Stoik Bagian 8

171 25 0
                                        

"Aku jadian sama kak Raja,"

Alex mendengar, hanya saja tidak bergeming dari tempat duduknya. Gerakan tangan pada sendoknya terhenti. Ia baru menoleh ketika Sapta menyenggol bahunya sedikit keras.

"Apaan sih—"

"Ada kak Raja," ujar Sapta.

Alex akhirnya menoleh ke arah dua sejoli itu. Dia memutar matanya malas dan melanjutkan acara makannya yang terhenti, "Congrats,"

Tiba-tiba, kedua sejoli itu duduk bersebrangan dengan Alex. Kepala Alex kembali terangkat dan menatap mereka berdua, "Apa lagi?"

"Jangan marah dong," ujar Jo memelas. "Jangan bilangin Bunda juga," sambung Jo.

"Alex,"

Suara rendah Raja memanggil Alex yang masih mengacuhkan mereka berdua. Alex kini beralih menatap mata Raja yang nampaknya sangat serius,

"Aku ambil abang kamu sebagai pacar, karena aku sanggup lindungin kalian berdua," ujar Raja dengan tegas.

"Aku memang suka sama Jo, tapi ngelihat—maaf, kondisi di rumah kalian kemarin, aku merasa aku bisa ngelindungin kalian," ujar Raja.

Alex melambaikan salah satu tangannya, "Nah, it's fine kak. Selama kamu bisa jaga abang dengan baik, aku oke. Pokoknya jangan nambah beban pikiranku. Itu aja," ujar Alex.

Jo tersenyum senang, sedangkan Raja masih dengan wajah datarnya menatap Alex, "Kamu...masih deketin Bram?"

"Dia sih yang deketin, kemarin aku confess ke dia, ga tau mau diterima atau nggak. Bukan urusanku," ujar Alex.

Raja hanya bisa diam tertegun mendengar hal itu, "Sebelum kamu melangkah lebih jauh, aku mau kasih tau kamu beberapa hal tentang Bram—

—dia orangnya visioner sekali. Jauh lebih visioner daripada kami anak-anak OSIS. Maka, ketika kamu jadi pacarnya nanti, jangan kaget kalau kamu jarang atau bahkan mungkin, tidak akan jadi prioritas nya dia. Satu itu, dua, pikiran dan jalan logikanya cukup sulit diterka—mungkin untuk aku, nggak tau kalau kamu, apakah kamu bisa memiliki persamaan persepsi dengan dia atau tidak.

Oh ya, dan ketika dia bilang kalau dia akan mengenalmu, maka dia akan benar-benar mencari background dan profilmu secara keseluruhan. Ada banyak anak yang jadi risih ketika Bram melakukan hal itu. Sebagian bilang kalau rasanya seperti dipojokkan," ujar Raja.

Alex mendengarkan informasi itu tanpa mengedipkan matanya sama sekali. Lalu dia harus apa? Dia sudah terlanjur mengiyakan pemuda itu.

"Tapi bukankah itu hal yang bagus? Dia sendiri yang mengatakan kalau dia ingin mengenalku lebih jauh," ujar Alex setelah berpikir cukup lama.

"Kalau kamu beneran mau sama dia karena dia pinter, silahkan. Tapi tolong pertimbangkan omonganku tadi kalau memang masih mau pacaran sama dia. Itu aja," ujar Raja.

"Kalau sekedar deket, ok. Tapi kalau pacaran, mungkin bisa dipikir-pikir dulu. Karena, dia melakukan hal itu tidak hanya kepada orang yang memang mau mendekati dia saja, tapi juga ke teman-temannya, termasuk aku," sambung Raja.

s.t.o.i.k

Sepulang sekolah, hujan turun dengan sangat deras. Sebagian siswa harus berdiam terlebih dahulu di sekolah untuk menunggu hujan reda. Alex mengetuk-ketukkan pena nya dinatas buku tebal astronomi nya. Pikirannya melayang jauh karena ucapan Raja mengenai Bram.

Apa dia melangkah di step yang salah?

Terkadang dia berpikir, apakah Bram selama ini menemaninya hanya karena  merasa bahwa dirinya hanya sebatas adik kelasnya saja? Kalau dipikir-pikir, tidak ada perlakuan Bram satupun yang spesial ke arahnya. Hanya belajar bersama atau sedikit banyak mengobrol hal-hal yang kemungkinan sejalan dengan pembicaraan mereka.

Apakah Bram juga menyukainya?

Entahlah, dia tidak mengerti.

"Sebuah bintang akan melebur ketika tidak ada gravitasi yang mengikatnya—"

"—maka gravitasi itu dibutuhkan untuk membuat sang bintang selalu bersinar."

Alex terkejut ketika Bram membalas perkataannya. Lelaki itu berjalan mendekati bangku mejanya. Beberapa anak rambut Bram terlihat basah, tidak hanya itu, kemeja seragamnya pun juga basah di beberapa bagian, membuat pakaian rangkap milik Bram jadi terlihat begitu saja.

"Dari mana kak?" tanya Alex.

"Dari gedung sebelah, kasih laporan ke BK. Kamu sendiri? Lagi nunggu jemputan?" tanya Bram.

Alex terdiam cukup lama, hingga ia merasakan ada tangan yang merangkul bahunya. Ia menoleh dan mendapati Bram duduk di sebelahnya. Anehnay, dirinya tidak protes. Padahal dirinya tahu jika sebagian tubuh Bram basah karena kehujanan.

"Lagi...ga pengen aja," ujar Alex.

Lagi-lagi, pikiran Alex berkecamuk. Ia membayangkan hal buruk tengah terjadi di rumahnya yang mengakibatkan feeling pemuda itu semakin berawan.

"Main yuk, truth or dare," ajak Bram.

"Truth or truth aja kak. Jujur aku lagi capek banget," jawab Alex.

Baik emosi maupun tubuh Alex sangat tidak bersahabat saat ini.

"Oke deh," jawab Bram.

Mereka melakukan suit gunting batu kertas untuk menentukan siapa yang memulai. Putaran pertama, Bram pemenangnya.

"Apa yang kamu suka dari aku?" tanya Bram.

Lewat dari pertanyaan itu, Alex memahami bahwa Bram saat ini tengah dalam proses mengorek informasi mengenai dirinya.

"Kaka Bram...pinter..."

"Terus?"

Memangnya ada lagi? Apa dia perlu untuk memuji paras atau postur tubuh Bram? Tapi bukankah itu tidak perlu? Batin Alex.

"Ng—nggak ada sih? Itu aja," ujar Alex.

"Wajahku gitu?"

Alex menghela nafasnya kasar dan memutar bola matanya, "Kenapa sih, orang kalau naksir harus lihat wajahnya dulu?"

Bram tertawa kecil mendengar penuturan Alex. Sedangkan Alex hanya bisa mengernyit heran melihat reaksi Bram yang menurut dia aneh.

"Kenapa? Ada yang salah kak?" tanya Alex.

"Nggak kok—hahaha—kamu nggak aneh kok. Cuma...unik," ujar Bram.

Alex memejamkan matanya sambil berkata, "Orang tampan dan cantik itu banyak kak, tapi yang bener-bener make otaknya, dikit," ujar Alex.

Alex memejamkan matanya sejenak, mencoba menghalau memori di mana sosok pelindung di keluarga mereka pergi begitu saja dari kehidupan kecil mereka.

"Bunda mu itu yang selingkuh. Muka cantik, tapi otak nggak dipake!"

Alex membuka matanya, menatap langit dari luar jendela yang mulai nampak tersirat merah, tanda hujan sudah berhenti.

"Ada yang lagi dipikirin?" tanya Bram.

"Cuma masa lalu," jawab Alex singkat.

"Mantan?" tanya Bram semakin penasaran.

"Iya—" kali ini, Alex menjawab sambil menghadap ke arah Bram, menatap laki-laki itu dengan wajah kesal dan juga sedih.

"—mantan ayah."

s.t.o.i.k

---

Catatan Penulis :
Pasti pada bingung. Coba tebak, diantara ortu Alex dan Jo, siapa yang beneran selingkuh?

Stoik - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang