07|Surrender.

50 13 0
                                    

•S u r r e n d e r•
•Part 07 By: TiaraAtika4

Sebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian tekan terlebih dahulu ikon bintang yang ada di pojok kiri, bawah🍭

••••

♥️Happy reading♥️

"Ra, udah napa diemin gua-nya. Demen banget ngediemin lama-lama sampai gua lumutan!" pinta Helena yang mulai sebal karna terus saja dianggap tidak ada oleh Tamara.

Tamara yang sibuk menunggu taksi atau angkutan umum yang lewat itu tetap tidak mengubris Helena yang sedari tadi terus saja mengerutu.

"Tamara!" panggil Helena, kini suaranya berubah merengek.

Helaan napas berat keluar dari mulut Tamara, Helena yang mendengar itu sontak merubah raut wajahnya menjadi senang, ia selalu tau cara untuk membuat Tamara menyerah dan mau memaafkannya.

"Gua gak suka sama ucapan lo di kantin," ujar Tamara sambil menoleh kesamping—pada Helena.

"Gua minta maaf, gua kan—"

"Percuma juga lo combaling gua sama Kak Ragas, deketin gua sama dia, percuma Hel. Gua gak akan pernah mau deket sama cowok lagi termasuk dia," sela Tamara yang mampu membuat Helena bungkam.

Namun hanya sesaat, karna setelah itu Helena kembali bersuara.

"Ra ... yang pernah terjadi di masa lalu itu gak akan terjadi di masa depan lo juga," ujar Helena terdengar penuh hati-hati saat mengucapkannya, Helena tidak ingin kembali membuat Tamara marah dan mendiaminya lagi.

"Tapi bagi gua—"

"Mereka beda orang!" Bukan Helena yang memotong ucapan Tamara, melainkan Fathan yang baru saja memunculkan dirinya dari arah samping.

"Dia—orang yang nyakitin lo di masa lalu, jauh beda sama dia—orang yang bikin lo bahagia di masa sekarang atau masa depan nanti," lanjut Fathan menatap Tamata dengan sorot mata penuh.

"Ck. Lo berdua bukan gua, jadi jangan so tau," balas Tamara menatap Helena dan Fathan secara bergantian.

"Mau dia orang yang sama atau bukan, gua udah gak akan mau buka hati lagi," tambah Tamara.

"Berapa kali gua harus bilang, dibuat hancur sama satu orang, bukan berarti harus bikin lo gak percaya sama semua orang, Ra!" kata Fathan dengan sedikit kesal, bahkan ingin rasanya ia membentak Tamara dan membuat gadis di sampingnya ini sadar jika tidak semua laki-laki itu sama.

"Serah, gua mau balik!" balas Tamara yang tidak ingin berdebat lagi hingga menimbulkan masalah.

"Lo pulang sama gua!" titah Fathan sambil menahan tangan Tamara.

"Gua lagi males sama lo, Than. Gua mau balik sendiri!" tolak Tamara.

"Gak gua izinin! Bunda bakal marah kalo tau lo balik sendiri, nurut sama gua." Tanpa menunggu jawaban dari Tamara yang tentu saja sebuah penolakan, Fathan langsung saja membawa Tamara pergi menuju motornya.

•••

Tamara langsung masuk kedalam rumah tanpa menunggu atau mengucapkan sepatah katapun pada Fathan, ia memutuskan untuk langsung ke kamar dan mengunci pintu agar tidak kembali diganggu oleh Fathan.

Tamara tidak ingin berdebat dengan Fathan yang sama sekali tidak paham dengan apa yang ia rssakan, Fathan tidak tau sehancur apa hatinya hingga membuat ia trauma dan tidak ingin terlalu dekat bahkan jika perlu tidak ingin dekat dengan pemuda manapun lagi.

Fathan tidak mengenal dirinya, Fathan tidak memahami perasaanya.

Wajar jika ia tidak ingin dekat dan menjalin hubungan dengan yang lain lagi. Bagi Tamara lukanya kemarin itu benar-benar membuatnya mati dalam hidup, rasanya begitu menyakitkan hingga membuatnya tidak ingin merasakannya lagi.

"Tamara, buka! Ayo makan," ajak Fathan sambil mengedor-gedor pintu kamar Tamara.

Tamara menghela napas, berdiri dan beranjak. Bukan untuk membukakan Fathan pintu, melainkan berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

.
.
.

Dua jam berlalu, Tamara masih betah duduk di dalam bathup sambil menonton film dan melupakan Fathan yang menyuruhnua untuk makan siang.

Setelah film yang Tamara tonton telah selesai, Tamara memutuskan untuk mengakhirinya, ia butuh minum dan sesuatu yang membuat perutnya kenyang.

Tamara bangkit, beranjak keluar dari kamar mandi. Dan—

"Udah bikin gua khawatirnya?"

Tamara terlonjat kaget saat mendegar suara Fathan yang begitu dingin.

Tamara berbalik menghadap Fathan, menoleh pada pintu yang sudah tidak berbentuk lagi akibat didobrak oleh Fathan.

"Kalo lo marah sama gua, jangan bikin gua khawatir! Dua jam lo di kamar mandi, gak jawab teriakan gua! Puas lo?!" Nada bicara Fathan meninggi, berhasil membuat Tamara menundukan kepalanya.

Meskipun Tamara tidak menyukai Fathan yang menyebalkan, Tamara juga tidak menyukai Fathan yang tengah marah seperti ini.

Tamara semakin dibuat membeku saat tubuhnya tiba-tiba dipeluk oleh Fathan.

"Jangan kaya gini. Jangan ngurung diri, lo butuh makan biar gak sakit," kata Fathan dengan penuh kelembutan saat mengatakannya.

Tamara mengerjapkan matanya, kemudian balas memeluk Fathan.

"Maafin gua, gua gak bermaksud bikin lo khawatir, gua terlalu asik nonton film," jelas Tamara dengan suara yang terbenam.

Fathan melepaskan pelukanya, menatap Tamara sambil tersenyum kecil, satu tangannya terangkat dan mengusap lembut puncak kepala Tamara.

"Gua juga minta maaf, gua gak bermaksud bikin lo marah, gua cuman—" Fathan mengantung ucapannya, ia tidak tau harus mengatakan apa agar tidak lagis alah bicara.

Tamara mengangguk paham, meskipun Fathan tidak melanjutkan ucapannya, Tamara sudah tau dengan yang akan Fathan katakan.

"Anter beli jajan yuk!" ajak Tamara.

"Ganti baju dulu, tar gua anter," titah Fathan.

"Tunggu bentar," saut Tamara dan berlalu untuk berganti baju.

•••

Setelah membeli cemilan yang diinginkan oleh Tamara, Fathan tak langsung membawa Tamara pulang, ia mengajak Tamara untuk ke rumah Ragas dulu.

"Rumah siapa?" tanya Tamara seraya memperhatikan rumah yang saat ini berada di hadapannya.

"Rumah Ragas," jawab Fathan setelah melepas helmnya.

"Ngapain ajak gua ke sini?" tanya Tamara lagi, raut wajahnya berubah datar.

"Gua mau ambil sepatu putsal gua dulu, ayo turun."

"Gua tunggu di sini aja, buruan ambil sepatunya!" titah Tamara dengan nada memaksa.

Fathan menghela napas, "Ra, ayo turun, gua gak akan lama kok."

"Yaudah, kalo gak akan lama mending gua tunggu di sini aja."

"Ra! Ini rumah Ragas, bukan rumah mantan lo!" kata Fathan yang sukses membuat Tamara diam, tak lama Tamara menurut—turun dari motor seraya mengekor Fathan.

"Sorry," ucap Fathan sambil mengusap pelan kepala Tamara, kemudian membawa Tamara masuk ke dalam rumah Ragas.

•••

TBC♥️

See you next part, guys^^

THANK YOU^^

SURRENDER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang