Prolog

334 25 5
                                    

"Setiap pengalaman akan membuatmu tumbuh dan setiap penyesalan akan membawamu pada ruang keikhlasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Setiap pengalaman akan membuatmu tumbuh dan setiap penyesalan akan membawamu pada ruang keikhlasan."

-Aksa Adyaputra-

Sebagian orang selalu menganggap bahwa mempunyai kakak atau adik itu enak. Selain karena kita akan mempunyai teman, katanya kita juga bisa saling bertukar pikiran. Padahal tanpa orang tahu, mereka yang bukan anak tunggal sedang mati-matian menyembunyikan segala keluhannya karena takut semesta mendengarnya.

"A, sekarang harus bisa nabung, hemat-hemat yah. Supaya nanti mamah sama bapak nggak terlalu pusing buat biaya kuliah."

Mendapatkan kalimat seperti itu dari mulut Candra, Aksa langsung menatap langit-langit kamar. Sedangkan Candra sudah menghela napas kasar beberapa kali.

"Aku nggak berharap mau kuliah, bang. Uangnya buat abang aja lanjut S1 terus si adek juga udah SMP, lagi banyak maunya."

Melihat deretan gigi Aksa dengan senyumnya yang memuakkan, Candra lantas memukul kepalanya. Tidak terlalu kuat, tetapi berhasil membuat Aksa tertawa. Candra pun merangkul pundak Aksa.

"Nggak usah sok peduli. Adek-adek Abang harus dapat jatah yang sama. Kalau satu kuliah, harus kuliah semua." Ada jeda sebelum melanjutkan. "Kalau bisa."

Aksa terkekeh. Perkataan Candra terdengar lucu bahkan Aksa sendiri ragu jika dirinya bisa melanjutkan kuliah, apalagi ia tidak cukup pintar seperti Candra.

"Siap, calon perawat!"

Mendengar julukan itu, Candra tertawa dan mencubit perut adik tengahnya. Aksa sampai terjingkat, tapi tak ayal jika senyum tetap merekah. Hingga suara seseorang memecah keduanya.

"Bahagia nggak ngajak-ngajak adek! Kalian tuh nggak mengamalkan sila kelima Pancasila banget."

Candra dan Aksa berhenti tertawa dan melihat adik bungsunya sedang berkacak pinggang di ambang pintu.

"Apa?" tanya Aksa dan Candra bersamaan.

Juan menarik napas panjang. "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berarti kita itu harus adil supaya bisa terwujudnya kebahagiaan bersama tanpa ada yang salah paham."

Mereka berdua mengangguk. Tidak heran lagi dengan sikap si bungsu yang selalu membawa pelajaran PKN atau sejarah.

"Makanya jangan main terus!"

Juan melotot ke arah Aksa. "Heh, aa! Siapa suruh kalian berdua nggak nyari adek sampai ketemu. Tau nggak? Adek sampai digigit semut."

Mendengar itu, keduanya sontak saling tatap. "Lah iya, bang. Tadi kita lagi main petak umpet." Aksa terkejut.

"Ngumpet dimana?" ujar Candra.

"Pohon." Jawaban Juan sontak membuat keduanya menepuk jidat.

Juan berdecak dan menggelengkan kepalanya. "Karena adek baik, jadi kalian bakal adek maafkan. Tapi dengan syarat, abang harus beliin adek layangan sepuluh terus aa beliin adek teh poci. Adek itu ngambek karena aa nggak pernah bagi adek."

Aksara Rasa, HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang