Bab 28

37.7K 3K 74
                                    

Aldin duduk bersandar di sofa sambil memperhatikan Kaluna yang sedang mengajari Ethan. Setelah ada Kaluna, perkembangan kognitif anaknya cukup pesat. Sudah bisa mengenal huruf dan angka. Bahkan Ethan sudah bisa membaca kalimat sederhana. Yang lebih menakjubkan adalah Ethan sudah bisa menulis dengan rapi. Semua berkat Kaluna yang dengan sabar yang mengajari Ethan.

"Ayah ngelihatin Tante Kaluna terus," tegur Ethan yang menatap lurus ke wajah Ayahnya.

Aldin tersadar dari lamunannya. Ia berdeham, menutupi rasa gugupnya. "Kamu udah selesai belajarnya?"

Ethan mengangguk. "Aku boleh makan roti coklat yang ada di kulkas?"

"Boleh," sahut Aldin. "Asalkan makannya nggak berantakan," lanjutnya mengingatkan.

Ethan berdiri dan langsung berlari ke arah dapur. Kemudian ia kembali menyerahkan satu roti yang ia pegang kepada Tante Kaluna.

"Makasih ya," ucap Kaluna pada Ethan.

Ethan mengangguk. "Ayah, aku boleh makan di kamar sambil nonton TV?"

"Yaudah, sana ke kamar." Aldin mengacak rambut Ethan. Begitu melihat anaknya sudah pergi, Aldin menepuk sofa kosong di sebelahnya, memberi tanda agar Kaluna berpindah duduk di sebelahnya.

Kaluna tersenyum simpul, kemudian ia berpindah duduk di sebelah Aldin. Ia menawari Aldin roti yang tadi ia dapat dari Ethan, tapi laki-laki itu menolak.

"Gimana, sudah bilang ke orang tuamu soal hubungan kita?"

Kaluna mulai menggigit kecil rotinya. "Mami sama Papi mau ketemu sama Mas Aldin. Kata mereka, Mas Aldin harus minta izin kalo mau pacaran sama aku."

Tangan Aldin merangkul Kaluna. Ia membiarkan kepala Kaluna bersandar di pundaknya. "Nanti saya cari waktu buat ketemu sama orang tuamu," ucapnya menanggapi. "Mami sama Papimu suka apa?"

"Kenapa? Mas Aldin mau bawa sogokan buat mereka, ya?" tanya Kaluna dengan wajah geli.

"Iya," jawab Aldin sebelum mencium pelipis Kaluna. Melihat kekasihnya yang masih sibuk mengunyah, malah membuatnya gemas. Tangan yang tidak merangkul Kaluna bergerak membersihkan coklat yang belepotan di sudut bibir Kaluna.

"Kira-kira apa ya yang mau diomongin Mami sama Papi ke Mas Aldin?"

Aldin mengedikkan kedua bahunya. "Mungkin saya harus berguru langsung ke Dama yang udah berhasil ngambil hati orang tuamu buat dapatin Dinda."

"Perjuangan Mas Dama buat ngeluluhin hati Mami sama Papi nggak segampang kelihatannya, lho," beritahu Kaluna. Dulu ia ingat, Kakaknya sering kali curhat padanya soal sikap Mami dan Papi yang cuek terhadap Dama. Mungkin saja hal itu akan dialami juga oleh Aldin.

"Saya tau," sahut Aldin. "Dama pernah cerita soal itu ke saya," lanjutnya.

Setelah menghabiskan rotinya, Kaluna memeluk tubuh Aldin dari samping. Tubuh Aldin benar-benar enak untuk dipeluk. Dibandingkan dengan tubuhnya yang mungil, tubuh Aldin lebih berisi dan padat. Rasanya nyaman dan hangat bila berada di dalam pelukan Aldin.

***

"Kenapa nggak cerita kalo udah jadian sama Kaluna?" tanya Dama sebelum menyesap americano miliknya.

Saat ini di hadapan Dama sudah ada Aldin yang masih mengenakan setelah kerja yang dua kancing teratas sudah dibuka. Setelah mendengar kabar dari istrinya kalau Aldin sedang menjalin hubungan dengan Kaluna, pulang dari kantor ia mengajak temannya itu untuk ngopi di salah satu cafe.

"Belum sempat cerita."

"Bakal jadi adik ipar dong?" tanya Dama menggoda.

"Sialan!"

The Way I'm Into You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang