Part 19

15.9K 1.3K 47
                                    

Kepalanya penuh, dadanya berat, nafasnya sesak dan semua rasa itu berbaur jadi satu membuat Chenle mual. Bulir-bulir air tak berhenti mengalir dari matanya. Resah tidak tenang, sungguh takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan pada Mark dan Haechan.

Dalam batin cemasnya, Chenle tak berhenti menyalahkan dirinya. Seandainya ia pamit baik-baik pada Mark dan Haechan, seandainya ia mengabari mereka bukan malah diam-diam pergi, seandainya ia tak memilih pindah... seandainya ia tak egois... seandainya dan seandainha. Chenle memarahi dirinya.

Tak akan memaafkan dirinya jika sesuatu buruk terjadi pada Mark dan Haechan. Semua karena salahnya, kapan ia berhenti ceroboh?.

"GrandDy kumohon cepatlah!" rintih Chenle menangis.

"Lele sabar, tenang sayang. Doakan Kak Mark dan Kak Haechan sementara dari sini ya, semoga baik-baik saja." sedih Taeyong ikut menangis melihat kegelisahan Chenle.

Bahkan Chenle menolak untuk dipeluk, Taeyong tahu jika cucunya sedang menghukum dirinya sendiri, sebelum melihat sendiri keadaan Mark dan Haechan.

Mobil Jaehyun pun berbelok, masuk ke pelataran Rumah Sakit. Belum juga mobil diparkirkan, saat melewati lobi Chenle nekat membuka pintu mobil dan melompat. Teriakan Taeyong dan semua orang bahkan tak didengar. Chenle berlari terbirit-birit, rasa nyeri sempat tersandung pun tak mempengaruhinya.

Terengah-engah menanyakan pada resepsionis, begitu tahu jika Mark dan Haechan sudah dipindah pada ruang rawat. Chenle tergesa-gesa menaiki lift, menunggu gelisah dan ketika pintu besi itu terbuka. Segera Chenle berlari ke lorong lantai dua disana.

Tolah-toleh kepalanya mencari ruang rawat nomor 206, mengabaikan segala pandangan heran pada dirinya. Saking fokus pada pintu, bahkan Jeno yang menyender di dinding samping pintu pun tak tertangkap pandangan Chenle.

Begitu ketemu pintu putih tercap nomor yang dicarinya.

Brakkk

Hening...

Gemuruh nafas Chenle menguasai ruangan. Dua pasang mata menghantui Chenle sepanjang perjalanan Bandara ke Rumah Sakit, ternyata masih terbuka. Kelegaan sedikit merambat dalam relung hati. Menyendu Chenle kala mendapati beberapa perban melengket disudut tubuh mereka. Perlahan ia dekati dua orang yang bersisian di pingir brankar itu.

"Jangan lagi, kumohon jangan la-"

Desauan itu melirih, Chenle pusing dan semakin memburam.

Brukkk

"CHENLE?!"

Sentak Mark dan Haechan, sedangkan Jeno teriak di daun pintu tak berani mendekat ke mereka.

"Mark?" / "Haechan?"

Gerombolan manusia yang ada hubungan dengan mereka muncul, terkaku di depan pintu. Seksama melihat bagaimana Mark dan Haechan fokus membopong tubuh Chenle dan direbahkan salah satu ranjang disana.

"Oh! Sudah datang?!"

Tunggu, logat ini...

Semua membelalak, menahan nafas kala mendengar suara asing tersebut. Dia bukan Haechan.

"Sayang, jangan buat mereka semua takut." nampak memang Mark yang berbicara tapi dia bukan Mark.

Itulah, yang membuat Jeno diluar sedari awal Chenle datang.

"Kalian?" Bunda Lee maju, menunjuk Mark dan Haechan bergantian.

"Yejiii, jangan menunjukku seperti itu. Kau tidak merindukanku kah? Tapi tunggu, biarkan aku melepas rindu pada putraku terlebih dahulu ya." ucap Haechan.

ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang