Bab 2

6.3K 347 3
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sinar matahari terlihat mulai masuk dari celah-celah jendela sang pemilik kamar yang terlihat masih sibuk bergelut dengan selimutnya. Namun, si pemilik kamar masih enggan membuka matanya dan lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya.


Kringgg

Kringgg

Suara alarm yang mampu membengkakkan telinga terdengar nyaring di kamar itu.

Tuk

''Eungg jam berapa ini??"

Ezio melebarkan matanya setelah menyadari jam sudah menunjukkan pukul 6.30 WIB lalu segera menyambar handuknya, dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

10 menit berlalu, Zio sudah rapi dengan seragam SMAnya. Ia sedang berdiri di depan kaca, tengah menyisir rambutnya. Berusaha memberi kesan baik di hari pertamanya.
Apakah Zio lupa jika sekarang ia sudah hampir telat? Ah sudahlah terserah Zio saja.

Merasa sudah rapi Zio segera berlalu dan mengambil kunci motornya.

"Wahhhh kak jio rapi dan wangi banget! mau sekolah ya?" ujar salah satu adik panti Ezio dengan cadelnya.

"Iya nih, kakak buru-buru mau telat"

"Biarin kakaknya mau berangkat sayang, dan hati-hati Zio" sahut ibu panti mengulurkan tangannya. Zio yang melihat itu segera mengecupnya singkat.

"Zio berangkat dulu bu, adik-adik. Assalamu'alaikum"

Setelah berpamitan, Zio segera menjalankan motornya menuju sekolah.

Hari ini merupakan hari pertama Ezio menjejakkan kakinya di SMA. Ia akan mencari letak kelasnya terlebih dahulu. Kakinya mulai melangkah menuju mading sekolah untuk mencari kelasnya.

Setelah menemukan dimana kelas yang akan ia tempati, Zio segera pergi kesana untuk mencari tempat duduk.

Sudah ada banyak siswa di kelasnya. Sepertinya mereka berangkat sangat pagi untuk mencari tempat duduk incaran. Tapi Zio bukan tipe yang akan mempermasalahkan tempat duduknya. Ia bisa duduk di mana saja, asalkan atas kemauannya sendiri.
dasar anak pintar

Sepertinya kelasnya ini penuh dengan anak-anak ambis dan tentunya pintar. Ia jadi harus belajar lebih keras lagi sekarang untuk mempertahankan beasiswanya.

Setelah berpikir sebentar sepertinya ia akan duduk di nomor 3 dari depan dan nomor 3 dari belakang. Karna hanya itu bangku terdepan yang tersedia. Ingatkan, niatnya untuk menjadi anak ambisius.

Saat sedang asik melamun tiba-tiba ia di kejutkan dengan datangnya dua curut tukang rusuh, yang sudah membuat onar di hari pertamanya.

"Pergi lo! Kita mau duduk di sini" bentak salah satu dari mereka, gibran.

"Tapi gue duluan yang duduk di sini!" ujar Zio tak terima. Bisa-bisanya mereka membentaknya dan menyuruhnya pergi, kan dia duluan yang duduk di sini huh. Sudah terlanjur PW jugak!

"LO GAK TAU SIAPA KITA HA?!" teriak bocah brandal yang bernama Gibran tadi.

"DENGER! YANG LO HADAPI SAAT INI ITU ANAK PEMILIK SEKOLAH, DERION KEEFAN GARCIA! NGERTI LO!" teriaknya lagi seraya menarik kasar kerah seragam Zio.

Jantung Zio berdebar tak karuan, bukan Karna kambuh atau apa, tapi karna kenyataan yang baru saja ia terima. Kenapa hari pertamanya sungguh sial, Zio merutuki ucapannya tadi seharusnya ia tak terpancing emosi tadi. padahal ia bisa saja duduk di tempat lain.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, ia harus segera meminta maaf kepada dua berandal ini.

"M-mentang mentang anak pemilik sekolah, lo gak bisa semena-mena sama yang lain." dannn... ia harus merutuki mulutnya yang tidak sesuai dengan otaknya, kenapa yang keluar dari mulutnya berbeda dengan apa yang ada di otaknya. Walaupun tidak di pungkiri suaranya sedikit bergetar saat mengatakannya.

Entah kenapa bukannya tersulut emosi seperti temannya, Derion yang sedari tadi hanya diam menyaksikan perdebatan sahabat pemarahnya itu, malah ingin tertawa melihat wajah ketakutan lawan debat sahabatnya.

Wajah ketakutan Ezio terlihat konyol, walau sedang berusaha di tutupi dengan gaya yang sok beraninya. Derion seperti ingin mengunyel-unyel pipinya yang terlihat sedikit tembam itu.

"Ehemmm sudahlah Gibran ayo duduk di sebelah sini saja." Derion memutuskan angkat bicara untuk menghentikan sahabatnya yang sedang dalam mood buruk.

Apa ini?! Derion?? Seorang Derion mau mengalah?? Apakah telinganya salah dengar??
Gibran tentu saja shock dengan apa yang baru di dengarnya, Baru saja ingin menyela sahabatnya itu lebih dulu memotong ucapannya.

"Yon? Tap..."

"Ayo duduk di sebelah sini."

"Baiklah.." ia memang merasa sedikit aneh dengan reaksi teman dinginnya ini. Tapi mungkin saja kan, temannya itu sedang tidak mood untuk mendengarkannya berdebat.
"Kali ini lo selamat! tapi liat aja nanti!" tambahnya lagi.

Siswa-siswi lain yang sedari tadi menyimak perdebatan mereka hanya mampu menghela nafas lega. Akhirnya kedamaian telah kembali.

Tak lama seorang guru perempuan memasuki kelas dan mulai memperkenalkan diri.

"Selamat pagi semuanya."

"pagi buu..."

"Baik anak-anak adakah yang sudah mengenal saya?"

krik

krik

"Ah, baiklah perkenalkan nama sulya arafah, Saya mengajar di mapel bahasa Indonesia sekaligus wali kelas kalian, dan kalian bisa memanggil saya Bu Sul. Apakah ada pertanyaan?"

"Tidak buu..."

"Baik, jadi bisa kita mulai pelajarannya ya."

Semua penghuni kelas mengikuti pelajaran Bu sul dengan hikmat tanpa terkecuali.

_________________________________

~EZIO~

__________________________________
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa vote kalau kalian suka😄

EZIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang