Siapa lagi?

182 35 14
                                    

Entah sejak kapan Jane dan Ran menjadi dekat. Mereka berlima pun kebingungan dan tak ada hentinya selalu memata-matai Jane jika bersama Ran.

Mungkin Ran bisa memaafkan Jane namun sulit untuk kelima anak laki-laki ini. Terutama Aron, sebagai kakak ia sangat benci ketika Jane memanipulasi mereka. Karena itu pun Aron menjadi sangat bersalah pernah memarahi Ran di depan yang lain hanya untuk membela Jane.

"Gua nanti balik duluan ya." Ucap Mahen membuat mereka semua menoleh termasuk Ran dan Jane yang kala itu sedang tertawa.

"Ngapain? kaya di rumah lo ada orang aja." Jawab Aron.

"Bener bang, perasaan akhir-akhir ini sibuk banget. Ngapain?" Tanya Reyhan yang penasaran.

"Tuan muda sih beda njir, dia kan anak tunggal bentar lagi bakal nerusin perusahaan bokapnya." Celetuk Juna yang paham dengan kisah anak tunggal kaya raya.

Pasti ga jauh dari mewariskan harta kekayaan ayahnya.

"Gapapa lah yang penting duitnya ngalir ke kita." Jawab Ran.

"Pikiran lo." Tegur Aron. Jane nampak tersenyum tipis. Ia merasakan apa itu pertemanan ketika bersama mereka.

"Yaudah bang kalo lo balik duluan mangga, gua sama Aron juga mau latihan basket." Ucap Reygan kemudian Aron menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Reygan.

"Aku dan Juna juga mau rapat untuk persiapan ujian nanti." Juna berdehem.

"Lo anter Ran balik aja bang, gua yakin Reygan dan Aron ga bakal sempet buat nganter." Ujar Juna.

"Sembarangan." Ujar Reygan dan Aron secara bersamaan membuat Jane sedikit tersentak.

"Sesibuk apapun gua bakal anter Ran balik." Sambung Reygan.

"Lo kapten harusnya mencontohkan pribadi yang baik termasuk datang lebih awal ke lapangan basket. Soal Ran biar gua yang urus." Ujar Mahen sembari menatap datar Reygan.

Begitupun sebaliknya, Reygan menatap datar kedua mata Mahen. Mereka adu tatap di tengah-tengah Ran.

"Kak gua balik bareng lo aja kali ya? gua pusing kalo mereka udah rebutan gini." Jane menaikkan alisnya.

"Ran balik bareng gua." Ucapan Jane membuat mereka kembali menatap Jane. Tatapan mereka seperti heran. "Gua sekarang di anter jemput sama supir di rumah so kalian ga perlu khawatir di jalan." Ucapnya lagi.

"Kita ga khawatir kalo terjadi apa-apa di jalan, yang kita khawatirin itu lo." Jane berdecak. Ia memutarkan bola matanya malas. Aron menatap tajam Jane dan Ran secara bergantian.

"Lo masih ga percaya sama gua?" Tanya Jane sembari membalas tatapan Aron.

"Gak, lo kan drama queen." Lagi, Jane memutarkan bola matanya malas.

"Lo bisa ga sih percaya sama gua, lo udah denger sendiri kan dari adik lo selama ini gua ga ngapa-ngapain dia." Ucap Jane dengan nada tinggi.

"Gua ga percaya sama lo Jane, sampe kapanpun gua ga akan pernah percaya sama orang yang udah nyakitin adek gua."

"Bukannya lo yang nyakitin adek lo? lo sendiri yang percaya sama cewek lo itu."

Brak!

Semuanya tersentak akibat gebrakan meja Aron. "Kak." Panggil Ran.

"Emosi boleh bro tapi logika lo harus di pake." Tegur Mahen sembari menyuruh Aron untuk duduk kembali.

Juna menoleh ke arah Ran dimana gadis itu menatap sang kakak dengan tatapan khawatir.

"Gua setuju sama Jane, bukan sepenuhnya salah Jane atas kejadian itu. Kita pun ada salahnya mudah percaya sama orang baru ketimbang orang lama. So gua harap lo maafin Jane dan bersikap biasa aja karena jujur disitu juga lo salah."

Kisah Kita [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang