Esa menoleh ke belakang setelah mendengar suara bersenandung dari beberapa wanita. Dari kejauhan Esa tidak bisa melihat jelas wajah sosok-sosok yang berdiri di kejauhan itu, terlebih kelima sosok tersebut berpakaian putih dan kain yang menutupi wajahnya.
Esa lama kelamaan merasa pusing sampai akhirnya ia jatuh dan tak sadarkan diri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mami..."
Sonya, ibu dari si pria berkacamata tersebut pun langsung mengangkat wajahnya.
"Esa? Esa kamu udah siuman, nak?"
"Sebentar mami panggilkan dokter!"
Segera Sonya menghapus airmata nya dan berlari keluar. Sementara itu, Esa yang belum benar-benar membuka mata nya berusaha memastikan bahwa ia sudah berada ditempat semula.
"Luar biasa! Anak anda bisa siuman lagi itu juga sebuah keajaiban dari Tuhan"
"Tapi dokter, gimana keadaannya?"
Dokter berambut putih itu tersenyum dan segera memeriksa keadaan Esa. Setelah memastikan seluruh organ vital pasien nya itu normal, ia pun mengangguk dan menepuk pelan punggung tangan Esa.
"Kamu hebat udah bertahan. Tapi besok kita rontgen dulu sebelum melakukan fisioterapi"
Esa balas tersenyum.
"Dokter"
"Ya?"
"Udah berapa lama saya disini?"
"Empat puluh sembilan hari"
Jawab Sonya.
"Iya, kurang lebih empat puluh sembilan hari"
|||
Esa berkali-kali mengelus punggung tangan Sonya yang berada di genggaman nya. Rasanya nyaman dan tenang karena tau ia kini sudah kembali pulang. Suasana malam yang hening bahkan bisa membuat Esa mendengar deru nafasnya sendiri.
Perlahan malam kian larut membawa Esa kembali mengantuk, beberapa kali ia mengusakkan wajah pada lengan Sonya, yang kemudian dibalas dengan elusan lembut pada pipi nya.
"Kamu mengantuk?"
"Hmm, kayaknya karna aku gak banyak bergerak"
Sepasang netra mereka saling beradu, mencurahkan perasaan rindu yang akhirnya terbalas setelah sekian lama tidak saling bertukar kata. Bibir Sonya masih mengukir senyum, pasalnya wajah pemuda di ranjang itu selalu mengingatkannya dengan sosok pria yang dulu pernah mengisi hati nya. Namun sayang Tuhan menuliskan kisah lain pada hidup Sonya, yaitu tepat dimana Abraham Esa mendapatkan gelar sarjana nya, pria yang selalu ia panggil 'papi' itu tertangkap polisi atas tuduhan korupsi. Meski saat itu pasangan ibu dan anak tersebut tidak percaya, tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Dan satu hal yang jelas, baik Esa ataupun Sonya tau siapa yang sudah memfitnah Erza.
"Kita baru bertemu sebentar tapi kamu mau tidur lagi?"
Sonya bertanya, sedikit bercanda dengan nada suaranya yang jelas terdengar cemas.
"Aku akan kembali, mih, aku gak akan ninggalin mami"
"Janji?"
Esa tersenyum dan mengangguk.
"Anak laki-laki mami ini gak pernah ingkar janji, kan?"
Kemudian mereka tertawa bersama, hingga akhirnya Esa memejamkan mata dan memasuki alam bawah sadar.
|||
Abraham Esa menangis tersedu-sedu, kali ini adalah pertama kali baginya Esa begitu membenci malam.
"Esa...bangun sayang, kamu gak boleh ninggalin mami kayak gini..."
"Esa...kamu bilang kamu selalu tepatin janji kamu! Esa bangun..."
Isak tangis Sonya semakin keras saat dokter akhirnya menunduk dan meminta perawat untuk melepaskan berbagai alat bantu yang terpasang pada tubuh Esa. Sonya bahkan tidak peduli dengan suara berdengung yang dihasilkan dari kotak sensor detak jantung yang terpasang di sisi ranjang.
"Mami maafin Esa, maafin Esa karna gak bisa jagain mami sampai akhir. Maafin Esa karena udah ingkar janji"
Esa menangis semakin keras hingga tubuhnya jatuh merosot ke lantai, menyaksikan Sonya menangisi dirinya yang berakhir seperti ini rasanya lebih menyakitkan dari semua perasaan sakit hati yang pernah Esa rasakan.
Pria bermata sipit itu berjalan mendekati sang ibu untuk memberikan pelukan terakhir, tetapi sebuah tangan lembut menariknya.
Esa pun sadar bahwa waktu nya sudah habis dan sekuat apapun ia menangis tidak akan mengembalikan ia pada tubuhnya.
"Tuhan, terima kasih telah memberikan seorang wanita hebat yang telah menjaga, membesarkan dan menyayangi ku sampai detik terakhir. Jika boleh aku meminta, ya Tuhan tolong satukan ia lagi dengan belahan jiwa nya, jangan biarkan mami merasakan kesepian. Aku tau Engkau pun juga tau betapa mami sangat merindukan papi. Izinkan mereka bersatu kembali dan berikan mereka kebahagiaan sampai mereka lupa kalau mereka pernah menangisi kepergian ku"