Bab 23

38.4K 3K 42
                                    

"Sebenarnya aku menghindar bukan karena kecewa sama Mami dan Papi," Kaluna mulai membuka suara setelah berdiam diri cukup lama sepanjang jalan.

Aldin cukup terkejut mendengar suara Kaluna. Dari masuk ke mobil, perempuan itu lebih banyak diam. Ia pikir Kaluna kelelahan karena bermain di Timezone karena perempuan itu hanya duduk dengan pandangan mengarah lurus ke depan. Tidak lupa boneka beruang yang tadi ia berikan didekap erat oleh Kaluna. Entah apa yang sedang dipikirkan Kaluna saat ini.

"Pasti Kak Dinda udah ceritain soal apa yang terjadi sama aku," tebak Kaluna yang langsung diangguki oleh Aldin.

"Kalo bukan kecewa, terus kenapa?" tanya Aldin penasaran.

Diam cukup lama, sebelum akhrinya Kaluna menjawab. "Aku lebih ke marah dan malu."

"Sama?"

"Sama diriku sendiri."

"Kamu kan nggak salah apa-apa."

"Aku malu sama Mami dan Papi. Selama ini mereka yang nyekolahin aku sampai sarjana. Aku dikasih fasilitas yang sama dengan Kak Dinda. Kasih sayang juga sama. Kalo aku salah, pasti dinasehati. Begitu juga dengan Kak Dinda. Mami dan Papi nggak pernah ngebedain kita," ucap Kaluna mulai menjelaskan. Melihat Aldin yang masih diam saja dan fokus dengan kemudi, ia akhirnya melanjutkan perkataannya. "Mereka udah sebaik itu sama aku, tapi ternyata ibu kandungku datang tanpa tau malu buat minjam uang ke mereka. Padahal selama ini hidupku mereka yang nanggung. Dan aku juga marah sama diriku sendiri karena udah terlalu berharap lebih yang akhirnya bikin aku kecewa."

Aldin melirik Kaluna sekilas, sebelum akhirnya kembali fokus dengan jalanan di depannya. "Kamu nggak marah karena Mami dan Papimu udah bohong?"

"Bohong soal apa?"

"Soal hadiah ulang tahun. Dinda bilang kalo kamu selalu dapat hadiah dari Mommy-mu tiap tahunnya--"

"Dan ternyata baru aku tau kalo itu hadiah yang disiapin Mami sama Papi, tapi mengatasnamakan Mommy. Maksud Mas Aldin soal itu?" potong Kaluna seakan tau apa yang ingin diucapkan oleh Aldin.

"Iya, yang itu."

Kaluna menggeleng pelan. "Aku nggak marah sama mereka."

"Kecewa?"

"Hmmm ... mungkin sedikit."

"Kamu kelihatan sayang banget sama Mami dan Papimu."

Kaluna mengulum senyum. "Aku emang sayang mereka."

"Kalo Dinda nggak ngasih tau kalian bukan saudara kandung, mungkin saya juga nggak akan tau."

"Banyak orang yang bilang mukaku agak mirip sama Kak Dinda."

Aldin mengangguk setuju. "Sekarang kamu udah siap pulang kan?"

Kaluna menarik napas panjang, lalu menghelanya keras. "Siap gak siap, harus siap."

"Begitu sampai rumah, yang harus kamu lakuin adalah peluk Mami sama Papimu. Saya jamin, mereka nggak akan ngeluarin kata apa-apa karena terlalu senang karena lihat kamu udah pulang."

"Kalo peluk Mas Aldin boleh, nggak?"

Aldin dengan cepat menoleh menatap Kaluna. "Kenapa harus peluk saya?"

Kaluna memiringkan duduknya, menghadap ke Aldin. "Nggak papa. Badannya Mas Aldin tuh kelihatan peluk-able banget. Aku jadi mau nyobain dipeluk sama Mas Aldin."

"Kamu peluk saya, yang ada saya langsung digorok sama orang tuamu."

"Berarti kalo peluknya tanpa ketahuan siapa-siapa boleh dong?"

The Way I'm Into You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang