Lullaby 18

58 9 2
                                    

"Tidaaaak!!!!" Pekik Boruto dalam tidur. Manik biru nya segera terbuka guna terlepas dari mimpi itu.

Melihat sekeliling, dia hanya seorang diri. Hujan  sudah reda menyisakan titik-titik embun.

"Aduh, mengapa dia jadi seram begitu?" Gumam Boruto seraya mendudukkan diri. Termenung sejenak memikirkan sosok Mitsuki yang masih tergambar jelas. Pria tak main-main. Setiap kata nya begitu jelas. Boruto mulai memikirkan benarkah apa yang ia saksikan di dalam mimpi? Telah ada skenario di antara Mitsuki dan Sumire mengenai skandal nya sengan Sarada. Kalau di pikir-pikir dosa sebesar itu mana mungkin mudah di maafkan. Dan lagi, ia berpikir mungkin Dewa telah mengatur ulang kehidupan sehingga menjadi berbeda dari yang seharusnya. Mustahil, tapi ia berusaha berpikir positif.

"Jadi yang benar, yang mana? Sarada, kau harus lebih berhati-hati."

Boruto mulai pusing. Mungkin ada baiknya ia keluar mencari udara segar.

"Oh, suamiku sudah bangun!"

"Sumire, mengapa kau meninggalkanku?"

"Aku tidak takut mengganggu tidur mu."

"..." Boruto tercenung. Bisik hatinya terus berkata bahwa wanita ini sangat cantik.

"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Kau ada waktu, kan?"

"Tentu, udara sehabis hujan pasti sangat menyegarkan!"

Ah, aku teringat Sarada lagi. Batin Boruto.

...Lullaby...

"Kau... lebih suka pada istrimu yang dulu, kan?"

"Apa bedanya yang dulu dan yang sekarang."

"Mitsuki, aku paham kau takkan mengerti tapi ini-"

"Sudahlah, kau hampir merusak suasana."

"Hah?! A-ap-apa?! Ekhem.. ekhem.. baiklah, maaf."

Mana mungkin aku bisa mengatakannya?

Wush!!

Angin dingin menusuk tulang berhembus di sekita mereka. Sarada menyesal mengapa ia meminta Mitsuki untuk menyuruh kusir pulang lebih awal. Atau seharusnya ia membawa pakaian hangat sehingga tidak kedinginan.

"Oh, ada kau rupanya." Sarada terkejut bukan kepalang. Dalam tunduk ia seperti mendengar suara Sumire menyapa suaminya.

"Ayolah, jangan memasang wajah seram. Ini adalah perbatasan wilayah utara dan selatan."

Memang benar. Mengapa mereka harus bertemu disaat Sarada telah kehilangan muka di hadapan Sumire? Terlebih lagi, bagaimana jika Boruto juga ada disini? Apa ini sudah direncanakan? Tapi cara Mitsuki menenggapinya seakan ini hanya kebetulan. Ada banyak pertanyaan melingkupi pikiran Sarada saat ini.

"Apa ini tujuanmu mengajakku kesini? Ini bukan kebetulan, Sumire."

"..."

"Aku merasa bodoh karena dengan mudahnya kau memaafkanku."

"..."

"Dan Mitsuki... aku merasa bersalah karena itu. Aku ingat belum meminta maaf padamu."

Tersenyum, hanya itu jawaban untuknya. Sarada juga sangat ingin meminta maaf pada Sumire tapi ego nya terlalu kuat, karena dasarnya itu bukan murni perbuatannya. Boruto dan Sarada masih belum bisa mencerna apa yang terjadi hari ini.

"Kami juga ingin mengatakan hal penting pada kalian." Ucap Boruto tiba-tiba.

Boruto, jangan bilang kau akan... Batin Sarada khawatir.

Sekali lagi kencang menyapu mereka bersama rasa pusing yang mendadak hadir.

"Kalian baik-baik saja?" Tanya Sumire. Wanita baik ini mungkin masih marah sampai tak mampu bersikap khawatir.

Tidak ada waktu untuk memikirkan hal buruk. Boruto hanya ingin mengutarakan kebenaran. Semakin mencoba, tubuhnya semakin lemah. Baik Mitsuki atau Sumire, tidak ada yang berinisiatif menolong. Di tengah rasa panik, dentuman keras terdengar memekakan telinga. Kastil di bali kabut, tempat masalah ini dimulai tampak runtuh menyisakan debu material.

Apa lagi ini? Aku semakin tidak mengerti.

"Kemarilah, Sarada." Bisik Mitsuki seraya memeluk.

"Maaf aku sudah mengecewakanmu. Dengan jujur ku katakan bahwa aku mencintaimu." Setiap kata ini membuat bulir air matanya mengalir. Ia merasakan ketakutan yang luar biasa akan kehilangan suami beserta seluruh kehidupan ini.

"Kehidupan yang lebih sedang menantimu. Terimakasih sudah membahagiakanku."

Bicara.... apa.... Batin Sarada lalu terlelap.

Sementara itu, Boruto tak bisa bergerak saat Sumire mendekapnya. Terasa angin kencang mulai mereda. Rasa sakit mendera mulai sirna menyisakan kebingungan.

"Sumire, apa sebenarnya kalian tahu apa yang terjadi pada kami?"

"Ini adalah takdir yang ditentukan Dewa."

"Ka-kau..."

"Takdir telah tertulis. Kita akan bertemu di kehidupanmu selanjutnya."

"Tu-tunggu... a-aku tidak.... mengerti...."

Crass!!!!

Dengan tanpa bersalah mereka menarik sebuah belati yang tertancap di punggung pasangan mereka. Darah mengalir deras semakin erat mereka memeluknya.


Tbc....

LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang