23|Surrender.

40 12 0
                                    

•S u r r e n d e r•
•Part 23 By: TiaraAtika4

Sebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian tekan terlebih dahulu ikon bintang yang ada di pojok kiri, bawah🍭

———

Tamara keluar dari taksi setelah memberikan berapa lembar uang pada supir taksi, langkahnya kini berlalu masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi.

Apa Fathan masih tidur? Astaga! Tamara lupa jika dirinya sempat menyuruh pemuda itu untuk menjemputnya

Tamara mencari ponselnya yang entah di mana, Tamara yakin jika Fathan pasti akan khawatir dan akan memarahinya karna tidak bisa dihubungi.

Namun, saat Tamara sibuk mencari ponsel dalam tasnya. ia mengingat kejadian siang tadi—saat ponselnya d lempar oleh Riko.

"Bego! Kenapa gua lupa buat ambil tuh ponsel sih," gerutu Tamara kesal.

Tamara menjinjing tasnya yang dilepas, berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan tubuhnya. Namun, suara motor yang berisik membuat Tamara menghentikan langkahnya.

Tamara melempar asal tasnya pada sofa, berlari kecil menuju pintu utama. Tepat setelah dirinya membuka pintu, kemunculan Fathan dengan pertanyaan pemuda itu berhasil membuatnya ketakutan.

"Lo dari mana!"

"Gu-gua baru balik," jawab Tamara gugup. Pasalnya Fathan begitu mengerikan jika sudah marah.

"Dari mana?" ulang Fathan, berdiri di hadapan Tamara dengan sorot mata tajamnya.

Tamara terdiam, dirinya tidak tau harus menjawab apa. Tamara tidak mungkin jujur dan membuat Fathan semakin marah.

"Ponsel lo kenapa gak bisa dihubungi?" Fathan kembali bertanya tanpa memiliki niat untuk melembutkan suaranya atau tatapannya pada Tamara.

"Po-ponsel gua ilang, dicuri." Tamara berbohong—berharsp Fathan percaya dan tidak semakin marah padanya.

Fathan menaikan sebelah alisnya, mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya dan menunjukannya pada Tamara.

Tamara meneguk ludahnya kasar, semakin dibuat takut saat ponselnya berada pada pemuda itu.

"Kalo ponsel lo dicuri, pasti bakal langsung di jual sama yang nyuri, kan?" tanya Fathan dan tanpa sadar diberi anggukan oleh Tamara.

"Tapi kenapa ponsel lo malah dia buang? Padahal lumayan kalo di jual, dapet setengah dari harga aslinya," jelas Fathan semakin mempertajam tatapannya.

"Lo dari mana?" tegas Fathan. Dari suaranya terdengar jelas jika Fathan ingin Tamara jujur, tidak lagi berbohong seperti sebelumnya.

"Fathan ...," lirih Tamara dengan suara yang tercekik, bibirnya bergetar dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Fathan menghela napas kasar, berusaha mengatur emosinya agar tidak semakin meledak. Satu langkah mendekat pada Tamara—lalu membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.

"Tolong jujur sama gua, Tamara. Lo dari mana? Lo gak tau sekhawatir apa gua selama nyari lo tadi." Fathan mengusap pelan puncak kepala Tamara, dirinya merasa lega karna Tamara baik-baik saja. Namun, dilain sisi emosinya masih memuncak. Fathan sudah tau alasan di balik Tamara yang menghilang, tapi dirinya tetap menuntut Tamara—berharap sepupunya itu mau mengatakannya tanpa berbohong

"Maafin gua," ucap pelan Tamara, balas memeluk Fathan dengan erat.

"Tadi gua ketemu Riko. Dia lempar ponsel gua pas gua mau telepon lo. Dia narik gua dan—" Tamara menjelaskan kejadian siang tadi tanpa ada yang ia lewatkan, semuanya Tamara ceritakan pada Fathan dengan jujur.

Selama Tamara bercerita, dirinya bisa merasakan tubuh Fathan yang mengang. Perlahan Tamara mengeratkan pelukannya, berusaha menahan Fathan agar tidak kembali berbuat nekat.

"Dia nyakitin lo?" tanya Fathan, nadanya berubah dingin dengan sorot mata yang kembali tajam.

Tamara menggeleng pelan dengan terus menengelamkan kepalanya pada dada Fathan.

"Dia gak ngelakuin apa-apa, dia cuman maksa gua buat nerima dia lagi," jawab Tamara.

Fathan menghela napas kasar, melepas paksa pelukannya dan menatap lekat pada Tamara.

"Gua mohon ... jangan ngelakuin apapun setelah ini," pinta Tamara balas menatap Fathan dengan penuh harap.

Fathan mengangguk pelan. Sebenarnya ia ingin, tapi ia tidak ingin membuat Tamara kecewa padanya lagi.

"Janji sama gua kalo lo gak akan macem-macem," pinta Tamara, memohon.

"Gua janji," ucap Fathan cepat dan kembali membawa Tamara ke dalam pelukannya.

Setelah ini Fathan berjanji akan menjaga Tamara tanpa melibatkan orang lain, Fathan akan membuat Tamara aman dan jauh dari Riko.

Kali ini Fathan tidak akan mengizinkan pemuda brengsek itu kembali menghancurkan mental Tamara lagi, sudah cukul sekali dan tidak lagi. Demi tuhan, Fathan tidak akan membiarkan siapapun untuk menyakiti Tamara, sekalipun itu Ragas—orang yang ia percayai, tetap tidak akan Fathan izinkan.

Biarkan dirinya sendiri saja yang akan menjaga Tamara, membahagiakan Tamara dan membuat Tamara aman.

•••

Tamara turun dari atas motor, melepas helm dan memberikannya pada Fathan.

"Pulang sekolah tungguin gua, jangan berani pulang sendiri!" perintah Fathan dengan nada tegasnya.

Tamara memutar malas bola matanya, tapi tetap menurut—mengangguk pelan agar pemuda di hadapannya ini tidak berkahir mengajaknya berdebat, ini terlalu pagi untuk berdebat dan Tamara terlalu malas untuk meladeninya.

"Ayo," ajak Fathan seraya menggenggam erat tangan Tamara.

Terlihat seperti sepasang kekasih, mungkin jika ada orang yang tidak mengenal mereka akan menyangka seperti itu.

Benar-benar manis dan mengemaskan. Itu untuk orang lain, tapi tidak untuk Tamara yang merasa risi.

"Jangan terlalu deket sama Ragas," perintah Fathan yang sukses membuat Tamara menghentikan langkahnya.

Tamara menatap binggung pada Fathan yang kini berhadapan dengannya.

"Ada apa sama lo?" tanya Tamara, dirinya tidak mengerti maksud dari ucapan Fathan barusan.

"Gua bilang jangan terlalu deket sama Ragas," ulang Fathan.

"Iya, kenapa?"

"Lo bakal sakit hati kalo terlalu deket sama dia."

"Kenapa?"

"Tamara! Apa lo mau hati lo dibuat hancur lagi? Trauma kemaren apa belum cukup bikin hati lo mati rasa?"

"Ada apa sama lo? Kenapa tiba-tiba lo jadi aneh kaya gini?" Tamara benar-benar dibuat  binggung, sebenarnya ada apa dengan Fathan?

"Gua gak mau kejadian dulu kembali lo rasain, gua khawatir."

"Tapi ... lo sendiri yang maksa gua keluar dari pertahanan gua, lo sendiri yang maksa gua buat terima Kak Ragas, lo sendiri yang maksa gua buat buka hati lagi. Dan sekarang ... di saat gua udah buka hati bahkan udah mau terima Kak Ragas, kenapa lo malah nyuruh gua buat jaga jarak sama dia?"

"Karna tanpa lo mau, Ragas kapan aja bisa kaya Riko. Nyakitin lo dan bikin lo hancur! Tolong ngertiin gua, Ra. Selama ini gua mati-matian hidupin lo lagi, gua mati-matian untuk bikin lo bahagia lagi." Raut wajah Fathan terlihat memohon. Sorot matanya terlihat penuh takut dan tidak rela.

"Lo sendiri yang maksa gua buat kembali hidup, lalu sekarang lo nyuruh gua buat kembali mati rasa? Sebenarnya apa yang lo mau, Fathan? Lo mau bikin gua bahagia atau menderita lagi?"

"Gua cuman minta lo buat jaga jarak sama Ragas, tolong." Fathan menatap Tamara dengan penuh permohonan, lalu setelahnya berlalu pergi meninggalkan Tamara yang masih dibuat pusing.

••••••

TBC♥️

See you next part^^

Thank You^^

SURRENDER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang