Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Ezio hanya ingin bersekolah dengan tenang, sungguh. Ia ingin memanfaatkan tiga tahun terakhirnya untuk belajar dan berteman sebanyak-banyaknya. Setelah itu ia akan merasakan betapa keras hidup di dunia dengan bekerja untuk dirinya sendiri di kemudian hari.
Namun baru tiga bulan menapak tangga kelas sepuluh, ia sudah merasakan perundungan kembali.
Seperti sungai dangkal, hidupnya penuh batu sandungan, licin dan ekstrim. Kapan ia akan mengecap ketenangan dan kebahagiaan masa sekolah? Kenapa lagi-lagi ia harus dijejali kekerasan, diskriminasi, dan bully.
Tubuh Ezio masih tetap diposisi yang sama, sejak siswa tadi meninggalkannya begitu saja. Kakinya di selonjorkan untuk menghilangkan kesemutan. Jujur saja Zio sangat lemas sekarang. Ia masih shock dengan apa yang baru saja ia alami.
Hatinya sedih, saat mengingat senekat apa dirinya membela siswa yang dipukuli kemarin. Bukan hanya menyelamatkan fisiknya, Zio pun menyelamatkan harga diri siswa itu. Namun, balasannya malah seperti ini. Tidak ada seorangpun yang membantunya saat ia benar-benar butuh bantuan. Tidak ada seorangpun yang menyelamatkannya dari rasa sakit.
Dadanya nyeri. Tapi Zio menganggap itu adalah hal biasa yang akan sembuh dengan sendirinya. Tangannya bergerak mengusap-usap dada kirinya. Zio tahu, nyeri ini timbul karena emosinya.
Marah, sedih dan kecewa sedang menguasainya. Tapi semua itu harus ditahan demi dirinya sendiri. Demi agar sekolahnya tetap berlanjut minim biaya seperti ini. Demi beasiswanya. Ia tidak boleh sampai mencatat hal buruk yang akan menghancurkan seluruh kerja kerasnya selama ini.
Ia hanya harus bersabar tiga tahun lagi. Hanya tiga tahun. Setelah itu ia akan bebas dari neraka ini.
*************
Jam pelajaran kedua sudah berakhir sejak 10 menit yang lalu. Namun, Regan dan Jojo tidak melihat atensi Ezio sama sekali. Beruntung jam ketiga sedang kosong. Jadi Zio tidak akan mendapatkan sanksi tambahan.
"Huft.. Zio kemana sih? Gue udah berusaha mikir positif dari tadi, tapi gue nggak bisa nggak khawatir Jo..." keluh Regan pada teman karibnya yang masih betah menatap kearah pintu.
"Ayo, kita cari dia," ajak Jojo yang sepertinya bosan menatap pintu. Berharap sosok yang ditunggu-tunggu tiba sebentar lagi.
"Let's go!"
Mereka memutuskan untuk berpencar mencari Ezio di pertigaan koridor. Regan ke kanan, sementara Jojo ke kiri. Di lorong sebelah kanan Regan mencari Ezio di kamar mandi laki-laki, dan kantin. Jojo mencari Ezio di dua kamar mandi laki-laki, UKS dan gedung serbaguna.
Mereka bertemu di lorong yang menyambungkan keduanya. Regan dan Jojo sama-sama menggeleng tidak menemukan Ezio. Kemudian mereka memutuskan untuk naik ke lantai dua dan mencari bersama. Mulai dari ruang laboratorium, perpustakaan, hingga Kantin dan UKS lantai dua.
Naik lagi ke lantai tiga, mereka berpencar lagi mencari di sekitar ruang meeting, dan aula yang luasnya tidak main-main. Dan hasilnya, nihil. Ezio tidak ada dimanapun.
Opsi terakhir berada di lantai paling atas, yaitu rooftop. Yang hanya bisa dijangkau melalui tangga. Tak apa, demi menemukan sahabat sehidup sematinya, mereka rela menaiki beribu-ribu tangga sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
EZIO
Random"Dia orang tuamu." "Ha?" "Saya Ayahmu." "Ha?" "What the fuck does he mean, ha?" -- berbisik pada bawahannya. ######################## Ezio yang sejak kecil tinggal di panti asuhan tempatnya tinggal, selalu mengagumi tempat yang disebut rumah. Berbe...