You are the Reason

3K 190 6
                                    

Drt... Drt... Drt....

Dering telepon di atas meja, membawa kembali Rony ke alam nyata. Ia meraba keningnya, sebuah plaster penurun panas masih bertengger di sana.

Rony mengerjap beberapa kali, tubuhnya terasa lebih ringan, entah sudah berapa lama ia tertidur nyenyak. Nyeri di kepalanya sudah hilang sepenuhnya. Namun gejala flu belum sembuh benar. Untuk pertama kali dalam lima tahun terakhir, dia akhirnya bisa merasakan tidur tanpa mimpi buruk yang menyerangnya.

Pijatan halus, jemari Salsa masih jelas terasa. Ia mengerjap saat gawainya berkedip kembali. Ia masih dengan posisi yang sama, tertidur di sofa. Mengedar sekeliling. Memastikan keberadaan perempuannya.

Rony beranjak, melipat selimut dan membawa serta bantalnya ke kamar.
Notifikasi pesan dan panggilan tampak hadir bergantian.

Rony masih enggan membukanya. Dia menuju arah dapur, meneguk air jahe hangat dari tumbler miliknya, mungkin Salsa menaruh sisa air jahe ke sana-pikirnya.

Rony kembali ke sofa, mengambil gawainya yang tampak berisik. Hanya ada satu nama yang bertengger di sana.

Rony menekan ponselnya serentetan kalimat menyerangnya.

Hey! Jangan bilang baru bangun loe!

Udah dapat pijatan dari Salsa lupa ya loe sama dunia!

Rony mengerjap, dari mana Andi tahu?

Rony buru-buru menggulir gawainya membuka puluhan pesan Andi yang sudah menumpuk seperti tagihan pay-later gadis-gadis ibu kota.

'BRO! PLEASE BACA!'
'Salsa kabur dari mobil, karena berantem sama gue!'
'Gue bilang kalian musti bicara!
'Ini kesempatan buat kalian terbuka satu sama lain.'

Sebuah nomor baru di kirim oleh Andi. Beserta sebuah pesan baru.

'Hubungi dia'

Rony segera menghubungi Salsa mengukuti kata-kata Andi. Kali ini Rony meneguhkan dirinya. Meskipun harus menerima pukulan atau apapun itu dari Salsa. Mereka memang perlu berbicara.

Membicarakan masalalu. Karena setelah malam perpisahannya perempuan itu kabur membawa perasaan bersalah pada dirinya. Rony tak pernah mengganti nomornya, juga photo profil WA-nya berharap suatu saat Salsa akan menghubunginya.

Namun rupanya meskipun mereka saling terhubung berkali-kali, rupanya mereka tak pernah saling menyimpan nomor satu sama lainnya. Lalu hari ini terjadi, Rony kembali menghubungi Salsa. Untuk membicarakan sebuah kesalahan, entah untuk kesempatan kedua atau berakhirnya kisah panjang mereka.

Kini Rony telah selesai membersihkan diri dan melakukan kewajibannya. Kala dering telepon kembali berbunyi.

'Buka pesan gue sekarang, kalau loe ga mau Salsa diambil Tama!'

'Udah gua sharelock. Kita ketemu di jalan. Buruan!"

Rony tak sempat menjawab, karena Andi memutus teleponnya sepihak. Mendengar nama Tama disebut hatinya mencelos, sebuah perasaan de javu berhasil membawa Rony di situasi saat ini.

Dia mengebut, membelah jalanan ibu kota dan Bandung hanya setengah jam. Kegilaannya berhasil membawa Rony yang hampir sepuluh menit duduk agak jauh, menyaksikan Salsa dan Tama yang sedang bergurau di mejanya.

"Dih! Sok ganteng! Gantengan juga gua!"Rony mencebik.

Dia mulai membandingkan dirinya dengan Tama, yang Rony akui berhasil merubah dirinya seratus persen. Kini dia menyesali setiap ajakan Andi untuk rajin berolahraga, sehingga perutnya yang mulai tampak buncit benar-benar menjadi titik lemahnya.

Hatinya bergemuruh, menyaksikan dua sejoli yang sedang tertawa bahagia. Mulanya ia ingin menarik tangan Salsa seperti yang dilakukannya di masa muda. Namun, ia sadar dirinya siapa? Hanya seorang mantan yang telah melukai perempuannya.

Rony merasa panas di tempatnya, kemudian dia mengabari Andi bahwa dia sudah menunggu Salsa. Tak lama kemudian perempuan itu pamit dari hadapan lelaki itu. Rony buru-buru mengikuti gadisnya dari belakang, saat Tama tampak terlihat ingin mengejar Salsa untuk meminta nomor HPnya.

Beruntung Rony lebih dulu sampai di tepi jalan, melihat Salsa yang tampak bingung berusaha menyebrang jalan. Salsa ceroboh, sebuah motor hampir menabraknya, sejalan dengan teriakan Tama yang kalah dengan suara klakson motor itu.

Buru-buru Rony mengambil kesempatan mengaitkan kedua jarinya, perempuan itu memekik tertahan, kedua bola matanya terbelalak lucu. Perempuan itu berusaha menghentak kaitan tangan mereka, namun Rony yakini bahwa Tama masih melihat keduanya dari jauh, dia mengeratkan kaitan tangannya dan memasukkan ke dalam saku jaketnya.

Dia berharap Tama tau bahwa Salsa hanya menjadi satu-satunya miliknya!

Rony akui cemburu buta melihat kebersamaan Salsa dengan Tama. Dengan suara dingin dia berkata.

"Kenapa tak satupun pesan saya dibalas, Salsa?"

Salsa tak sempat berkutik, karena klakson saling beradu suara, Rony hanya berusaha menyelamatkannya.

*****

Season Of Blossom (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang