Resah

580 43 3
                                    

Cuaca terik daerah pesisir tidak perlu ditanyakan lagi.

Namun seterik apapun, tidak menyurutkan semangat tiga anak dara keluarga natio yang sangat antusias untuk bermain disana.

Lihat saja Gracia, Zee dan Christy yang sudah berlari cepat untuk menerjang ombak dibibir pantai yang datang menabrak kaki-kaki mereka.

"Adek...Zoy..jangan terlalu kesana nanti ombaknya kencang!" Teriak Melody yang berada tak jauh dari posisi mereka.

"Ge..awas ada ubur-ubur." Peringat Shani pada Gracia yang berjalan ditempat yang diberi tanda peringatan ubur-ubur.

Gracia tertawa kecil melihat wajah khawatir Shani lalu berjalan menjauhi area itu.

"Kamu bikin jantung Cici lompat aja deh Ge.."ucap Shani saat sudah berjalan bersama Gracia.

"Santai ci..aku gapapa kok." Ucap Gracia sambil menyenggol bahu Shani.

Dipantai itu akhirnya kelima saudari itu bermain sepuasnya.

Menaiki jetski, banana boat, dan bermain voli Pantai.

Energi 3 gadis muda diantara mereka berlima sangatlah banyak hingga mereka tidak mudah menyerah mencoba banyak permainan.

Memang sudah menjadi impian lama mereka bermain dipantai Parangtritis, Yogyakarta.

Terakhir kali mereka bermain disana saat si Kembar liburan SD.

Lalu mereka tidak pernah kembali lagi ke Yogyakarta saat sang bunda mulai jatuh sakit.

"Ci Shaniiiii ayo kita main sepeda." Teriak Gracia pada Shani yang sedang duduk pada sebuah batu karang besar.

Entah kenapa kepalanya terasa sangat pusing hingga ia memutuskan untuk beristirahat setelah bermain Voli bersama Zee tadi.

Melihat wajah ceria Gracia membuatnya merasa bahagia dan tak bisa menolak.

Akhirnya Shani pun turun dari batu karang itu dan akan menghampiri Gracia.

Namun tiba-tiba saja, pandangan matanya memburam dan tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan.

Seperti pukulan bertubi-tubi menyerang bagian kepalanya dan sukses membuat Shani merintih kesakitan dan meremas kepalanya dengan kedua tangannya.

Tubuhnya sudah tersungkur diatas hamparan pasir putih pantai itu.

Gracia yang melihat itu dari kejauhan melemparkan sepeda yang dibawanya tadi dan bergegas menghampiri Shani yang merebah diatas tanah pantai.

"Cici...ci kamu kenapa ci???" Tanya Gracia sambil menarik tubuh Shani pada pangkuannya.

Shani tak menjawab dan hanya terus melenguh menahan sakit di kepalanya.

"Ci...say something!! Bilang aku harus apa ci!!" Gracia benar-benar panik dan kedua matanya mulai berair.

Shani mendengar betapa gemetarnya sang adik saat ini dan ia sadar ia harus melawan sakit itu untuk menenangkan kekhawatiran Gracia.

Perlahan ia mengontrol nafasnya yang semula tak beraturan.

Rasa pening dikepalanya mulai berangsur mereda dan pandangannya mulai membaik.

Wajah sedih, dan kalut Gracia kini terlihat jelas.

"Ci..." Panggil Gracia lirih.

Demi tuhan, Shani sangat membuatnya ketakutan.

Pasalnya posisi mereka sangat jauh dari adik-adik dan kakak sulungnya.

Dan disekitar situ tidak ada orang sama sekali selain turis asing.

Tidak mungkin Gracia meminta tolong pada mereka.

"Ge..." Ucap Shani lemas. Tubuhnya terasa sangat lemah namun ia berusaha kuat dihadapan Gracia.

"Cici kenapa?? Ada yang sakit?? Kita kerumah sakit ya..." Ucap Gracia dengan airmata yang masih menggenang dipipinya.

Shani mencoba tersenyum dan membangunkan tubuhnya yang semula terbaring dipangkuan Gracia.

"Ssstt udah jangan nangis. Tadi Cici cuma migrain aja ge..kamu kan tau Cici ga bisa tahan kalau udah migrain." Ucap Shani sambil menghapus airmata Gracia.

"Enggak!! Cici bohong!! Cici emang sering migrain tapi gak pernah sampai kayak tadi." Ucap Gracia mengelak alasan Shani.

"Ge.. Cici kapan sih bohong sama kamu?? Kita serumah, sekamar juga. Mana bisa bohongin kamu??" Shani masih berusaha meyakinkan Gracia.

Dengan senyuman ia menatap wajah khawatir Gracia yang menatapnya lekat.

Gracia terdiam menatap mata Shani.

"Yuk..kita susul yang lain..mau naik sepeda??" Ucap Shani sambil berdiri dan mengulurkan tangan pada Gracia yang masih duduk diatas pasir.

Gracia menuruti tanpa kata.

Shani memutuskan untuk menaiki sepeda dan menuruti perintah Gracia untuk duduk saja diboncengan sepeda sementara Gracia yang mengendarai sepeda itu.

Karena merasa tubuhnya sangat lemas, Shani pun mendekap tubuh Gracia dan memejamkan matanya.

Gracia tak keberatan dengan hal itu, ia justru mengeratkan pelukan Shani di perutnya agar tak lepas dengan sebelah tangannya.

Sejak diperjalanan menuju Yogyakarta dari Jakarta Shani juga tak banyak bicara.

Matanya hanya menatap sendu kearah jendela mobil.

Gracia memperhatikan hal itu dan merasa gelisah tanpa alasan dibuatnya.

"Cici kenapa??apa yang cici tutupin dari aku? "





Tbc





Green Flash MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang