"Apaan sih, gitu doang aja dibanggain,"
Alex mengunyah malas bekal yang ia bawa dari rumah. Dengan raut wajah kesal dia menghentak-hentakkan sendoknya ke kotak bekalnya.
Sedangkan saudaranya, Jo, yang menjadi bahan celaan Alex hanya bisa berdecak, "Kan aku yang suka kak Raja, kalo kamu ga suka, mending diem deh," sahut Jo dengan tak kalah kesal.
Sapta hanya bisa geleng-geleng kepala melihat pertengkaran dua anak kembar itu. Mereka bertiga memang sudah dekat dari SMP, sehingga bukan hal baru bagi Sapta untuk melihat kakak adik yang bagaikan Tom and Jerry ini.
Tiba-tiba, ada seseorang yang mendekat ke meja mereka sambil membawa sekotak susu dan bekal. Nampaknya dia kebingungan karena hampir semua meja di kantin sangat penuh saat jam istirahat berlangsung.
"Maaf, meja yang lain penuh. Boleh numpang di sini bentar ga? Aku ga bakal lama kok makannya,"
Laki-laki berpostur jakung itu membungkuk dan sedikit mengeraskan suaranya agar terdengar. Sapta dan Jo mengangguk, sedangkan Alex tidak menggubris sama sekali kehadiran laki-laki itu.
"Santai aja, sini duduk,"
Laki-laki itu tersenyum dan duduk di samping Alex. Laki-laki itu juga menoleh ke arah Alex hanya untuk sekedar mengangguk. Tapi lagi-lagi, Alex mengacuhkan keberadaan laki-laki itu.
"Biarin, dia emang begitu anaknya. Kalo bukan anak pinter, ga mau noleh dia," ujar Jo.
Sapta menyikut lengan Jo, menatap laki-laki kembaran Alex itu dengan melotot. Gila, orang baru lho di depan, batin Sapta.
"O-oh gitu ya. Oke deh..." ujar laki-laki itu dengan tersenyum kikuk.
"Dari kelas mana?" tanya Saka.
"Oh aku? Kevin Tanaka, dari kelas XII IPS 3," ujar Kevin.
Seketika Jo dan Sapta langsung mengucap beribu maaf karena telah bersikap kurang ajar ke senior mereka. Apalagi notabene hari ini mereka masih dalam minggu-minggu MOS, masih menjadi sasaran empuk bagi kakak kelas yang ingin menghukum anak-anak baru.
"Gapapa, santai santai. Aku orangnya ga baperan kok," ujar Kevin.
Masih di posisi yang sama, Alex enggan untuk berbaur dengan obrolan mereka. Ia memilih merapikan kotak bekalnya dan pergi menjauh dari dua teman dekatnya dan satu orang asing yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"Cabut duluan. Bye,"
Setelah sosok Alex tak nampak dari pengelihatan Jo dan Sapta, mereka akhirnya meminta maaf kepada Kevin atas perilaku Alex.
"Maaf banget ya kak. Anaknya emang gitu. Maaf banget kalo kakak ngerasa ga enak sama sikapnya," ujar Jo.
"Gapapa kok beneran. Kalian deket ya sama dia?" tanya Kevin.
"Aku saudaranya, Jo. Kita bertiga udah temenan dari SMP," tutur Jo.
Kevin hanya mengangguk dan melanjutkan memakan bekalnya karena waktu istirahat yang tersisa tinggal 10 menit. Sedangkan Sapta dan Jo lebih memilih untuk pamit terlebih dahulu karena setelah ini mereka ada mata pelajaran biologi di lab.
s.t.o.i.k
"Please deh Lex, kalo kamu ga bisa baik ke orang, setidaknya sopan. Orang yang tadi duduk di meja kita, kakak kelas tau," tegur Jo kepada Alex.
Alex hanya merespon dengan mengendikkan bahunya. Ia tidak minat. Dia hanya mengenal kakak kelas berprestasi saja. Sisanya, dia tidak mau tahu.
Mereka bertiga berjalan menuju ruang lab, meletakkan buku-buku mereka di atas meja panjang dan mulai mendengarkan arahan dari guru biologi mereka.
Ketika Alex tengah fokus dengan buku dan catatannya, matanya tiba-tiba beralih ke arah jendela luar. Matanya memicing lucu ketika ia mendapati ada seseorang yang dikaguminya, tengah berjalan melewati kelasnya.
Gila, kak Bram keren banget, batin Alex sumringah.
Namun sedetik kemudian, senyum itu sirna ketika ia mendapati orang asing yang tadi duduk di sebelahnya dengan santai menghampiri Bram.
Dih, apaan sih. Harusnya kak Bram ga bergaul sama orang-orang kayak dia, batin Alex lagi.
Sapta yang menyadari arah pandang Alex yang sudah tidak terpaku pada penjelasan guru di depan, hanya bisa menyikut lengan Alex pelan.
"Perhatiin gurunya, kasmarannya bisa nanti," bisik Sapta.
s.t.o.i.k
"Pulang?"
Alex menggeleng ketika Jo bertanya kepadanya, "Ada interview untuk seleksi MPK," respon Alex.
"Oh oke deh. Ku langsung ke ruang teater aja kalo gitu. Nanti pulang bareng ya," ujar Jo.
Alex hanya mengangguk pelan. Teman mereka, Sapta, sudah lebih dulu pulang karena memilih untuk tidak mengikuti kegiatan apapun. Alex mempersiapkan jawaban-jawaban yang mungkin akan membuat kakak-kakak MPK terkesan.
Secara teknis, dia pintar bukan?
"Gampang sih harusnya," gumam Alex.
Ia beranjak dan melihat ada lima sampai enam orang menunggu dengan gugup untuk dipanggil masuk ke dalam ruangan. Sedangkan Alex, dia dengan santai duduk di pendopo seberang ruang MPK sambil memainkan ponselnya.
Tangannya terhenti ketika melihat Bram, dengan gagahnya berjalan lorong menuju ruang MPK dengan diapit oleh dua anggota MPK yang lainnya. Mata Alex tertuju pada manik tajam milik Bram yang menatap satu persatu kandidat yang tengah berada di sana.
"Semua kandidat staff MPK diharap berbaris dengan rapi sesuai nomor yang diberikan oleh sekertaris kami. Tidak ada yang boleh mendahului, karena semuanya akan dapat kesempatan untuk kami wawancarai," ujar Bram dengan nada lantang.
Para siswa baru itu akhirnya saling berebutan dan bertanya, hal itu membuat kondisi sangat tidak kondusif. Alex juga menjadi enggan untuk merapat ke arah sana.
Clap! Clap!
Perdebatan mereka terhenti ketika Bram menepuk kedua tangannya, "Perhatikan. Agar tidak ramai, sekretaris kami akan mengabsen kalian. Dan ketika kalian dipanggil, sudah harus bisa mengkondisikan diri berbaris. Paham?" tutur Bram.
"Paham!"
Alex tidak bisa menahan senyumnya. Bram, laki-laki itu benar-benar seseorang yang berkharisma. Bagaimana dia bisa mengatur kerumunan dan mengarahkan orang-orang yang tidak seberapa itu dibandingkan dirinya.
Sekali lagi, Alex jatuh dalam pesona Bram yang semakin hari, semakin membuatnya terkagum-kagum.
"Gila, emang ga salah sih penasaran sama kak Bram," gumam Alex.
s.t.o.i.k
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Stoik - Changlix
FanfictionKenapa sih, orang kalau naksir harus lihat wajahnya dulu? Pair : Changlix