8. Pembunuh

22 3 7
                                    

Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Jessie masih belum bisa tertidur padahal saat ini dia tengah berbaring nyaman di atas ranjangnya.

Gadis itu membuka ponselnya. Tak terasa, matanya menggenang begitu melihat salah satu kontak seseorang yang masih tersemat rapi di beranda chatnya, Kang Taehyun.

Jessie mengatup mulutnya rapat-rapat ketika tangisannya keluar. Biasanya jika dirinya tidak bisa tidur, maka Taehyun adalah solusi yang tepat untuk mengantarnya ke alam mimpi.

Mereka akan berbincang hal random di telepon, setelah itu Taehyun mungkin akan bermain gitar jika saja Jessie masih belum bisa tidur.

Jessie benar-benar merindukan Kang Taehyun.

Sosok yang memberikan Jessie kasih sayang seluas samudera itu nyatanya juga memberikan luka yang begitu dalam seperti halnya samudera.

Biarkan dunia tau bahwa bagi Jessie, Taehyun memang masih segalanya.

"Jes?"

Jessie menoleh ke samping. Oh iya, dia lupa jika malam ini Vio menginap di sini.

"Lo kenapa nangis?" bisik Vio segera menghadap ke Jessie.

Gadis itu meggeleng. "Gue kangen Taehyun."

Vio yang mendengar itu pun segera memeluk Jessie. "Udah malem bego, sana tidur! Malah nangisin Taehyun."

"Gue pengen ketemu Taehyun," lirih Jessie. "Gue pengen meluk dia sekali lagi. Gue beneran ga bisa lupain dia, Vi. Gue ga rela."

Vio memukul pelan pundak Jessie. "Tidur! Hapus air mata lo."

Jessie bangun. "Dibilang gue kangen Taehyun bego! Gue ga bisa turu!" ucapnya dengan suara yang sedikit ditinggikan.

"Makanya gue nyuruh lo tidur dongo! Kalo lo kangen Taehyun terus gue harus apa? Manggil Taehyun ke sini? Please, Jes. Gue tau hari ini lo pasti capek banget, besok juga lo harus cari Papa lo, 'kan? Ya udah sekarang mending lo tidur. Simpen Taehyun di hati lo, kalo beruntung lo pasti mimpiin dia."

Keadaan hening sesaat. Setelah dirasa tenang, Jessie kembali merebahkan tubuhnya kemudian tidur memunggungi Vio.

"Nih anak lama-lama pengen gue tendang aja. Mana kasian lagi gamon," batin Vio memejamkan matanya ngantuk.

Meskipun Jessie sempat kesulitan tidur, namun pada akhirnya dia tetap tertidur karena pikirannya sudah terlalu lelah untuk hari ini.

***

Esoknya, pukul 07.56 AM.

Vio saat ini baru saja akan berpamitan pulang ke rumah karena hari telah berganti. Sebenarnya Mama Jian menyuruhnya untuk sarapan terlebih dahulu, namun karena tak enak, Vio pun menolak dengan halus.

"Gue pulang duluan ya, Jes. Soal Papa lo, kita cari dia nanti siang. Okeh?" ucap Vio kepada Jessie yang saat ini tengah berdiri di dekat sepeda motor yang ia tunggangi.

"Vio hati-hati, ya!"

Mendengar suara Jian Vio sontak melebarkan senyum dan melambai ramah. "Siap, Tan. Vio pulang dulu, ya! Terima kasih."

Vio akhirnya menyalakan mesin motornya kemudian melenggang pergi dari halaman rumah Jessie.

Karena gadis itu pulang, Jessie dan Jian akhirnya kembali masuk. Mereka berdua sarapan terlebih dahulu meskipun Jian beberapa kali berkata bahwa dirinya mengkhawatirkan Sangmin. Masih belum ada kabar tentang pria itu semalaman, apa yang telah terjadi?

Jessie sendiri merasa jika Jian belum mendengar kabar bahwa Sangmin terjerat kasus pembunuhan. Meskipun begitu Jessie masih tidak percaya jika Papanya merupakan seorang pembunuh.

Selesai sarapan, Jessie mencuci piring terlebih dahulu. Sedangkan Jian memilih untuk membuat susu hangat guna menemaninya menonton televisi.

Setelah beres semua, mereka berdua pun duduk di ruang tengah dan menyalakan televisi layar lebar yang ada di sana.

Baru saja TV itu menyala, sebuah berita mengejutkan muncul dibawakan oleh seorang repoter wanita berambut pendek.

"Polisi mengungkap, pembunuh suami istri di Hotel Loonaria malam tadi pukul 10 lewat 50 menit ternyata seorang Kepala Kepolisian Jakarta Selatan yang dikenal sebagai Kang Sangmin," ucap repoter itu.

"Jes? Maksudnya Papamu?" tanya Jian dengan raut wajah yang terlihat amat sangat terkejut.

Jessie hanya menggeleng tanda tak tau. Dia tidak tau harus bicara apa. Mulutnya bungkam begitu mendengar berita bahwa Papanya memang baru saja membunuh seseorang.

"Kapolres Jakarta Selatan mengungkap, motif pembunuhan tersebut ialah perselingkuhan yang dilakukan oleh Kang Sangmin dengan Choi Songhwa. Choi Myungsik yang diduga suami Choi Songhwa memergoki keduanya memasuki salah satu kamar hotel bersama. Dalam rekaman CCTV terdekat, nampak Choi Myungsik mengetuk pintu kamar Kang Sangmin dengan cukup keras, lalu ketika terbuka, pria tersebut langsung melayangkan sebuah tinju ke arah Kang Sangmin."

Jian menutup mulutnya. Selingkuh?

"Choi Myungsik diduga mendapatkan sebuah luka tusukan di bagian dadanya akibat berkelahi dengan Kang Sangmin. Menyadari perbuatannya fatal, Kang Sangmin yang saat itu tersulut ketakutan terpaksa juga membunuh Choi Songhwa demi membungkam saksi. Namun sebuah kebetulan, salah satu pegawai hotel ada yang menjadi saksi dari aksi pembunuhan tersebut."

Tayangan berita itu memperlihatkan seorang pegawai hotel yang cukup muda bersamaan dengan keadaan Kang Sangmin yang saat ini dalam proses dibawa ke kantor polisi. Banyak wartawan yang mengelilingi pria itu untuk mencari tau informasi lebih lanjut dari sang pelaku secara langsung.

"Ya. Saat itu saya mendapat laporan bahwa AC kamar nomor 678 tidak menyala. Alhasil saya datang untuk mengecek, tetapi setelah selesai dengan tugas saya, saya mendengar suara kegaduhan dari kamar nomor 675. Pintu kamarnya tidak tertutup rapat, namun saya masih menjaga privasi. Ketika saya mendengar suara seorang wanita meminta tolong, saat itu lah saya tau bahwa kegaduhan itu bukanlah kegaduhan biasa. Terlebih saat Kang Sangmin keluar dengan berpakaian polisi, saya melihat dengan jelas mayat Pak Choi Myungsik yang tergeletak bersimpah darah. Saat itu saya buru-buru lari sembari menelpon 110. Beruntung saat itu Kang Sangmin tidak mengejar saya."

Kembali ke repoter wanita tadi. "Terima kasih atas saksi Anda, Pak Park. Kang Sangmin sendiri telah mengakui perbuatannya. Polisi juga telah menyita senjata tajam yang digunakan Kang Sangmin untuk melakukan aksi pembunuhannya."

"Sekian berita hari ini. Saksikan terus HotNews—"

Jian mematikan TV itu. Perasaannya benar-benar campur aduk. Begitupula dengan Jessie.

Drrrttt~

Ponsel Jian bergetar, tanpa pikir panjang, Jian segera mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal tersebut.

"Dengan Ibu Kang Jian?"

"Ya. Saya sendiri," jawab Jian sembari sedikit melirik ke arah Jessie.

"Saya dari kantor polisi Cilandak ingin mengabarkan bahwa Pak Kang Sangmin telah ditangkap dengan dugaan kasus pembunuhan suami istri di hotel Loonaria."

***

Di sinilah Jian dan Jessie sekarang. Di kantor polisi tempat di mana Kang Sangmin diinterogasi.

"Jadi benar kalo kamu selingkuh, Mas?" tanya Jian setelah Sangmin duduk di depannya.

"Maaf, Ji."

Air mata Jian semakin mengalir deras mendengar pernyataan Sangmin. "Jessie belum lulus kamu udah bikin keluarga kita hancur, Mas! Kamu bahkan jadi pembunuh sekarang."

Sangmin mengusap kedua matanya yang basah.

"Cukup. Aku minta kita cerai," kata Jian akhirnya.

.
.
.
.

Taruhan; Rasa yang RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang