30

146 11 0
                                    

"woy! Lo kenapa Dev? Sakit?" tanya Arthur yang melihat Devano berwajah pucat pasi. Terduduk lemas di kursinya.

Devano menggeleng, lalu dia tersenyum tipis kearah Arthur. "nggak papa kok.. Cumleng dikit.."

Arthur menaruh punggung tangannya ke dahi Devano. "lo panas. Gausah ikut latian aja dulu."

Devano menggeleng lalu berdiri. "nggak papa.. Kita cuma ngawasin, nggak ikut latian."

"kan udah ada osis, lo gausah ikut. Istirahat aja di uks. Nanti gue izinin." saran Arthur.

Devano tertawa lalu merangkul pundak Arthur dan membawa Arthur berjalan keluar kelas menuju lapangan. "gapapaa! Udah ayo."


                                (•ω•)


Devano berdiri di pinggir lapangan melihat adek kelas nya yang berlatih baris berbaris bersama anggota osis yang baru.

"Devano arutala?" panggil seseorang.

Devano menoleh ke sumber suara. Oh itu, waketos. Dimasta abyan. Biasa di panggil kak Dimas. Dia menghampiri Devano dengan dua botol air mineral. Dia memberikan satu ke Devano. Devano menerimanya dengan senyum manisnya. "makasih kak Dimas."

Dimas mengangguk. Dia menelisik wajah Devano. "mukamu pucet banget. Kamu sakit?" tanyanya.

Devano menggeleng. "enggak.. Cuma pusing dikit. Hehe." jawabnya.

Tiba tiba, Devano merasa pandangannya kabur. Dia mulai hilang kesadaran hingga membuat Dimas panik saat Devano tesungkur ke depan tak sadarkan diri.

"devano?!" Dimas menggunjangkan tubuh Devano. Namun Devano tidak merespon. Dahi Devano pun mengeluarkan keringat dingin. Dengan cekatan. Dimas menggendong Devano ala bridal.

"bang?! Devano kenapa?!" Arthur dan Bryan menghampiri Dimas dengan panik.

"pingsan. Gue bawa ke uks dulu. Kalian lanjutin aja. Nanti nyusul ya thur." pesan Dimas sebelum berlari menggendong Devano menuju uks.

Semua gerak gerik Dimas di perhatikan Farrel dari jauh. Dia sedikit merasa-err.. Jealous. Alias cemburu.

Dengan buru buru, Farrel berlari mengikuti Dimas secara diam diam.



                               (•ω•)



Dari pintu, Farrel bisa melihat Devano yang masih tak sadarkan diri, terbaring di bangsal, dengan Dimas yang mengarahkan kipas elektrik milik Bunga-salah satu anggota PMR yang kebetulan berjaga dan tengah menangani Devano.

"lo gamau masuk?" tiba tiba Angga muncul dari belakang Farrel.

Farrel menatap Angga sekilas lalu kembali menatap Devano. "ga. Dah ada Dimas ama Bunga disana." ucapnya sebelum berbalik hendak meninggalkan ruang uks. Namun di tahan oleh Angga. Lalu Angga menarik Farrel untuk menghampiri Devano.

"jadi? Devano kenapa?" tanya Angga ke Bunga.

Bunga menatap Angga. "masuk angin kayaknya... Tapi-"

"denyut nadinya lemah." ucapan Dimas membuat semua orang disana menatapnya.

Bunga segera mengecek denyut nadi Devano di tangan, dia juga mengecek bagian leher. Ternyata benar, denyut nadi Devano agak lemah.

Bunga panik. "rumah sakit ayo! Lariin kerumah sakit aja!" teriak Bunga sembari menatap, Farrel, Angga dan Dimas secara bergantian.

Baru saja ingin di Gendong Dimas. Tiba tiba, Farrel menyaut tubuh Devano dan berlari membawanya keluar. Diikuti Bunga dari belakang. Angga menatap Dimas. Dimas juga menatap Angga. "tumben bapak ketos peduli ama yang begituan." ucap Dimas.

Angga menaikkan bahunya. "nggak tau tuh. Yaudah. Gue nyusul dia dulu." pamitnya kepada Dimas.

Deya yang kebetulan sedang menuruni tangga, tiba tiba terjatuh di anak tanga terakhir karena terkejut melihat Farrel yang berlari dengan seorang laki laki di gendongannya. Deya meringis sakit sembari mengelus bokongnya yang mencium lantai. "aduuh..."

Farasya dengan tertawa Menghampiri Deya. "rapopo tho tanggane."

"kudune koe nakoni bokongku dong sat." dengus Deya.

"bay the way. Seng mlayu mau bang Farrel." sambung Deya sembari perlahan berdiri. Farasya mengangguk. "iya, tau. Modelannya dari belakang dah keliatan."

Dengan acuh, Deya dan Farasya pun melanjutkan acara mereka yang sempat tertunda. Yaitu, ke kant-kamar mandi.

Falling in love with an upperclassman[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang