11|Surrender.

45 12 1
                                    

•S u r r e n d e r•
•Part 11 By: TiaraAtika4

Sebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian tekan terlebih dahulu ikon bintang yang ada di pojok kiri, bawah🍭

———

❤Happy Reading❤

Tamara menatap dua orang di hadapannya dengan raut wajah datar. Keduanya terlalu asik sampai melupakan kehadirannya.

Menyebalkan, keberadaanya sama sekali tidak dianggap? Ah sial!

Tamara membuang muka ke arah lain, ia benar-benar malas untuk tetap berada di sana.

"Gua balik yah, Kak." Tamara berdiri dari duduknya, ia lebih baik pergi dari pada harus terus diacuhkan seperri ini.

"Eh, Ra." Ragas ikut berdiri, menahan tangan Tamara agar jangan dulu pergi.

"Lo masih mau di sini 'kan? Yaudah lanjutin aja. Gua mau balik," kata Tamara melepas kasar tangan Ragas yang menahan tangannya itu.

"Pulang sama gua," titah Ragas, ia beralih menatap gadis yang tengah memperhatikannya itu.

"Ser, gua balik duluan yah. Nanti kita lanjut ngobrol lagi," kata Ragas.

Serly—gadis yang duduk di samping Ragas itu mengangguk.

"Iya, gua juga mau balik."

Ragas tersenyum pada Serly, "kita duluan," katanya dan berlalu pergi dengan Tamara.

.
.
.

"Kenapa gak balik ngobrol aja? Kenapa malah dilanjut nanti?" tanya Tamara, nadanya terdengar jelas jika dirinya merasa kesal.

Ragas menoleh sebentar pada Tamara.

"Gua gak bakal biarin lo pulang sendiri, Ra. Ini udah malem dan lo cewek, bahaya," ujar Ragas.

"Ck." Tamara membuang mukanya ke arah lain, ia benar-benar tidak mood.

"Lo marah yah?" tanya Ragas, ia merasa ada yang berbeda pada Tamara setelah kedatangan Serly tadi.

"Gak," jawab Tamara dengan singkat dan jelas.

"Dia Serly, temen sekelas gua—"

"Gua gak kepo," sela Tamara acuh.

Ragas terdiam, kemudian ia berucap, "Maafin gua yah kalo kedatangan Serly bikin lo gak nyaman atau bikin lo kesel."

"Serah," balas Tamara, ia malas untuk berbicara dengan Ragas.

•••

Setelah selesai membuat coklat panas, Tamara memutuskan untuk membaca novel di sofa yang terletak di balkon kamarnya. Tanara ingin mengembalikan kembali moodnya yang tiba-tiba menjadi buruk itu.

"Ra!"

"Jangan ganggu gua!" perintah Tamara tanpa mengalihkan kefokusannya pada novel yang berada di tangannya.

Fathan—yang menganggu Tamara itu kini berpindah tempat menjadi duduk di samping Tamara, merebut paksa novel yang tengah Tamara baca.

"Gua bilang jangan ganggu gua, Fathan!" geram Tamara, sepupunya ini kapan akan berhenti menyebalkan seperti ini?

"Kata Ragas ada yang gak beres dari lo. Lo kenapa?" Fathan menatap serius pada Tamara, masabodo akan kekesalan Tamara karna ulahnya barusan.

"Gak ada," Tamara memilih acuh. Diteguknya coklat panasnya dengan penuh hati-hati.

"Gua ulang. Lo kenapa?" tegas Fathan.

"Temen lo itu bangsat Fathan! Dia ngelupain keberadaan gua tadi. Mereka malah asik sama dunia mereka sendiri!" jelas Tamara dengan penuh kekesalan saat menceritakannya.

Fathan tersenyum penuh arti. "Lo cemburu?" Pertanyaan Fathan benar-benar membuat Tamara tidak habis pikir, untuk apa dirinya cemburu? Ia hanya kesal saja karna keberadaanya dianggap tidak ada!

"Engga! Sama sekali engga."

"Kalo gak cemburu, kenapa harus sekesel ini?" tanya Fathan lagi, ia benar-benar memiliki niat untuk memancing perasaan Tamara.

"Karna gua benci gak dia anggap!" jawab Tamara dengan jelas dan tegas.

Fathan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil kembali tersenyum penuh arti.

"Jadi ... lo udah ada rasa nyaman sama Ragas, Ra?"

"Pertanyaan lo itu gak guna banget, Than." Tamara memutar bola matanya jengah.

"Itu bukan jawaban dari pertanyaan gua."

Tamara menghela napas, berusaha sabar dengan Fathan yang sedang memojokannya ini.

"Gak ada rasa nyaman sama sekali, karna dari awal gua emang gak ada niatan buat deket sama dia."

"Yakin?"

"Berenti mojokin gua, Fathan! Dan berenti maksa gua buat deket sama temen lo itu!" Tamara berdiri dari duduknya, sempat ingin berlalu masuk tapi tertahan oleh ucapan menusuk Fathan.

"Sekarang gua tau. Bahwa yang tragis ternyata bukan kejadiaanya, tapi memorinya." Fathan meletakan novel di tangannya pada meja kemudian berdiri di hadapan Tamara.

"Jadi ini alasan lo gak mau buka hati buat cowok lain? ternyata dia masih menjadi satu-satunya orang yang ada di hati lo. Lo masih ada rasa sama dia, lo masih cinta—"

Plak.

Satu tamparan sukses membuat Fathan berhenti berbicara.

"Lo udah kelewatan, Fathan!" Sorot mata Tamara pada Fathan berubah tajam dan penuh emosi.

Fathan mengusap pipinya yang terasa panas. Balas menatap Tamara dengan sorot mata tenang.

"Rasa lo udah mati di dia dan untuk dia, kan?"

"Berenti Fathan!"

"Jujur sama gua! Dia masih segalanya buat lo, kan?!"

"FATHAN!" Tamara berteriak, emosinya benar-benar tidak bisa ditahan lagi.

"Dia yang udah kasih gua luka dengan sengaja, gak akan pernah jadi tersegalanya di hati gua!"

"Berenti ngurusin gua, urusin aja diri lo sendiri. Muak tau gak gua sama lo!" Setelah mengucapkan itu Tamara berlalu masuk dengan perasaan kesal, ia meninggalkan Fathan yang membeku di tempatnya dengan raut wajah terkejut.

••••

TBC♥️

See you next part, guys^^

THANK YOU^^

SURRENDER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang