumam Haechan pelan sekali, seakan tertiup angin pun bakal tidak kedengaran.
Tapi beruntung kuping Jeno sehat sekali. Mata Jeno berbinar, seringaian puas terpatri di bibirnya.
Gotcha!
"Oke. Sekarang nih Chan, langkah apa yang bakal lu ambil buat nuntasin rasa kangen lu itu?" tanya Jeno.
"Kalau mau nyusul Chenle, nggak bisa Jen. Gue masih sekolah, tapi bayangan anak itu makin bikin gue puyeng. Gue kangen buat merhatiin Chenle." lirih Haechan sedih.
Simpati Jeno tertarik, "Gue tahu Chan, apa yang elu rasain. Keadaan masih nggak memungkinkan elu buat nyari Chenle. Sementara ya harus berjuang dengan jarak ini, elu selesaiin dulu pendidikan, raih cita-cita sambil elu nyari orang buat pendamping hidup elu..."