"Oke anak-anak. Minggu lalu kita sudah mulai belajar materi statistika. Baru sampai nyari rata-rata, modus, sama median yah?" tanya Bu Wida selaku guru Matematika dan wali kelas mereka.
"Iya bu!"
"Baik. Sekarang kita belajar kuartil, desil, dan persentil."
Kelas langsung senyap, takut tertinggal catatan karena Bu Wida selalu mendikte jika mengajar, kecuali menerangkan yang diharuskan menggunakan papan tulis. Tidak jarang beliau juga menyuruh murid-muridnya untuk memecahkan sendiri.
"Kuartil adalah nilai yang membagi data berurutan menjadi empat bagian sama banyak." Bu Wida beranjak dan menulis di papan tulis.
"Pertama, ingat. Jangan lupa urutkan terlebih dahulu angkanya. Lalu, kita mencari Q2, yaitu kuartil tengah atau median. Tengah-tengah di sini berapa? Sudah diurutkan kan yah."
"Delapan puluh!""Oke bagus. Sekarang kita cari Q1 sama Q3." Bu Wida kembali menulis di papan tulis. "Kita hitung lagi tengahnya di mana. Kalau tidak ada, bagi dua saja tengahnya seperti ini."
"Nah, begini. Mengerti yah? Gampang. Sekarang kita akan lanjut ke data kelompok."
Helaan nafas terdengar jelas di kelas Aksa. Pelajaran pertama pada hari Senin, yaitu matematika umum atau wajib. Menyesakkan. Kalau kata Aksa sih, "Udah mah memulai hari Senin itu malasnya minta ampun, malah ditambah ada matematika dan kimia. Tambah malas urang." Begitulah kira-kira keluhan Aksa setiap hari Senin.
Waktu pun berlalu dengan tidak terasa. 4 Jam pelajaran sudah mereka habiskan untuk mempelajari statistika yang sedikit rumit dan terkecoh jika tidak begitu paham. Tentu tidak bebas begitu saja, mereka dibekali 4 soal beranak. Tahu? Satu soal ada essai a, b,c, dst.
Tidak mau ambil pusing, Aksa langsung pergi ke kantin untuk membeli gorengan karena kelasnya bersebelahan dengan kantin. Aksa itu tidak terlalu bodoh maupun pintar. Sedang-sedang saja. Buktinya tadi ia bisa mengerjakan, hanya saja jika salah memakai rumus antara kuartil, desil, dan persentil sudah dipastikan ia akan kesusahan.
Seperti biasa, kantin tampak penuh. Di satu kursi Aksa memandangi orang-orang sembari memakan gorengannya mengabaikan Nanda—teman sebangkunya—yang sudah meminum nutrisari miliknya. Bertepatan dengan adanya seseorang yang tidak sengaja menjatuhkan makanannya karena tertabrak seseorang.
Aksa terus memperhatikan, sampai orang yang menabrak tadi mengganti makanannya. "Siapa sih?" gumamnya ketika melihat siapa orang yang menabrak itu. Dan ternyata dia adalah perempuan yang Aksa ditemui di toko pulpen kemarin. Apa dunia memang sesempit ini?
Ia seharusnya tahu siapa perempuan itu karena hampir semua warga sekolah tahu. Siapa lagi kalau bukan Anindita Soraya. Sang penulis amatir yang tiba-tiba karyanya diterbitkan tepat saat ia masuk kelas 10 SMA.
****
Akhir-akhir ini, waktu memang berlalu begitu cepat. Baru saja Aksa merasakan jam istirahat kini bel pulang sudah berbunyi. Sebelum keluar, ia sudah lebih dulu ditahan oleh teman perempuannya untuk piket. Jika tidak seperti itu, maka Aksa akan kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Rasa, Haechan
Teen Fiction"Setiap pengalaman akan membuatmu tumbuh, dan setiap penyesalan akan membawamu pada ruang keikhlasan." "Semua anak itu punya rasa sakitnya masing-masing. Entah itu abang, aa, atau adik. Jadi, urang nggak mau ngeluh di sini." Apa itu menyerah? Padaha...