Stoik Bagian 6.1 : Bram dan Pikirannya

156 20 0
                                    

Alex Immanuel Arya

Tidak pernah terbesit di dalam bayangan hidup Bram bahwa dia akan mengenal dan mungkin dekat dengan seseorang se-angkuh dan se-arogan Alex.

Setidaknya, itu yang dikatakan oleh sebagian besar warga di sekolahnya.

Bram menyadari bahwa Alex adalah orang yang menjawab pertanyaan yang ia ajukan saat acara MOS hari pertama di sekolah untuk siswa baru.

Pada saat itu, tidak banyak yang hal yang berkesan pada diri Bram mengenai Alex. Hingga suatu hari, dia memiliki kesempatan untuk bertemu kembali dengan Alex : melalui seleksi wawancara MPK.

Tapi kenyataan yang begitu lucu menerpa dirinya. Bagaimana Alex dengan polosnya membawa kertas contekan hanya untuk sekedar wawancara! Jika bukan dirinya yang menjadi ketua MPK, sudah pasti dia ikut tertawa bersama teman-temannya.

Bagian terlucunya adalah—perlahan, ia mulai penasaran dengan sosok Alex.

Bram adalah seseorang yang tidak pernah menilai orang lain dari rumornya saja. Bram akan selalu melihat lurus dengan apa yang ia lihat dan ia pahami. Dengan pandangan seperti itu, ia bisa menilai orang secara subjektif tidak hanya mendengar rumor usang belaka. Seringkali dia dicap sebagai pendengar yang baik, serta pemberi saran yang baik, sehingga dia dikenali dan dekat dengan banyak orang.

Sayangnya, sejak ia berusaha mendekati Alex, mulai banyak orang yang tidak menyukai atau bahkan secara terang-terangan menjauh darinya. Bram berpikir, kalau memang mereka tidak menyukai Alex, mengapa mereka harus ikut menjauhi dirinya juga?

Jawabannya hanya satu : mereka takut Bram berubah seperti Alex.

Yang masih berani dekat dengannya hanya Dikta dan Raja, mereka memang sudah sangat akrab selama tiga tahun ini. Belum lama ini, mereka ketambahan satu personil, adik sepupu Raja yang bernama Ian, baru saja masuk ke sekolah ini. Mereka seperti Three Musketeers bagi Ian.

Berbicara tentang Ian, adik sepupu Raja itu memiliki sifat yang kurang lebih sama dengan Raja. Bedanya, jika Ian hanya sedikit pemalu.

Kembali lagi ke topik pembicaraan : Alex.

Kalau dipikir-pikir, Alex itu sangat pintar. Oh ya, dia manis juga. Coba saja kalau anak itu jauh lebih sering tersenyum seperti kakaknya, Jo, mungkin dia akan langsung menjadi primadona sekolah.

Berbicara tentang kepintaran Alex, disamping sikap angkuh dan sombongnya, Alex seseorang yang sangat rajin. Terlihat bagaimana dia menggambar rasi bintang di setiap lembar bukunya dengan rapih dan berwarna-warni, sangat menarik perhatian siapapun yang membacanya.

Tapi satu hal yang Bram sadari, ada hal yang Alex sembunyikan dengan rapi : kehidupan pribadinya.

Pembicaraan tempo hari di depan ruang teater membuat Bram berpikir demikian. Apa yang membuat pria kecil itu dapat mengucapkan kalimat se-berat itu?

"Doa? Kayak ada yang denger aja,"

Se-putus asa itu kah seorang Alex? Seorang Alex yang selalu menggebu-gebu untuk menjadi yang nomor satu di mata siapapun. Seorang Alex yang selalu ingin terlihat bersinar di tengah-tengah lautan buih manusia. Pasti ada suatu hal yang membuat pria manis itu berucap demikian. Datar dan tanpa ekspresi.

Oh—atau ada hubungannya dengan Kevin?

Akhir-akhir ini, laki-laki itu sering bertanya mengenai keberadaan Alex padaku. Apa laki-laki itu menyukainya?

Beberapa kali terbesit sebuah pikiran di kepala Bram : bagaimana jika Alex memiliki pasangan?

Tapi pikiran itu ditepis Bram jauh-jauh. Masa SMA sering terjadi cinta monyet dan cinta pada pandangan pertama. Tidak ada yang salah memang, tapi Bram tidak ingin mempercayai itu semua, atau bahkan membayangkan hal itu terjadi padanya.

Tidak, tidak akan.

Bram percaya dengan adanya cinta. Tapi dia menolak untuk memahami itu saat ini. Berkaca dengan teman-teman sekelasnya yang berpacaran lalu putus di tengah jalan, mereka langsung menjadi orang asing. Dan Bram tidak menyukai hal itu.

Ia ingin mencintai seseorang sepenuh hati dan itu tidak akan terjadi untuk saat ini.

Setidaknya, ia harus menjadi orang yang sukses agar pasangannya dapat hidup dengan bahagia. Ia harus menjadi pintar, agar kelak, dia bisa mendapatkan pekerjaan yang mapan. Sangat realistis bukan?

Tapi bukankah di awal, dirinya berkata jika dirinya tertarik dengan Alex?

Maksudnya—mungkin, tertarik karena keunikan Alex? Tidak ada yang tahu.

Lalu bagaimana jika Alex bersama orang lain?

"Ya udah sih, pokoknya aku ga pacaran dulu sampe lulus SMA," gumam Bram.

Baik pembaca sekalian, kalian ingat-ingat janji Bram di atas. Kalian tahu kan, jika melanggar, hukumannya apa?

s.t.o.i.k

Stoik - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang