10. Hujan

21 15 0
                                    

"Jika kamu ingin melihat seberapa banyak rasa sayang dan cinta aku ke kamu, maka lihatlah tetes demi tetesan air hujan yang turun. Banyak, dan bahkan tak terhitung"

Sagara Arshee

°^°

Setelah keributan telah usai, suasana koridor sekolah berangsur-angsur tenang kembali. Sagara dan Rora pun pergi ke kelas. Diperjalanan menuju kelas, Sagara terdiam sesaat kemudian membuka mulutnya untuk mengungkap rasa penasaran yang selalu mengusik pikirannya.

"Ra, kenapa setiap Jeffrian bikin ulah. Ga pernah ada yang mau melerai? Malah pada nontonin aja, kadang gue suka aneh sama yang nonton. Kagak ada inisiatif buat misahin" Rora menghela napas untuk memulai menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu

"Sag, Dulu sewaktu gue kelas 10. Gue denger keributan dari koridor sekolah, gue yang awalnya fokus ke buku. Tiba-tiba gue denger orang-orang nyebutin nama temen kelas gue, Putra namanya. Gue langsung bergegas liat, dan lari ke koridor yang ada keributan nya. Pas nyampe, ternyata Jeffrian lagi ribut sama anak kelas 10. Awalnya yang ribut sama Jeffrian bukan Putra, tapi si Riza. Yang gue denger, Putra coba lerai pertengkaran dari keduanya. Tapi malah dia juga yang kena, dari situ Putra sering di gangguin sama geng nya Jeffrian. Sampe-sampe si Putra memutuskan buat pindah sekolah, karena mentalnya udah kena" Penjelasan dari Rora membuat Sagara paham, paham mengapa tidak ada yang mau melerai setiap kali ada keributan yang dipicu oleh Jeffrian. Sagara yang memang masih baru dan belum sepenuhnya memahami kondisi di lingkungan barunya, tentu belum dapat mengetahui informasi itu.

"Gatau karena lo cewe, atau emang lo lagi beruntung aja. Cuma lo yang ga di gangguin sama geng nya Jeffrian, padahal lo udah berkali-kali melerai pertengkaran yang dibuat oleh Jeffrian. Tindakan lo bagus, bagus banget. Tapi lo juga harus hati-hati, harus tau siapa lawan lo" Nasehat dari Rora menyadarkan Sagara untuk tidak bertindak gegabah

"Makasih nasehatnya, Ra"

"Sama-sama, Sag"

°°°

Hujan turun dengan awet dari pagi sampai saat ini. Sagara sangat malas untuk bergerak keluar dari kelas, karena diluar sangat dingin.

"Hujan kapan redanya sih, gue pengen ke kantin tapi males" Sungut Sagara

"Raa! Noh ada yang nyariin" Ucap lelaki yang bernama Farhan yang berada di ambang pintu, Sagara yang merasa dirinya terpanggil akhirnya berdiri kemudian berjalan keluar

"Haloo" Suara pertama yang Sagara dengar adalah sapaan dari Khavi, lelaki di depannya sedang tersenyum dengan lebar sembari menenteng kresek di tangan kanannya. Seragam yang ia pakai juga ada sebagian yang basah, dan rambut yang basah pula

"Lo hujan-hujanan ka? Astaga, nanti kalo sakit gimanaa?"

"Hujan mah kecil bagi gue Sag. Mau hujan, angin puting beliung, badai sekalipun akan gue hadapi. Apa sih yang engga buat cintaku ini" Wajah Sagara merona merah, lelaki di depannya memang sangat pandai untuk membuatnya tersipu malu.

"Ya Tuhan, udah masuk sini. Disini dingin" Ajak Sagara, Ia menarik tangan kiri milik Khavi untuk mengikutinya masuk.

°°°

"Maaf ya ka, di kelas gue emang pada berisik. Anak-anak nya pada spesial semua, agak lain emang" Ucap Sagara tak enak, Khavi hanya mengangguk sembari tertawa pelan.

Khavi & Sagara ✔️EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang