Chapter 18

66 6 0
                                    

"Kenapa harus mereka bertiga yang jadi korban lo Yura? salah mereka apa emangnya?" ujar Zeanne.

"lo semua munafik. Riki yang selalu pukul Kenzie karena gak ngasih contekan kalo lagi ujian, gue bunuh dia pake cara yang sama. Mulut Vicky yang ngomong seenaknya sampe Kenzie trauma, gue robek dengan sempurna. Hellen yang tau semuanya dihari Kenzie disiksa sama Riki tapi malah diem aja, gue cekik dan bekap mulutnya sampe dia tewas. Bukannya itu yang dinamakan ke-a-di-lan?"

Mulut mereka menganga mendengar penjelasan Yura. Dia berbicara dengan sangat enteng seolah tidak takut apapun termasuk konsekuensi yang akan dia hadapi. Memang perbuatan ketiga temannya itu tidak bisa dibenarkan, namun pembalasan ini juga tidak ada bedanya. Sama-sama membenarkan kejahatan. Apalagi Yura seorang remaja, jalan hidupnya masih panjang. Apa yang akan terjadi kedepannya?

Ia akan dicap sebagai pembunuh berantai diusia yang masih sangat muda. Jejak digital akan selalu ada, tak akan terhapus. Selamanya akan menjadi kehidupan buruk baginya.
"Gue juga sengaja kambing hitamkan Balqis supaya gue aman,"
ia menjeda perkataanya sejenak.
"dan gue benci sama cewek sok cantik itu karena pas Kenzie nyatain perasaannya ke dia malah ditolak dan berujung hina Kenzie."

Pernah suatu hari Kenzie memberanikan dirinya untuk menyatakan perasaan yang ia pendam kepada Balqis.
Namun, tanpa diduga Balqis malah membawa nama keluarga nya yang bisa dibilang tidak harmonis alias broken home dihadapan semua orang. Tentu itu membuat Kenzie merasa kesal. Jika dirinya ditolak tidak apa-apa dan masih bisa terima,tetapi bila hinaan yang dilontarkan menyangkut fisik dan keluarganya maka rasa suka itu akan berubah menjadi kebencian.

"Glenn! Gimana rasanya gabung sama mereka?" Tekan Yura kepada Glenn yang sedari tadi menunduk dan terdiam seribu bahasa.
"Bentar, gimana Yura?" ada yang aneh menurut Meira.

"Bodoh! Glenn sodara kembar Kenzie, Mei. Nama aslinya Kenzo." kali ini Jevon yang menjawabnya.

Benar kan?
Bagaimana bisa ada orang yang sangat mirip jika bukan saudaranya?
Mereka yang berpikir tidak mungkin karena kurang tahu lebih dalam mengenai kehidupan Kenzie. Dan sepertinya masih banyak rahasia tersembunyi yang membuat semua orang disana jantungan.
"Bintang! Gue mau nanya sama lo, tau gak alasan kenapa gue kecualiin lo sendiri?"

Ah, benar.
Ada satu murid 3-2 yang tidak diikat didepan, dia berada diantara kelas yang lainnya. Hanya dia, satu-satunya murid dikelas itu yang tidak masuk kedalam daftar balas dendam Yura lebih tepatnya Kenzie.
Bintang hanya melongo, ia juga tidak mengerti sebenarnya.

"Karena Lo pernah bantu Kenzie dari amukan Riki, tapi sayangnya malah jadi target bully Riki. Makanya kan Lo berhenti bantu Kenzie?"

Memang ada suatu saat dimana dia membantu Kenzie dengan membalas pukulan ke Riki. Sayang seribu sayang, Bintang yang cukup lemah melawan dua orang yaitu Gavin dan Riki membuatnya kalah dan berakhir babak belur. Kenzie pun tak tega melihat itu, hingga akhirnya dia berkata bahwa tidak perlu dibantu. Kalau tidak, maka segala sesuatu akan menjadi semakin rumit bagi Bintang. Ternyata, hal itu membuat Kenzie mengecualikan pembalasan nya kepada Bintang meskipun hanya dibantu satu kali.

"Makasih bintang." ucap Yura tersenyum tulus.

"Harusnya gue dari awal bantu Kenzie juga, mungkin gue gak akan berakhir kayak gini."
ujar Shella dengan nada pilu.

Wiuwiuuwiuu

Terdengar suara mobil polisi dari luar, hal itu membuat amarah Yura kembali meledak.
"Siapa yang telpon polisi? sialann!"
lalu ia menoleh pada lelaki disampingnya,

"Jevon, kita harus gimana?  bilang semua Hp mereka udah disita!"
Ponsel para murid memang sering dikumpulkan jika waktu pelajaran sedang berlangsung, seperti sekarang ini. Jevon berkata bahwa semuanya aman. Namun ternyata masih ada yang tidak mengumpulkannya dan menelepon polisi membuat Yura risih dan takut. Polisi akan berhasil membuka pintu auditorium dengan senjata mereka.

Sial

Yura terus mengumpat dalam hatinya, karena ia baru saja memulai permainan tetapi malah akan dihancurkan dengan kedatangan polisi.

Dorr

Dorr

Dorr

Suara tembakan dari luar semakin terdengar nyaring. Tidak ada lagi yang bisa Yura lakukan kecuali dirinya segera membunuh mereka.

"Sialan!!"

Brakk

Pintu telah terbuka dan polisi berlarian masuk kedalam sambil menodongkan senjata para Yura dan Jevon. Yang lainnya mengamankan murid-murid, kecuali murid kelas 3-2 yang berada dibelakang Yura, karena dia dan Jevon juga menodongkan pisau beserta pistol. Mereka cukup berani berhadapan dengan polisi.

"Apa yang harus kita lakuin Jev!"

Yura membentak Jevon karena saking kesalnya, rencana yang ia persiapkan matang-matang hancur begitu saja karena polisi.
"Lo tenang aja Yura! Gue gak akan biarin kita ditangkap polisi."
Jevon kemudian menyandera para murid kelas 3-2 dan menodongkan pistol itu kepada mereka lalu mengancam polisi.

"Kalo kalian berani macem-macem, maka semua orang ini akan mati!"

Jevon berkata dengan lantang dihadapan para polisi. Urat lehernya sampai menyembul keluar membuktikan bahwa dia sedang tidak bermain-main.

"Jevon apa-apaan lo!"

Yura tidak setuju dengan Jevon, menurutnya dia terlalu ceroboh. Bisa-bisa dirinya ditembak oleh polisi karena melanggar aturan.

"Angkat tangan!!"

Dorr

Para polisi menembakkan kembali peluru mereka ke langit-langit ruangan.Hingga yang mendengar itu langsung menutup telinga masing-masing.

Yura spontan mengambil pistol yang Jevon genggam. Lalu berkata,
"Jevon ayo kita akhiri disini. Makasih udah bantu gue."
Air matanya luruh seketika, lalu tanpa aba-aba dia menembak seluruh murid kelas 3-2 dengan brutal. Polisi terkejut dengan aksi nekat gadis itu, tanpa sadar semuanya habis tak bersisa. Nyawa mereka telah direnggut oleh seorang Yura yang dibutakan oleh dendam dan amarah. Hanya satu yang tersisa, yaitu ayah Yura.

"Pah maaf ya, tapi rasa sakit yang aku terima udah jadiin aku monster yang gak punya perasaan."

Lalu,

Dorr

Tangan Yura gemetar saat dirinya menembak ayah kandungnya sendiri. Ia benci padanya karena dulu dia lah yang menghancurkan hidupnya. Ayahnya hanya peduli pada uang dan kekuasaan sampai melupakan keluarga. Hingga akhirnya Yura terpaksa dijauhkan dari Kenzie.
Di lubuk hatinya, ia merasa bersalah dan tak tega. Tetapi sepertinya ini adalah jalan terbaik untuk mereka.

"YURA!! ANGKAT TANGAN KAMU!!"

Namun bukan mengangkat tangan, Yura malah mengangkat pistol yang ia genggam dan membidik kepalanya sendiri.

"Saya lebih baik ma-ti!"

Ucap Yura putus asa.
Tentu saja ia berpikir, apa ada orang yang merupakan pembunuh berantai akan bebas dari hukuman?

Bila pun ada, sepanjang hidupnya akan terus menderita dan terbayang-bayang rasa penyesalan yang mendalam.

"Yura berhenti!!!"

Walaupun Jevon berusaha menghentikannya, tidak mengubah keputusan Yura untuk bunuh diri.

Dia lelah. Dunia ini di liputi oleh keegoisan manusia itu sendiri. Membuatnya harus mengikis harapan yang ada di kehidupan nya selama ini.
Maka sebenarnya siapa yang pantas disalahkan?

Ia menembak kepalanya sendiri setelah menuntaskan pembalasan yang diharapkan Kenzie.

Semuanya telah usai.

~~

Di sebuah rumah sakit ada seorang gadis yang terbaring lemah. Ia sedang dirawat karena berusaha untuk bunuh diri.

"Yura, gue mohon bangun."


END

Inured: HHS |04L (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang