21. Sesak

15 1 22
                                    

Pulang sekolah tiba. Minho saat ini sedang bersandar ke dinding pos satpam sembari menunggu Vio lewat. Dia menyunggingkan senyuman miring begitu orang yang ditunggu-tunggu datang.

Setelah Vio dan Jessie melewatinya, Minho menegakkan tubuhnya kemudian melangkah pergi berniat akan mengikuti Vio dari belakang.

Namun tak disangka, seseorang tiba-tiba menarik seragam bagian dada Minho.

"Mau lo apain lagi Vio?" tanya Soobin geram.

Minho berdecih. "Urusan lo?"

"Tangan kiri Vio patah gara-gara lo pukul." Soobin mendorong dada Minho. "Lain kali lawan gue, jangan dia."

Minho diam sejenak. Melawan Soobin sama saja seperti menjadikan dirinya sendiri sebagai samsak. Tahun kemarin karena Soobin adalah ketua osis, Minho jadi sering berurusan dengan cowok itu.

Jika dilihat-lihat, mereka berdua memang memiliki postur tubuh yang sama, hanya saja Soobin sedikit lebih tinggi dari Minho. Namun saat berkelahi, Minho merasa kekuatan Soobin jauh lebih kuat darinya.

"Jadi nama dia Vio?" kekeh Minho semakin memasang ekspresi menantang. "Dia sendiri yang nantang gue, jadi gue ladenin dong."

"Lo udah keterlaluan sampe bikin tangan Vio patah, Bangsat. Gue kasih peringatan, kalo lo ada niatan nyakitin Vio lagi, gue patahin tangan lo sekarang."

"Emang bisa? Lo kuat, tapi hati lo lembek, anj^ng."

"Gue ga lembek, tapi bisa ngontrol emosi, ga kayak lo."

Minho menggertakkan giginya tersinggung. "Oke. Gue bakalan ngomong jujur. Soal ciuman, Vio udah cerita ke lo?"

Soobin melotot kaget. Vio memang cerita, namun tidak untuk bagian ini. "Maksud lo?"

"Jadi dia ga cerita?" Minho tertawa sejenak. "Lo ga tau ya kalo gue baru aja cium bibir dia?"

Soobin mengepalkan tangannya kuat.

"Sebenernya gue udah foto pas bibir gue nempelin bibir dia sih. Cuman hp gue dilempar dari rooftop, jadi ilang. Oh ya, lo tau apa yang paling seru?" Minho mendekatkan wajahnya yang tengil. "Dada dia kesentuh tangan gue pas gue berusaha ngebuka kancing-"

Duagh!

Soobin meninju perut Minho hingga omongan cowok itu terputus.

"Tutup mulut lo," desis Soobin.

Beberapa murid yang ada di sana lantas melihat ke arah mereka. Begitupula Pak Satpam. Beliau langsung keluar begitu menyadari ada yang sedang berkelahi.

"Hey, jangan berkelahi. Bubar!"

Soobin tetap dalam posisinya sembari menatap Minho tajam, begitupula sebaliknya.

"Lo pasti tau 'kan kenapa gue ngikutin dia?" Minho tersenyum miring. "Nafsu."

Soobin muak. Dengan gerakan cepat, dia meriah lengan kiri Minho.

Krak!

"Argh!"

Minho merintih singkat begitu Soobin memutar lengannya hingga menimbulkan bunyi sekaligus rasa nyeri yang teramat dalam.

"Bangsat..." gumam Minho memegangi tangannya yang kaku. Sepertinya sendi engselnya geser sekarang.

Soobin menatap datar Minho yang mulai berjongkok lemas. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, cowok itu pergi begitu saja.

"Liat aja lo," monolog Minho menatap punggu kekar Soobin yang semakin menjauh darinya.

...

Malam yang dingin. Seperti biasa Jessie membantu Jian berjualan roti di tokonya. Tak terasa jam menunjukkan pukul 10 malam. Waktunya menutup toko.

Taruhan; Rasa yang RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang