05|Surrender.

71 13 0
                                    

•S u r r e n d e r•
•Part 05 By: TiaraAtika4

Sebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian tekan terlebih dahulu, ikon bintang yang ada di pojok kiri bawah.

••••

♥️Happy Reading♥️

Kini sudah bukan Cantika lagi yang memeluk Tamara, melainkan Fathan. Menenagkan Tamara yang tubuhnya masih bergetar karna kembali Trauma.

"Udah, mending lo istirahat yah," pinta Fathan yang tengah mengusap pelan punggung Tamara.

Tamara menggeleng, ia malah mengeratkan pelukannya pada Fathan.

"Ra ... mau sampai kapan nyalahin diri lo sendiri demi—" ucapan Fathan terhenti saat Tamara melepas paksa pelukannya.

"Itu salah gua, Fathan! Gua yang bikin mereka meninggal. Kalo gua gak maksa mereka buat pergi, mereka gak akan ninggalin gua ...." Suara Tamara yang meninggi berubah menjadi rendah bahkan mengecil dengan isakan tangis yang mulai terdengar lagi.

Kedua tangannya mencekram ujung bajunya dengan mata yang terpejam erat.

"Sut  ...," Fathan memeluk Tamara, kembali menenagkan Tamara yang mulai histeris lagi.

"Ara kecil gak salah apa-apa, Ara kecil bukan penyebab mereka meninggal dan bahkan mereka gak ninggalin Ara kecil, mereka masih ada di hati Ara kecil," ujar Fathan.

"Than—"

"Istirahat yah, jangan bikin mereka ikut sedih kalo lo nangis terus," pinta Fathan melepas dekapannya dan menyeka air mata Tamara dengan ibu jarinya.

"Jangan tinggalin gua," lirih Tamara dengan sorot mata memohon.

Fathan mengangguk, "gua di sini, gua gak akan pergi," katanya sambil membantu Tamara berbaring.

.
.
.

Ragas masih berada di posisinya, memperhatikan Tamara sambil bersandar di ambang pintu dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku jeansnya.

"Apa yang mau lo tanyain setelah ngeliat Tamara kaya gini, Gas?" tanya Fathan tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari Tamara yang sudah terlelap.

Helaan napas keluar dari mulut Ragas, menegakkan tubuhnya lalu duduk pada kursi yang terletak di samping Fathan.

"Trauma apa yang dia punya, Than?" tanya Ragas memperhatikan Tamara yang terlelap bak anak kecil yang begitu polos.

Fathan tak langsung menjawab, ia melepaskan tangan Tamara yang ia genggam dengan hati-hati, kemudian merubah posisinya menjadi menghadap Ragas.

"Dulu, saat dia kecil dia kehilangan orangtuanya tepat di depan mata dia sendiri, kecelakaan yang sampe sekarang bikin dia ngira kalo kecelakan tersebut karna dia, dia yang salah karna udah bikin kecelakaan itu terjadi," jelas Fathan dengan suara pelan, sesekali menoleh pada Tamara yang sama sekali tidak terusik.

Ragas terdiam, tatapannya benar-benar fokus pada Tamara.

"Setengah dunianya udah hancur karna trauma itu, ngembaliin Tamara kaya dulu lagi bener-bener susah buat gua." Fathan menghela napas, merapihkan helaian rambut yang menutupi wajah Tamara.

"Lo bakal kaget kalo nemu sosok lain dari Tamara, Gas," lanjut Fathan.

"Tolong jangan deketin Tamara hanya karna lo penasaran sama dia yah, Gas. Gua gak akan terima kalo niat lo cuman buat itu doang," tegas Fathan dengan raut wajah serius. Ia tidak akan tinggal diam jika sudah berhubungan dengan Tamara.

"Lo gak percaya sama gua, Than?" tanya Ragas.

"Mau lo temen deket gua atau bukan, kalo menyangkut Tamara gua gak akan asal percaya," ucap Fathan membuat Ragas diam.

"Than. Lo udah kasih setengah tanggung jawab lo buat jagain Tamara ke gua, gua janji gak akan ngecewain lo," balas Ragas dengan ruat wajah yang terlihat jelas jika ia tidak main-main dalam ucapannya barusan.

"Thanks," Fathan menepuk pelan pundak Ragas, sedikit nerasa lega meksipun tidak sepenuhnya. Karna menyangkut Tamara, selalu ada cemas untuk Fathan.

"Gua balik yah," pamit Ragas. Berdiri dari kursi dan berlalu keluar dari kamar setelah Fathan mengangguk.

•••

Sinar matahari menerobos masuk dari sela-sela tirai, membangunkan Tamara yang masih berada di alam mimpi.

Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, Tamara beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi.

Lima belas menit berlalu, Tamara keluar dari dalam kamar mandi dengan tubuh yang sudah terbalut rapi oleh seragam.

Tamara berjalan pada meja riasnya, duduk di hadapan kaca untuk merapihkan rambutnya dan memberi bedak pada wajahnya yang terlihat sembab.

Tamara terdiam memperhatikan pantulan dirinya pada cermin tanpa berkedip, hanya sesaat karna setelahnya pintu kamarnya di ketuk—menyadarkannya yang akan kembali hanyut dalam lamunan.

Tamara menoleh dan mendapatkan Fathan yang tengah bersandar pada sisi pintu.

"Udah baikkan?" tanya Fathan yang diberi angguk oleh Tamara.

"Ayo turun. Bunda udah nunggu buat sarapan," ajak Fathan.

Tamara kembali mengangguk, mengambil tas dan sepatunya, kemudian menyusul Fathan yang sudah lebih dulu turun turun ke bawah.

.
.
.

"Ara berangkat dulu, Bun," pamit Tamara sambil mencium punggung tangan Cantika.

"Hati-hati, belajar yang bener yah," ucap Cantika yang diberi angguk oleh Tamara.

Tamara berlalu pergi, masuk ke dalam mobil milik Fathan.

"Kalo pusing izin aja, ke uks terus telepon gua," titah Fathan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

"Gua baik-baik aja."

Fathan menoleh pada Tamara, tersenyum hangat sambil mengusap pelan puncak kepala Tamara.

"Jangan kasih tau apapun ke Kak Ragas tentang gua yah, Than," pinta Tamara menatap Fathan dengan tatapan memohon.

"Apalagi alasan di balik kejadian kemaren," tambah Tamara. Menghela napas sambil membuang mukanya ke arah lain.

"Mau sampai kapan tertutup?" tanya Fathan.

"Than. Jangan mulai," tegur Tamara.

"Dibuat kecewa sama satu orang, bukan berarti harus berakhir gak percaya sama semua orang, Ra. Semua cowok itu beda," ujar Fathan yang tak peduli pada teguran Tamara.

"Berenti, Fathan!"

"Hati lo berhak buat hidup lagi, hati lo berhak ngerasain hangat lagi, Ra. Kalo lo mau buka hati lo lagi, gua yakin semua trauma lo akan—"

"Gua bilang berenti, Fathan! Berenti!" Suara Tamara sedikit meninggi, tatapannya pada Fathan berubah tajam.

"Kalo nerima orang baru itu semudah dia nyakitin gua, udah dari dulu gua deket sama lebih dari satu cowok!"  Tamara berucap dengan emosi yang berusaha dirinya tahan.

"Tapi, kalo lo tetep diem di masalalu dan gak mau beranjak dari sana, luka lo gak akan sembuh, Ra. Hati lo bakal terus mati kaya batu," balas Fathan dengan tenang.

"Yang gua takutin bukan jatuh cinta lagi, tapi saat gua tau kalo orang yang gua cinta itu ternyata cuman separuh cinta sama gua, Atau bisa jadi ... gak bener-bener cinta gua," kata Tamara.

"Jangan sampe hati lo mati rasa hanya karna takut untuk memulai lagi, Ra."

"Hati dan perasaan gua ini urusan gua, lo gak berhak buat ikut campur atau ngatur-ngatur!" balas Tamara dengan penuh penegasan.

"Oke, sorry."

•••

TBC♥️

See you next part, guys^^

THANK YOU^^

SURRENDER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang