Saat memasuki ruangan, Jungkook melihat Choi Namjoon, senior dari kantor cabang sedang mempermainkan bolpoin dengan tatapan serius dari balik kacamata yang membingkai kedua mata sipitnya. Alisnya yang tegas nyaris menyatu ketika dahinya memperlihatkan kerutan halus.
Sebagai seorang agen khusus, Jungkook cukup terlatih memahami bahasa tubuh dan membaca makna tersirat. Gerak-gerik yang dilakukan oleh Namjoon sudah lama sering dilakukan oleh para agen seniornya.
Namjoon baru saja memperlihatkan hal itu, dan Jungkook sangat tahu artinya.Masalah serius.
Saat Namjoon yang datang ke sini, biasanya ini adalah tugas penyamaran. Bukan berarti pekerjaan penyamaran tidak disukainya, bahkan selama beberapa tahun terakhir, tugas jenis itulah yang kebanyakan ia tangani. Tapi ia baru saja menyelesaikan sebuah penugasan yang melelahkan, dan sebenarnya ia hanya siap untuk beristirahat dulu.
Jungkook duduk di salah satu kursi di hadapan meja Namjoon. Sambil memerhatikan seniornya itu sedang menekan ujung bolpoinnya. Semua orang tahu, bahwa menekan ujung bolpoin banyak kali, lebih parah dari sekedar mempermainkannya.
Jungkook tak perlu menunda-nunda lagi. "Katakan saja, Kapten. Aku paham gerak-gerikmu."
Namjoon menyambut dengan seringai. "Selamat pagi juga, Sobat. Dan selamat datang kembali. Aku merindukan obrolan kita, saat sebelum kau berangkat menyusul Senior Lee menangani kasus Gageodo."
"Maaf. Biar kuulangi. Senang rasanya kembali ke sini, Pak. Terima kasih," ucap Jungkook sedikit sarkas yang mengundang tawa Namjoon.
"Kau tidak kesulitan menemukan ruanganmu, kan?" Tanya Namjoon mengalihkan pembicaraan.
Jungkook mencoba mengambil posisi nyaman, sambil mengacuhkan pertanyaan Namjoon. Memang benar, selama ikut andil di Operasi Gageodo, ia tak banyak berada di kantornya. Dan anehnya, ia sadar bahwa dirinya memang merindukan obrolannya dengan Namjoon. Kapten tim yang satu ini memiliki kelebihan pada senyuman manis sebab dihiasi oleh dimple dikedua pipinya.
"Aku berkeliling lantai ini sampai kutemukan pintu yang biasa aku masuki. Sejauh ini belum ada yang mengusirku dari sini. Jadi kupikir aku berada di tempat yang semestinya." Jungkook memandang ke arah Namjoon dengan tatapan datar. "Dahimu memiliki kerutan halus, Kapten Choi."
Namjoon menggerutu. "Itu karena aku menghabiskan hampir dua bulan waktu hidupku untuk mengkhawatirkan mu tidak mengacaukan penyidikan bersama Kapten Lee."
Jungkook menyandarkan punggungnya dengan nyaman. "Pernahkah aku membuatmu ragu akan kemampuanku?"
"Mungkin saja. Barangkali kau lebih lihai menutupinya."
"Benar juga," singkat Jungkook tidak mau berbelit-belit lagi. "Apa kau ke sini mau memberitahuku kabar buruk, Kapten Choi?" Tanya Jungkook langsung pada intinya, karena cukup bagi mereka basa-basi sampai di sini.
"Kau sungguh yakin aku akan memberitahumu sesuatu?" Namjoon masih mempertahankan obrolan basa-basi di antara mereka sembari memasang tampang lugu, lalu menunjuk ke arah bolpoin yang sudah tergeletak di atas meja. "Tak bisakah aku mengobrol sambil minum kopi di dalam ruangan dengan junior terbaikku?"
"Oh jadi sekarang aku junior terbaikmu?"
"Sejak dulu. Sejak kau memulai bergabung lalu misi pertamamu."
Jungkook kemudian beranjak dari kursinya menuju dispenser air untuk menyeduh dua kopi panas menggunakan cangkir kertas yang memang tersedia di ruangannya, sesuai dengan permintaan Namjoon—seniornya tersebut.
"Sebenarnya, aku tak bercanda soal mengobrol tadi. Kudengar operasi Gageodo berakhir buruk," ujar Namjoon yang menaikkan satu alisnya. "Berakhir buruk bagi kehidupan Kapten Lee," lanjutnya mengoreksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Heaven and Hell
ФанфикEbook Project "Selama ini kupikir kau adalah obat dari segala rasa sakitku, tapi ternyata kau adalah sumber dari rasa sakit itu sendiri." _________________________________________ Hidup Yeorin yang sederhana berubah drastis setelah diselamatkan ole...