Lullaby 17

62 8 4
                                    

Waktu terus berlalu. Sudah bosan menghitung berapa lama mereka tinggal. Setiap kebahagiaan yang mereka dapatkan kadang membuat mereka lupa. Mungkin sudah setahun, atau mungkin lebih dari itu. Dunia ini seakan tak memiliki zona waktu.

...Lullaby...

Bila di utara Boruto tengah bergelimang kebahagiaan, di selatan ada Sarada yang kembali bermuram durja seperti saat ia baru tinggal disini.

"Yang Mulia, mengapa anda tidak memakan manisan nya?" Kepala Pelayan bernada panik.

"Siapa yang mau makan benda menyeramkan itu?"

"Astaga, saya langsung kesini begitu mendengar anda menangis."

"Ya sudah, sekarang kau bisa keluar."

"Tapi Putri, jika anda tidak segera memakannya, nanti Raja dan Ratu marah."

"..."

"Nah, bukan hanya itu! Yang paling seram itu Putra Mahkota!"

"Mereka itu manusia biasa, tidak akan memakanmu."

"Aduh, bukan begitu! Po-pokoknya anda harus makan, ya! Coba lihat cermin, anda begitu pucat!"

"Itu karena Putra Mahkota mu!! Dia yang salah!!"

"Iya...iya, maafkan saya." Ucap Kepala Pelayan lagi dengan semu merah di wajah.

Sekarang benar-benar sepi. Kepala Pelayan tidak datang lagi. Mitsuki juga belum kembali dari rutinitasnya.

"Dia... masih sibuk ya? Apakah aku selalu di benaknya?"

Kedua matanya melotot karena ucapannya sendiri. Terkejut bahwa kini ia sudah tidak normal seperti dulu.

"Bicara apa aku ini?!! Apa aku ada dibenaknya?! Siapa yang peduli?! Cih, si pucat itu bahkan sering acuh di dekatku!"

Tapi...

"Aku mencintainya,kan? Kalau aku tidak mencintainya, lalu bagaimana bisa aku-"

"Mengapa?"

Sarada terperanjat. Menoleh sedikit saja rasanya sangat berat.

"Mi-Mitsuki... sejak kapan kau di pintu?"

"Entahlah."

"Setidaknya kau ketuk pintu atau semacamnya. Mengagetkan saja!"

Mitsuki masuk mendekatinya. Merangkak di ranjang lalu mencermati rona merah pipi Sarada.

"Banyak sekali keluhan dari para pelayan. Katanya kau mengamuk."

"Berlebihan. Itu tidak benar!"

"Setidaknya kau jangan berisik." Ucap Mitsuki seraya memakan bola manisan.

"Tunggu, itu..."

Milikku... dan itu sangat pedas...

"Kalau kakak ipar tahu dia pasti akan merajuk."

Sarada mulai diam memperhatikan kedua kakinya. Sedikit bengkak meski masih cantik.

"Maafkan aku ya, aku malah membuatmu kerepotan."

"Tidak, sudah terlanjur."

Mitsuki tertawa kecil. Keadaannya sudah tak tertolong. Mengungat masa itu saja membuatnya tak henti tersenyum. Oh, Sarada yang tak berdaya lalu takluk begitu saja.

"Mau kemana?" Tanya Sarada melihat suaminya yang hendak pergi lagi.

"Kembali pada pekerjaanku."

"Begitu, ya?"

LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang