Disenchanted

3.1K 189 13
                                    

Sambil mendengus sebal, aku keluar sambil membanting pintu mobilku keras-keras. Andi mengerang frustasi di kemudi. Berjalan keluar di tengah jalanan yang ramai.

"Sal, lo mau kemana?!"

Aku mengacuhkan teriakannya. Berjalan setengah berlari berlawanan arah. Andi tidak mungkin mengejarku karena aku memilih menghentikan mobilku tepat di overboden. Di tambah lagi klakson yang beradu mengintrupsi Andi untuk segera melajukan kendaraan roda empat itu.

Setengah jam yang lalu kutemukan Andi bergelung di atas sofa unitku, menginterupsiku dengan pertanyaan-pertanyaanya sambil memakan makanan ringan dari toplesku. Hingga dengan terpaksa aku duduk menemaninya dalam perjalanan ke acara keluarga di Bandung, menyusul Papa dan Mama yang sudah lebih dulu sampai ke tempat itu.

Jika Papa tidak menerorku biar datang bareng Andi, sudah kuenyahkan sepupu sialan itu.

Arghhh!
Aku menggeram frustasi. Kepalaku penuh dengan semua pernyataan Andi yang tidak sedikitpun salah. Kini kekesalanku telah membawaku duduk mengemper di bangku stasiun menunggu keretaku datang.

Ponselku berdering ke sekian kali, sejalan dengan deru kereta api datang. Aku masuk diantara para penumpang dengan tujuan yang sama denganku.

Beruntung penumpang tidak banyak. Aku duduk di dekat jendela. Kupasang earphone di kedua telingaku, lagu mengalun dari gawaiku. Seiring dengan gerimis yang mulai berjatuhan dari atap langit. Kereta bergerak perlahan meninggalkan stasiun. Kukeluarkan pouch dari slingbagku. Kutata cat-cat kuku warna warni.

Selama lima tahun ke belakang, jika kepalaku penuh. Aku melarikan diri pada coretan kanvas membentuk gambaran-gambaran kekalutanku.

Namun, kali ini lain. Aku hanya bisa menemukan cat-cat kuku yang selalu setia dalam pouch make upku.

"Loe tuh terlalu pengecut!" Ucapan Andi kembali terngiang di kepalaku. Kuuleskan kutek warna putih ke salah satu kuku jariku.

Benar dengan kekanakannya aku kabur dari ocehan Andi.

"Kalian cukup dewasa. Bicarakan!"

"Apalagi yang perlu dibicarakan. Semua udah jelas dan kandas!" Jawabku tak mau kalah.

"Ga cuma loe yang terluka. Rony juga!"

"Tau soal apa tentang Luka? Emang loe udah pernah di hianatin Alena?" Aku menaikan nada suaraku.

Aku kembali memoles kuku jariku dengan asal-asalan. Ingatan demi ingatan perdebatanku dengan Andi kembali melahirkan emosi dalam dadaku.

Kutatap kuku di tanganku yang tercetak tidak beraturan. Menggambarkan kekalutanku saat ini.

Sudah tak lagi kutemukan ketenanganku pada polesan indah warna dari cat-cat di kukuku.

Musik pun sudah tidak dapat memberiku ketenangan yang kuharapkan. Beberapa kali musik di gawaiku terhenti oleh notifikasi panggilan Andi. Benar, lelaki itu belum menyerah. Aku mendengus sebal, kutumpuk kutekku dengan asal.

"Dimana?
Om dan tante nyari, loe.
Gue mesti bilang apa?
Hey! Jangan kekanakan please.

Notif panggilan Andi, berubah menjadi notif panggilan dari Papa dan Mama yang muncul bergantian.

Lalu saat kereta berhenti di stasiun dan kakiku hampir beranjak. Sebuah pesan dengan nomor baru masuk ke dalam gawaiku.

'Let's talk'

*******

Halo Hai... Pendek2 aja lah ya hihihi

Masih ada ga sih yang nungguin aku up cerita ini??

Kalau banyak, mau aku up 3 part sekaligus...

Congrats bunga Hati 3M d Yt dan 2M d spotify.

Jangan malas streaming buat lagu Mengapa dan Bunga Hati 😄

Bungkam hatters dengan karya

Season Of Blossom (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang