iPhone merah dan Waffer Seduh

540 99 37
                                    

Besok adalah hari dimana Ran masuk ke SMA tapi dengan masih menggunakan seragam putih biru. Karena Ran dulu tinggal di New Zealand dan bersekolah disana, Mawar dengan terpaksa membeli seragam tiga pasang. Dua putih Abu-Abu dan Satunya putih biru.

Kenapa membeli baju putih biru? karena panitia MPLS menyuruh siswa pendidikan tahun ajaran baru untuk mengenakan seragam sekolah asal. Ran tidak bisa memakai seragam sekolah lamanya karena warna seragam sekolah disana tidak sama dengan sekolah di Indonesia.

Masa iya Ran harus mengenakan seragam berwarna biru dan rok hitam di masa MPLS nya saat semuanya mengenakan putih biru.

Mawar tidak mau anaknya menjadi bahan tawa anak-anak lain. Menyiapkan perlengkapan yang akan di butuhkan saat MPLS mulai dari name tag, tudung saji berbentuk segitiga, tas yang terbuat dari kardus, jepit rambut hingga pita.

Semua itu di siapkan oleh Mawar, wanita itu sangat antusias karena anaknya akan melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dulu saat anak sulungnya masuk High School tidak ada kegiatan seperti ini, maka dari itu Mawar begitu antusias dan mengingatnya pada masa ia sekolah.

"Oke, name tag sudah, tudung saji segitiga sudah, tas kardus sudah, jepit rambut dan pita sudah." Mawar mengecek perlengkapan yang akan di bawa putrinya besok.

"Mah, ini harusnya aku loh yang siapin kan aku yang mau ikut MPLS bukan mamah." Ran ingin membantu sang mamah untuk menyiapkan perlengkapan untuk MPLS nanti, namun Mawar menolaknya karena itu akan merepotkan.

Mawar akan sering berdebat dengan putrinya itu karena perbedaan pendapat dalam membuat Name tag dan juga Tas Kardus. Tentunya saja selera anaknya itu sangat simpel, mungkin bisa saja kardusnya hanya di beri tali agar bisa di gendong.

"Kalo kamu yang nyiapin ga bakal bener!" Ran menyipitkan matanya pada Mawar. Bombastis Side Eye.

"Mamah tuh yang ga bener, harusnya tas kardus kasih tali aja udah selesai ga perlu di hias-hias gitu." Kan benar apa kata Mawar. Anaknya itu punya selera yang rendah.

"Justru kamu yang ga bener masa tas kardus cuma di kasih tali doang, ga ada yang menarik dari tas kamu dong." Jawab Mawar tak terima dengan ucapan anak gadisnya.

"Lagian kenapa sih harus bikin tas kardus, tuh tas aku mamah beli mahal-mahal tapi malah disuruh bikin kardus." Mawar tertawa kecil. Anaknya itu memang tidak pernah mengikuti kegiatan seperti ini hingga tak tau bahwa membuat tas dari kardus sudah biasa di Indonesia.

"Gapapa tas kardus ini juga di pakenya cuma seminggu selama kamu ikut MPLS."

"Tuh cuma seminggu kenapa mamah mesti repot-repot hias tas kardusnya coba? ujung-ujungnya kan bakal di buang juga."

"Kalian ributin apa sih?" Jeffran baru saja datang, Mawar segera menghampiri suaminya. Salim dan mengecup pipi kanan suaminya. Membantu membawakan tas dan jas milik Jeffran.

"Kamu mandi dulu, nanya nya nanti aja." Jeffran mengangguk. Pria itu berjalan ke kamar utama milik mereka berdua yang berada di lantai satu.

Ran hanya bisa melihat papahnya berjalan ke kamar dengan wajah lelah habis bekerja. Ran heran, kenapa papahnya lelah? bukan kah pekerjaan papahnya hanya duduk dan menyuruh-nyuruh orang?

"Mah, papah tuh kerjanya ngapain aja sih? kok kaya cape banget. Padahal cuma duduk doang." Mawar menghampiri Ran. Kembali duduk di samping putrinya.

"Papah cape otaknya bukan fisiknya. Dia harus mikir bagaimana caranya bisnis kita tetap stabil atau naik investasi nya."

"Pantes banyak uban nya."

"Papah denger ya Ran!"

"Maaf pah, canda doang tapi beneran kan papah banyak uban."

Kisah Kita [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang