7. Buronan?!

21 3 4
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Serius ga ada yang bisa dihubungi, Mbak?" tanya Vio menatap penjaga administrasi rumah sakit dengan penuh harap.

"Tidak ada, Mbak. Mungkin mbak bisa kembali lagi besok untuk menghubungi keluarga korban," jawab penjaga tersebut dengan sopan.

"Permisi. Bisa tunjukkan di mana ruangan pasien yang bernama Choi Yeonjun, korban yang baru saja masuk rumah sakit ini karena kecelakaan di lampu merah Jalan Opet?" Seorang pria bertubuh kekar dengan mengenakan kaos hitam polos dan celana levis datang dengan wajah menyeramkan, terlebih di belakangnya terdapat dua pria lainnya yang juga memiliki tubuh kekar.

Penjaga administrasi itu nampak bingung. Kenapa para pria ini mencari di tempat pembayaran? Kenapa tidak melakukannya di tempat antrean pasien?

Pria itu tiba-tiba menunjukkan sebuah kalung identitas, Vio yang kepo pun ikut melihat kartu tersebut.

"Polisi? Buset perawakan preman gini diterima jadi pol-" Vio membungkam mulutnya. Astaga, dia keceplosan.

"Ah iya, Pak. Pasien sedang berada di ruang ICU nomer 56, dia baru saja selesai dioperasi. Silahkan, apa Bapak perlu diantar?" sahut sang penjaga.

"Tidak usah. Saya bisa sendiri."

Sebelum berjalan pergi, polisi itu menatap tajam ke arah Vio. "Nak, lain kali belajarlah mengontrol mulut. Ingat, tidak pandai menjaga lisan adalah bukti tidak pandai menjaga hati."

"Lah?" Vio mengernyit. Inikah yang dimaksud dengan hidayah?

Belum sampai di sana, salah satu anak buah polisi tadi juga mendekat ke arahnya. "Terkadang lisan itu bisa menembus apa yang tidak bisa ditembus oleh jarum."

Vio tertawa. "Bisa aja sih, Pak!"

Tiga polisi itu berhenti berjalan dan kembali menatap Vio intens.

"E-eh. Oh iya, Pak! Saya juga mau ke kamar Choi Yeonjun, ayo sekalian saya antar!" tukas Vio panik.

"Kamu kenal Choi Yeonjun?" tanya pemimpin polisi tadi, fyi namanya Pak Arsa.

Sembari terus melangkah, Vio menjawab, "Baru kenal kemarin. Dia pacarnya temen saya, Pak."

"Saat kecelakaan itu terjadi, apa kamu berada di lokasi?"

"Iya."

Arsa tidak lagi berbicara, yang dia lakukan hanyalah terus berjalan sembari sesekali menatap kepala Vio yang tertutup rambut hitamnya yang pendek.

"Jes!" panggil Vio membuyarkan lamunan Jessie.

Gadis itu segera berdiri ketika sadar bahwa Vio datang dengan membawa pasukan seram.

"Woy, lo bawa siapa tolol?" bisik Jessie ketika Vio berdiri tepat di sampingnya.

"Itu ruangannya, Pak. Kalo mau masuk satu orang aja yah, tadi dokter sendiri yang ngasih peraturan kayak gitu," jelas Vio tak menggubris pertanyaan Jessie.

Taruhan; Rasa yang RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang