Aji yang sudah siuman dari tidur panjang nya kini duduk melamun di taman belakang rumah sakit tentu saja setelah meyakinkan para dokter dan kedua orangtua nya bahwa kondisinya sudah membaik.
Pemuda itu beberapa kali menutup wajahnya dengan kedua tangan dengan gusar lalu menghela nafas panjang.
"Kamu bisa melihat kami?"
Aji pun tersentak kaget.
"Kenapa?"
Sosok wanita berambut panjang dengan baju pasien itu lanjut bertanya.
"Jangan mengajak ku bicara"
Balas Aji dengan kening mengkerut. Alasan ia tidak mau berbicara dengan sosok tersebut ialah karena Aji tidak mau ada yang melihatnya bicara sendiri dan menganggapnya aneh.
"Kamu baru kembali ke tubuh mu?"
Aji mengangguk, lalu sebuah senyuman kecil muncul.
"Kamu gak takut karena bisa melihat ku?"
"Engga. Bukan itu"
"Terus kenapa kamu keliatan melamun?"
Sebenarnya yang membuat Aji ingin duduk di taman adalah karena firasat nya. Sore tadi satu jam setelah ia siuman Aji mendapatkan pengelihatan tentang Esa, rekan satu band yang juga teman kuliahnya.
Seno Aji kecil memang bisa melihat sosok tak kasat mata, itu bukan hal yang mengejutkan lagi baginya. Namun Aji belum pernah merasakan hal seperti sekarang ini.
Melihat banyak roh yang baru saja keluar dari jasadnya, mendapatkan pengelihatan tentang kejadian yang akan datang maupun di masa lalu cukup membuat Aji gelisah.
"Aku memang bisa melihat kalian"
Jawab Aji sambil memperhatikan sosok anak kecil yang tengah berlarian dan memaksa masuk ke jasadnya lagi.
"Lalu kenapa kamu keliatan gelisah?"
"Aku bisa melihat lebih banyak dari sebelumnya, dan itu rasanya.....aneh"
"Kamu..."
Aji terdiam sambil menoleh ke arah sosok tersebut.
"Jangan berpikir suami mu membenci mu karena kamu tidak bisa memberinya anak, dia sangat mencintai mu! Dia bahkan sangat hancur setelah mengetahui kamu meninggal"
Sosok itu terkejut dan hanya bisa diam mendengarnya.
|||
"Ji, gue harus pergi. Gue nitip mami ya, Ji"
"Tolong sempetin waktu untuk berkunjung ke rumah, ajak mami ngobrol atau sekedar ngecek keadaannya"
"Lo mau kemana, bang? Kenapa gak lo aja yang temenin nyokap lo?"
"Ji, waktu gue di dunia udah habis. Maaf ya gue gak bisa ngerayain anniversary band kita lagi tahun depan"
"Lo ngomong apa sih, bang! Kita kan balik sama-sama! Kenapa lo pergi lagi"
"Bang Esa!"
"Aji, kamu kenapa nak?"
Aji menoleh ke ibu nya dengan wajah panik.
"Kenapa nak? Mimpi buruk lagi? Ini minum dulu"
Ia menggeleng sambil menolak air mineral yang diberikan sang ibu, kemudian memeluk Nabila dengan erat.
"Aji? Kamu nangis?"
"Bu, tolong telepon tante Sonya. Sekarang"
"Eh ada apa? Ini udah tengah malam loh"
"Aji mohon, tolong telepon tante Sonya"
Nabila pun mengangguk, ia mengelus lengan putra nya sambil menghubungi Sonya.
Panggilan pertama tidak ada jawaban. Panggilan kedua hingga panggilan ketiga pun sama, hanya berdering tanpa ada jawaban dari si pemilik nomor.
"Udah tidur mungkin, Ji"
"Sekali lagi, tolong"
"Iya, ibu coba lagi"
"Halo?"
"Halo..."
"Sonya, gimana kabar Esa? Apa dia udah siuman?"
*Suara tangisan*
"Sonya? Kamu gak apa-apa?"
Aji meremas tangan ibu nya, ia semakin gelisah mendengar suara Sonya.
"Bil, Esa...dia....pergi"
"Esa pergi buat selamanya"
"Sonya?"
"Kemarin dia udah sempat siuman, t-tapi..."
Lagi-lagi Sonya tidak bisa melanjutkan ucapannya, hanya suara tangis yang lirih yang terdengar oleh Nabila dan Aji.
"Sonya, kamu sama siapa sekarang?"
"Besok pagi aku kesana, ya"
|||
"Ibu.."
"Iya, Ji?"
Aji menatap Nabila dengan kedua matanya yang masih berair. Setelah percakapan dengan Sonya beberapa saat lalu Aji merasa seluruh tubuhnya lemas, ia bahkan tidak ada tenaga untuk sekedar bicara.
"Kenapa? Hmm?"
"Bang Esa datang, dia nitipin mami nya sama aku"
Nabila tersenyum seraya mengenggam tangan Aji. Mengelusnya berkali-kali berharap itu bisa membuat putra satu-satunya bisa merasa lebih tenang.
"Nanti kita akan sering mengunjungi tante Sonya, ya"
"Iya sayang anak ibu"
"Bu..."
"Iya?"
"Gimana caranya biar Aji berhenti jadi indigo?"
"Aji takut, bu, Aji gak mau ngeliat masa lalu atau pun masa depan orang. Aji–"
"Sssshhh sayang, udah dong jangan nangis lagi.."
"Apa yang kamu rasakan sekarang itu keturunan dari nenek kamu. Kalau kamu takut, kamu bisa ceritain semuanya sama ibu, ibu akan selalu ada disini nemenin kamu"
•|•

KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 341
Terror"Jadi, mereka atau kita yang sudah meninggal?" © Chi, Maret 2023