Prolog

8 2 0
                                    

Sejak Aminah ikut ekstrakurikuler drumband dan berlatih hampir setiap hari, Aminah mulai merasa sering kelelahan. Bagaimana tidak, setiap hari sepulang sekolah Aminah dan teman-teman yang lain harus segera berlatih. Memikul alat yang berat di pundak dan berjemur di bawah teriknya matahari, paket komplit yang membuat Aminah dan tim kadang-kadang mendadak demam di siang bolong.

Dalam satu bulan saja, kulit putih Aminah berubah jadi coklat gelap. Terkadang ia mengutuk keputusannya untuk menceburkan diri ke ekstrakurikuler yang satu ini. Sesekali Aminah juga heran, latihan drumband di sekolahnya ini lebih bisa dikatakan sebagai latihan dasar kemiliteran.

Belum lagi jika disuruh latihan parade yang mengharuskan tim berjalan berkilo-kilo dari sekolah dengan membawa alat berat di pundak. Huh, rasanya benar-benar ingin memilih pingsan saja.

Nasi sudah menjadi bubur, Aminah sudah terlanjur masuk ke tim ini dari tiga bulan yang lalu. Ketika ia mulai duduk di kelas sebelas, ia sering merasa bosan karena tidak ada kegiatan.
Sebenarnya ada, tapi itu adalah kajian dari Ustadzah Risa. Aminah malas sekali kalau disuruh pergi kajian. Oleh karena itulah, ia tetap bertahan di ekstrakurikuler ini. setidaknya ia punya alasan untuk tidak pergi ke pengajian.

“Aku kok jelek banget sih!” Gumam Aminah yang baru saja menyadari kalau penampilannya sekarang sudah seperti gelandangan. Wajah putih berseri miliknya sekarang hanya tinggal kenangan.

Aminah yang kini sudah berganti pakaian itu berlenggak-lenggok di depan kaca jendela kelas.

“Udah deh, aku pusing liatnya.” Ucap Riri menghentikan Aminah.

“Aku tuh sekarang jadi jelek banget, ya?” Tanya Aminah yang berhasil membuat Riri memutar bola mata malas.

“Mau sampai kapan ada di sini?” Tanya seorang lelaki yang berhasil membuat Aminah dan Riri langsung lari kocar-kacir.

***

Insan Terbaik di Waktu TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang