Stoik Bagian 4

203 24 1
                                        

"Ga apa kak, lupain aja aku barusan ngomong apa,"

Alex terdiam seribu bahasa selama perjalanan dirinya pulang dari sekolah. Kabar baiknya adalah Jo, yang nampaknya kelelahan, bersandar di pundaknya dan tertidur selama perjalanan, sehingga dia tidak perlu mendengar saudara nya itu "kepo" terhadap hal-hal yang ia bicarakan dengan Bram.

Namun, hal yang terus membuat Alex gundah adalah pernyataan dari Bram,

"No, it's okay, Lex. Pasti ada sesuatu yang pernah terjadi sampe kamu bisa reflek ngomong gitu. It's okay,"

Bagaimana Bram bisa menebak seperti itu? Bagaimana jika dirinya hanya asal bicara saja?

Alex menghela nafas kasar. Ditatapnya supir yang tengah mengantarkan mereka ke rumah tengah fokus menghadap jalan raya.

"Pak Ari, Bunda di rumah?" tanya Alex.

Pertanyaan itu direspon cepat oleh supirnya, "Oh iya dek, Ibu ada di rumah. Kayaknya masak hari ini," ujar supirnya.

"Ya sudah, langsung pulang saja pak,"

"Baik," jawab Pak Ari.

s.t.o.i.k

Semenjak ibunya berpisah dengan ayah mereka yang ternyata bermain di belakang ibunya, Jo dan Alex merasa jauh lebih protektif ke ibunya.

Bahkan Alex rela mengambil les bela diri, semata-mata hanya untuk sang Bunda, walaupun dia tau dirinya tidak suka dengan aktivitas yang membuatnya berkeringat.

Jo juga mengikuti latihan boxing rutin untuk membantu Alex. Mereka tidak segan-segan menghajar siapapun yang hendak mendekati ibu mereka.

Namun, akhir-akhir ini, suasanya di rumah nampak sedikit runyam. Tempo hari, ibu mereka, wanita yang paling mereka sayangi, meminta izin kepada mereka untuk menikah kembali.

Jo dan Alex sebenarnya tidak keberatan jika sang Bunda bisa mengenalkan dan mendekatkan mereka terlebih dahulu kepada laki-laki itu. Mereka pun sepakat menolak dan secara tiba-tiba, ibu mereka uring-uringan tidak jelas karena hal itu.

Dan sudah terhitung di hari ketiga, Bunda mereka, enggan untuk muncul di depan mereka. Wanita itu lebih memilih mengurung diri di dalam kamar dan berinteraksi dengan "pasangan baru" nya.

Alex menoleh ke arah Jo yang masih mendengkur halus di bahunya. Ia tepuk perlahan pundak Jo agar segera bangun karena mereka telah tiba di rumah.

"Dah sampe?" tanya Jo.

"Udah. Buruan mandi, putih semua itu badan kamu masihan," ujar Alex.

Alex berhalan mendahului Jo untuk masuk ke dalam rumah. Namun apa yang dilihat oleh Alex sangat di luar prediksinya sama sekali.

Ibunya, membawa laki-laki itu ke rumah mereka. Tanpa sepengetahuan Jo dan Alex.

Hati Alex memanas? Tentu. Bagaimana ibu kalian yang kalian jaga selama ini tiab-tiba membawa laki-laki ke dalam tempat yang seharusnya dapat membuat mereka aman?

"Alex,"

Alex menoleh ke belakang dan mendapati Jo memberikan sebuah kode mata untuk membiarkan mereka berdua saja. Dahi Alex mengernyit tidak suka, "Kenapa?"

"Kita udah bikin Bunda dua harian ini uring-uringan. Biarin aja dulu, Bunda pasti ga salah pilih orang," ujar Jo berusaha memberi opini yang positif.

Sayangnya, Alex memiliki pikiran negatif kepada laki-laki itu. Bagaimana jika laki-laki itu hanya ingin memanfaatkan ibu mereka saja?

Alex mendengus kesal kepada sang kakak dan berjalan dengan menghentakkan kakinya cukup keras ke lantai dua. Hal itu membuat atensi dua orang yang tengah dibicarakan itu menoleh ke belakang.

Stoik - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang