16. Luka Yang Membekas

16 2 10
                                    

Jika ada laki-laki yang bisa dipercaya Jessie saat ini, maka dia percaya bahwa Taehyun adalah orang yang tepat. Namun, Jessie tak yakin akan menghubungi cowok itu. Lagipula tak mungkin bukan Jessie meminta bantuan Taehyun hanya untuk mengajaknya pergi?

Terlebih mereka berdua sudah terlalu asing. Jessie mengurungkan niatnya. Dia menelpon Vio saja. Temannya itu 'kan bisa gelut.

Baru saja akan menghubunginya, badan Jessie tiba-tiba meremang saat merasakan ada sesuatu yang menyentuh pahanya. Dia melihat ke arah sana untuk mengecek, dan tak disangka memang ada jari mesum di pahanya. Itu tangan si cowok yang baru saja duduk di sampingnya.

Marah, Jessie langsung menamparnya. Membuat seluruh atensi menatap ke arahnya termasuk Yeonjun.

"Bangsat maksud lo apa nampar-nampar gue?!" bentak cowok itu berdiri sembari menatap Jessie nyalang.

"Harusnya gue yang nanya! Maksud lo apa megang-megang paha gue?!" Jessie ikut membentak.

"Minho, Minho!"

Plak!

Cowok yang dipanggil Minho itu berhasil menampar Jessie hingga membuatnya terhuyung ke belakang.

Panas. Itulah yang dirasakan Jessie saat ini. Pipinya terasa sangat panas dan juga perih hingga membuat tangannya bergetar. Memang, tamparan yang berikan Minho tidak main-main meskipun ia seorang perempuan.

Mata Jessie refleks berair.

"Jun, tolongin pacar lo!"

Yeonjun berdiri lalu mendorong kasar dada Minho, ia berjongkok tepat di depan Jessie. Tangan kanannya terangkat untuk menyilakan rambut Jessie yang menutupi wajahnya, namun malah ditepis kasar oleh sang empu.

"Biar gue liat." Yeonjun menarik tangan Jessie yang menutupi pipinya. Dalam hati dia sangat terkejut, tamparan itu berhasil membuat bekas memar yang bisa dibilang cukup parah.

Jessie menatap Yeonjun nanar. "Berengsek," makinya lalu berdiri dan pergi.

"Minho stres! Cewek cantik kayak dia ditampar anying mana sampe memar!" celetuk Taeil mengompori.

Duagh!

...

Jessie berjalan lemas menuju UKS. Kepalanya berdenyut hebat, ia tak pernah ditampar sekeras ini. Ralat, dia tak pernah ditampar.

Jessie menghentikan langkahnya saat merasakan dunia seakan bergoyang. Ingin menghubungi Vio, naas ponselnya tertinggal di rooftop.

Ia menunduk dengan mata terpejam. Kenapa tidak ada orang lewat? Tak mungkin bukan jika dia harus masuk ke dalam kelas seseorang dan meminta bantuan?

Jessie harus menahannya sendirian jika memang tidak ada yang bisa dimintai tolong. Berniat akan lanjut berjalan, Jessie terkejut saat lantai di bawahnya ada bercak merah. Awalnya Jessie bingung bercak apa itu, namun saat mulai merasakan geli di bawan hidungnya, Jessie sadar bahwa ia mimisan.

Gadis itu menopang darahnya sendiri menggunakan kedua tangan, lalu cepat-cepat berjalan pergi.

Semakin melangkah, semakin berdenyut kepala Jessie. Dia tak tahan, tanpa peringatan lagi tubuhnya akhirnya ambruk. Belum sampai lantai, seseorang berhasil menahan tubuh Jessie.

Itu Taehyun.

Dia kebetulan lewat karena memang sudah menjadi kebiasaannya keluar kelas sebelum bel istirahat. Dia tak mau mengantri lama-lama di kantin.

"Jes?" panggil Taehyun. Menyadari Jessie pingsan, ia segera menggendongnya ala pengantin, kemudian berlari menuju UKS.

Sampai di sana, Taehyun merebahkan tubuh Jessie di salah satu brankar. Ia mengambil tisu lalu membasahinya sedikit dan mulai mengelap darah Jessie yang mengenai mulut hingga telapak tangannya.

Taehyun kembali dibuat terkejut saat mengetahui bahwa pipi kiri Jessie memar, ada bentuk tangan di sana. Siapa yang baru saja menampar Jessie?

Taehyun mengambil balok es kecil yang terbalut kain, lalu meletakkannya pelan ke pipi Jessie yang memar. Sambil melakukannya, Taehyun menatap wajah damai Jessie yang pingsan dengan perasaan terkoyak.

Rindu? Tentu saja.

...

Yeonjun kembali dengan perasaan yang buruk. Ia akan pergi ke UKS untuk mencari Jessie. Dia yakin Jessie di sana, karena dahulu Alyn selalu bilang bahwa kalo dia cedera pasti bakal langsung pergi ke UKS.

Siapa tau Jessie juga melakukan hal yang sama?

Sampai di sana, Yeonjun menghentikan langkahnya di depan pintu. Ada Taehyun di sana. Cowok itu memandangi Jessie sambil menempelkan balok es ke pipinya.

Melihat perlakuan Taehyun, entah kenapa Yeonjun merasa bahwa dirinya lah yang jahat?

Yeonjun menghela napas kasar. "Bangsat," gumamnya.

...

Jessie terbangun. Ia mendesis pusing kemudian duduk pelan-pelan.

"Kok bisa gue di sini?" gumam Jessie, mengingat dirinya memang sudah pingsan terlebih danulu sebelum sampai di UKS.

Jessie menatap sekeliling. Tak ada siapapun selain dirinya. Dia baru ingat bahwa hidungnya juga sempat mimisan, namun saat dipegang, tak ada yang basah. Bahkan tangannya juga sudah bersih.

Jessie tersenyum senang. Siapapun yang menolong Jessie, dia sangat berterima kasih kepadanya.

Gadis itu menatap jam dinding yang terletak di atas pintu masuk. Ternyata sudah pukul 10 pagi. Sebentar lagi istirahat menjemput.

Sebelum mengalihkan pandangan, kedatangan seseorang membuat Jessie terkejut.

Itu Yeonjun. Dia datang dengan wajah yang sedikit babak belur. Entah apa yang dilakukannya, Jessie benar-benar jadi keinget Taehyun.

Dulu, dia selalu mengobati luka lebam Taehyun yang memang sering bertengkar dengan anak lain.

Tapi, bagaimana Yeonjun bisa tau dirinya ada di UKS? Apa cowok itu yang mengantarnya ke sini?

Yeonjun duduk di brankar sebelah Jessie, menatap mata gadis tersebut sambil meletakkan kedua sikunya di lutut. "Gue ga terima sama keadaan gue."

Jessie membalas tatapan Yeonjun.

"Setelah Alyn pergi gue sendirian. Gue terus kepikiran dia sampe hampir bikin gue gila. Tapi lo liat Taehyun." Mata Yeonjun yang penuh emosi itu mulai berair. "Dia tetep ngejalanin hidup seakan ga ngerasa bersalah sama keadaan Alyn yang udah mati gara-gara dia."

Yeonjun menunduk sebentar. "Dia bahkan pacaran sama lo."

Jessie diam dengan kedua alis yang saling bertaut.

"Lo pasti udah tau 'kan masalah gue sama Taehyun apa? Coba bayangin keadaan lo sama kayak gue. Gue bunuh Taehyun, tapi ga dipenjara dan keliaran di sekitar lo pake muka ga tau diri."

Yeonjun menghempuskan napasnya yang terasa sesak. "Jangankan lo, semuanya juga ga ada yang terima, Jes."

"Gue cuma pengen Taehyun ga keliatan baik-baik aja selama gue juga ga baik. Itu doang Bangsat. Makanya gue mau dia ngerasain apa yang gue rasain." Yeonjun mencekram dadanya saat merasakan sesak yang luar biasa.

Jessie yang melihat itu pun mulai panik. "Njun? Lo ga papa?"

Tak ada jawaban, Jessie segera mencari sesuatu di kotak obat. Berharap semoga menemukan inhaler di sana.

Sialnya tidak ada.

"G-gue ga bisa napas, Bangsat," lirih Yeonjun.

"Haduhh!" Jessie semakin panik. "Tunggu di sini, gue panggilin guru!"

Jessie berlari keluar dari UKS. Bersamaan dengan itu, bel istirahat berbunyi. Jalanan yang awalnya sepi mendadak ramai murid.

Saat hampir sampai, Jessie bertabrakan dengan seseorang. Beruntung dengan cekatan orang itu menarik tangannya supaya tidak terhuyung ke belakang.

"Kenapa, Jes?" tanya Soobin heran.

Jessie menatapnya cemas. "Bang, Yeonjun kambuh! Gue mau panggil guru dulu-"

"Ga ada waktu, ayo bawa dia ke rumah sakit!"

.
.
.
.

Taruhan; Rasa yang RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang