Bab 17

2.8K 186 5
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah berhari-hari berusaha menyembuhkan diri, Ezio menjadi orang lain. Bukan hanya kehilangan kepercayaan pada dirinya dan orang lain, dia juga seperti kehilangan jati diri. Gaya bicaranya berganti kaku, dan baku saat merasa tidak nyaman. Tapi sejauh ini dia selalu berbicara seperti itu, mungkin merasa tidak nyaman setiap saat.

Kepribadiannya yang agak pemalu semakin tertutup. Wajahnya yang dulu masih sempat menunjukkan keceriaan hilang. Dan yang tersisa hanya wajah datar yang berusaha menutupi raut ketakutan dan kecemasan yang menyelimuti setiap saat.

Jujur saja, Ezio selalu merasa takut ketika mencoba berjalan di keramaian. Berpasang-pasangan mata yang menatapnya, menimbulkan keraguan pada Ezio untuk percaya dengan dirinya sendiri. Tapi takut selalu memenangkan perasaannya. Ezio tidak bisa menepis pikiran yang menghantuinya, seperti ada yang salah pada dirinya, sehingga membuat orang-orang menatap dirinya.
Tak ayal, ia selalu berusaha lari dan bersembunyi dari mata-mata jahat yang menatapnya aneh. Tetap saja itu semua hanya angan Ezio. Bukan sejatinya isi pikiran orang-orang.

Dokter sudah melakukan berbagai cara agar Ezio kembali mempercayai dirinya sendiri. Tapi Ezio begitu keras kepala dan tetap pada pendiriannya yang sulit diruntuhkan. Dia terlalu terpaku mencari apa yang salah pada dirinya. Sampai-sampai ia lupa bertanya pada perasaannya sendiri.

"Dari kapanpun kamu akan tetap salah Ezio. Bahkan kelahiranmu saja sudah teramat salah. Kamu tercipta sebagai perusak. Kamu merusak kami, merusak keluarga, kehidupan bahkan masa depan suci kami. Kamu lah penyebabnya! Kamu!"

"Apa yang salah? Apa?"

"Ini semua salahmu! Harusnya kamu tidak perlu ada! Kamu hanya karakter jahat didalam kisahku. Kamu yang mengacaukan segalanya! Itu kamu! Ingat itu baik-baik."

"Aku? Aku jahat? Aku bahkan takut dengan orang jahat yang selalu menyakitiku. Jadi aku sendiri yang jahat disini?"

"Aku benci orang jahat! Apa aku harus benci diriku sendiri?"

"Maka jangan jadi pengecut dan tepati perkataanmu."

Pikiran kotor itu setiap saat selalu memenuhi otak Ezio. Dia seperti lost control, bahkan bisa dibilang hilang kewarasan. Bermain peran di dalam benaknya sendiri. Jiwanya jelas terguncang. Masalah Ezio seperti api kecil yang berhasil menyulut hutan hijau (kepercayaan diri, ketenangan, kecerdasan, kewarasan) didalam pikiran Ezio. Dia terbakar dan hangus. Kemudian orang-orang yang menyadari itu, mencoba menanam kembali sebagian dari yang hilang didiri Ezio.

Dokter yang merasa tidak dapat menangani Ezio, menyarankan psikiater untuk menjadi orang yang mungkin dapat dipercaya anak itu. Merqeen juga ikut terlibat dalam pertimbangan ini dan berakhir disetujui.

3 hari kemudian, setelah perjuangan untuk berdamai dengan dirinya sendiri, Ezio seperti terlahir kembali dengan kepribadian yang terlalu tenang, sedikit kaku dan agak canggung. Terapi dengan memberi sedikit ruang terhadap Ezio mengungkapkan semua kekhawatirannya selama setengah jam membuahkan hasil. Jangan khawatir, dia baik-baik saja. Hanya sedikit berubah.

Hasilnya, tubuh Ezio tidak lagi gemetar saat berdiri ditengah keramaian begitu ia menyadari orang-orang tidak hanya menatap dirinya. Kondisi tubuhnya juga sudah seratus persen membaik dan segar lagi seperti buah yang baru dipetik. Nyeri dadanya seakan sembuh total karena belum pernah kambuh selama masa penyembuhan.

"Hari ini kamu bisa pulang. Jaga dirimu baik-baik, oke? Aku tidak mau mendengar, ada seorang anak yang kehilangan detak jantung lagi. Karena aku harus kembali berlari untuk membangunkan jantung mu yang gampang mengantuk itu."

"Aku bukan anak kecil."

"Ya, ya, ya. Akan ku tunggu kabar baik darimu, pasien kecil."

Perkataan dokter itu membuat Ezio memutar bola matanya malas, "Iya dokter. Anda terlihat sangat bersemangat." ucapnya, menyembunyikan tangan disaku Hoodie.

"Be careful, and be nice."

"Ya."

"Singkat sekali." kesal dokter itu, saat Ezio membuatnya mengalami gejala penuaan dini. "Anak itu diet bicara ya?"

👾👾👾

Berangkat sekolah, mencari ilmu, istirahat, pulang terasa membosankan bagi Ezio. Dia rindu adik-adik nya. Ezio tidak sempat memeluk mereka satu-persatu saat pulang kemarin. Tiba-tiba saja badannya lemas dan merasa sangat perlu tidur. Ia bahkan tidak tersenyum kemarin. Alhasil Merqeen memapahnya sampai kamar. Dia juga membantu Ezio melepas sepatu sampai menyelimuti nya.

Benar-benar kakak yang baik.

Sekarang, Ezio merindukan bangunan tua yang tidak pernah tidak berisik itu. Tidak ada lagi ibu panti yang dulu memperlakukannya tidak baik sekaligus membesarkannya. Yang ada hanyalah pengurus panti yang baru. Cukup banyak anak-anak yang diadopsi selama 2 minggu terakhir Ezio dirumah sakit. Tinggal tersisa 6 anak termasuk Ezio di panti itu. Mereka akhirnya menjemput kebahagian seperti saudara-saudaranya dulu. Sementara Ezio, masih tertinggal dipanti bersama kesendirian yang perlahan-lahan menarik ia kepelukan yang terasa dingin bukannya hangat.

Disekolah, teman-teman menyikapinya berbeda-beda. Ada yang berubah jadi sangat baik, ada juga yang bersikap biasa saja, atau bahkan tidak mengacuhkannya. Tapi syukurlah tidak ada yang bersikap buruk. Mereka sangat menghormati privasi Ezio, karena tidak ada seorangpun yang membahas kejadian yang menggemparkan seisi sekolah.

Perundungan yang dilakukan Bama memang sudah kelewatan. Banyak anak yang bersaksi untuk Ezio, bahkan mengungkapkan kegilaan seorang Bama 1 tahun terakhir. Karena itu tidak ada yang membelanya. Kepala sekolah mengirimnya ke sekolah swasta pelosok, karena hanya itu pilihannya. Pilihan lain hanya putus sekolah atau mencari sekolah di luar kota.

Apa yang ia ukir, maka itulah yang ia akhir. Bama pantas mendapatkannya.

Sementara itu, Merqeen sudah bersiap-siap menyusun skenario untuk menggiring Ezio pulang senatural mungkin. Tunggu sesaat lagi untuk mengukung Ezio dikediaman mereka.

Pertama-tama, Merqeen harus tahu sesuatu. Kira-kira apa yang bisa menjadi umpan menangkap Ezio nanti. Uang? cookies? atau permen? dasar Merqeen! memang adiknya apa? hingga butuh umpan untuk membawanya pulang.

Tidak mungkin kan, kalau Merqeen benar-benar menerapkan anutan --Kalau ada yang susah kenapa harus yang mudah-- di saat seperti ini? Kewarasannya serius sedang digadaikan.

Tapi ada satu hal yang paling seru untuk dilakukan sih. Apalagi kalau bukan kejujuran ditambah sedikit paksaan. Adiknya pasti akan suka.

Merqeen-- tersenyum lebar.

_______________________________

~EZIO~

_______________________________

Bagian terakhir yang terlihat konyol dan ngasal ini sebenarnya untuk minta pendapat kalian.

Aku merasa bagian dimana Ezio dibully itu kurang sadis. Jadi aku tambah sedikit adegan traumatis Ezio. Bab 09 aku revisi ToT huhu.
Sama satu lagi, kalian setuju nggak kalau aku ganti namanya si Merqeen jadi Mael?

Tolong dijawab, dan terimakasih.

Lalu seperti biasa, jangan lupa vote kalau kalian suka bagian ini.

Babayyy

EZIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang