CAHAYA matahari yang silau membuat mata Yoongi menyipit ketika menatap anak perempuan yang sedang berjongkok dan mengorek-ngorek tanah bersalju dengan ranting di samping gedung sekolah.
Sepertinya anak itu sedang mencari sesuatu. Sesekali ia meniup tangannya yang tidak bersarung tangan. Dan sepertinya ia juga sedang menangis.
Yoongi menoleh ke belakang. Teman-temannya belum keluar. Tadi mereka bilang mereka tidak akan lama, hanya akan memberikan hadiah ulang tahun kepada guru SD favorit mereka.
Yoongi tidak terlalu setuju dengan ide itu. Memang benar, guru itu guru favorit mereka semasa SD, tetapi kini mereka sudah menjadi murid SMP. Menurut Yoongi mereka tidak pantas lagi bersikap sentimental dan kekanak-kanakan seperti itu.
Namun teman-temannya tidak mau mendengar alasannya. Ia ikut ke sini karena terpaksa, tetapi ia menolak untuk masuk dan bertemu dengan guru mereka. Menurutnya laki-laki harus bersikap tegas.
Biar saja temantemannya yang masuk. Ia akan menunggu di luar sini sampai mereka kembali. Walaupun di luar sini dingin sekali.
Yoongi kembali menatap anak perempuan itu. Teman-temannya belum kembali. Daripada melamun saja, mungkin ia bisa membantu anak itu.
Yoongi membetulkan letak topi wol birunya dan menghampiri anak itu. “Sedang apa?” tanyanya.
Anak perempuan itu mendongak. Matanya menyipit menatap Yoongi. Dari dekat, YG menyadari rambut panjang anak itu yang diikat ekor kuda terlihat agak miring dan ada sedikit noda tanah di pipinya yang kemerahan.
Yoongi juga baru tahu anak itu tidak sedang menangis seperti yang diduganya tadi, tetapi anak itu memang hampir menangis. Matanya terlihat
berkaca-kaca.“Sedang apa?” tanya Yoongi lagi karena anak itu tidak menjawab. Setelah ragu sejenak, anak perempuan itu bergumam pelan, “Mencari sesuatu.”
“Mencari apa?”
"Kalung.” Lalu anak perempuan itu kembali menunduk dan mengorek-ngorek tanah.
Kalung? Tanpa bertanya lebih jauh, Yoongi pun ikut mencari. Ia baru mulai berlutut ketika sudut matanya menangkap sesuatu yang berkilau. Ia memungut benda itu dan mengamatinya.
Kalung itu kalung yang sederhana, tetapi indah, dengan liontin berbentuk tulisan “Jieun”. Nama anak itukah?
“Namamu Jieun?” tanyanya.
Anak itu menoleh ke arahnya. “Ya.” Nada suaranya terdengar ragu-ragu.
Yoongi tersenyum puas dan mengacungkan kalung yang dipegangnya itu. “Ketemu!”
“Benarkah?” Wajah anak perempuan itu langsung berubah cerah. Ia berlari menghampiri Yoongi dengan mata berkilat-kilat senang dan pipinya semakin merah.
Yoongi berdeham dan menyerahkan kalung itu kepadanya. “Jaga baik-baik. Jangan sampai
hilang lagi.”Tepat pada saat itu ia mendengar namanya dipanggil. Ia menoleh dan melihat teman temannya ternyata sudah keluar dan melambai- lambai ke arahnya.
Yoongi mendesah. Kenapa mereka memilih sekarang untuk keluar? Ia mendesah pelan sekali lagi dan menoleh kembali kepada anak perempuan yang berdiri di depannya. “Aku pergi dulu,” katanya. “Kau juga lebih baik cepat pulang.”
Setelah itu ia pergi bergabung dengan teman-temannya.
* * *
“IU, cepat ke sini,” Jie menarik Lee Jiu yang baru datang. “Dan jangan berbalik! Nanti dia melihat kita.”
“Siapa?”
“Kau kenal anak laki-laki di lapangan itu? Tapi kau jangan berbalik. Nanti dia melihat.”
IU mendelik ke arah saudara kembarnya. “Kalau tidak berbalik bagaimana aku bisa melihat siapa yang kau maksud?”
“Baiklah, baiklah. Tapi pelan-pelan saja. Jangan sampai ketahuan.”
IU menoleh diam-diam dan memandang ke arah lapangan.
* * *
“Kau tadi bicara dengan siapa, Yoon?” tanya Jimin yang bertubuh imut sambil menoleh ke belakang.
Yoongi memutar kepala temannya kembali ke depan. “Bukan siapa-siapa. Kenapa kalian cepat sekali?”
“Cepat?” Mata Hobi melebar terkejut. “Kami pikir kau pasti sudah uring-uringan karena menunggu begitu lama di luar.”
Yoongi pura-pura tidak mendengar.
"Sekarang kita mau ke mana?” tanya Jimin Sambil melirik jam tangan.
Jungkook sambil mengusap-usap kepalanya yang hampir botak. “Bagaimana kalau kita pergi makan?” usulnya.
“Kenapa pikiranmu makan melulu?” omel Hobi dan menyikut lengan Jungkook.
“Memangnya kalian tidak pernah dengar cuaca dingin membuat orang-orang gampang lapar?" tanya Jungkook sambil memandang teman- temannya satu per satu. “Apalagi aku.”
Jimin terkikik. “Maksudmu karena ibumu salah memotong rambutmu sampai hampir botak dan sekarang kepalamu kedinginan?”
“Jangan mengingatkanku pada rambut jelek ini,” erang Jungkook. “Aduh, kenapa aku lupa bawa topi hari ini?”
Yoongi melepaskan topinya dan melemparkannya ke arah Jungkook. “Pakai ini saja kalau kau malu rambutmu yang jelek itu dilihat orang.”
Teman-temannya tertawa. Sambil bersungut- sungut, Jungkook mengenakan topi wol biru milik Yoongi.
* * *
“Sekarang jam pulang sekolah, kau tahu?” kata IU. “Di lapangan banyak orang. Anak laki laki yang mana maksudmu? Beri aku petunjuk.”
“Tadi dia bersama teman-temannya,” gumam Jie sambil berpikir-pikir. Tiba-tiba ia menjentikkan jari. “Dia memakai topi biru. Topi wol biru!”
“Topi biru?” IU menyipitkan mata dan mencari-cari. “Ah, itu dia. Topi biru dan... dia bersama teman-temannya. Yang itu? Bukankah mereka kakak kelas kita?”
“Ya, ya, ya,” sahut Jie cepat tanpa berbalik. “Kau tahu siapa namanya? Anak laki-laki bertopi biru itu?”
IU mengangguk. “Itu Jeon Jungkook.”
“Jeon Jungkook,” gumam Jie sambil tersenyum sendiri.
IU menyikut saudara kembarnya. “Ngomong- ngomong, kenapa kau ingin tahu?”
Jie tersenyum lebar penuh rahasia. “Akan ku ceritakan di rumah. Ayo, kita pulang."
***
_The End_
Thanks Guys .. Yang Udah Setia Baca Story aku yang Random ini..!!! Jangan bosen ya .. Semoga kalian suka ..
Klo Ada Typo² tolong di maafkan.. Namanya juga masih belajar..
Maklum author receh bukan profesional 😁😁See You In The Next Story..
💜💜💜💜💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
WINTER [Completed] ✓
Fiksi RemajaTetangga baruku, Min Yoongi, datang ke Seoul untuk mencari suasana baru. Itulah katanya, tapi menurutku alasannya lebih dari itu. Dia orang yang baik, menyenangkan, dan bisa diandalkan. Perlahan-lahan mungkin sejak Malam Natal itu aku mulai memandan...