Bab 19

2K 171 12
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Ada satu lagi, tujuan saya datang kesini juga untuk mengakui satu hal. Sebenarnya saya adalah orang yang bertanggung jawab atas keberadaan kamu disini."

Kalimat terakhir laki-laki berusia om-om didepannya terasa sulit ditelan Ezio. Bertanggung jawab? Aku?

"Oh ahaha Saya tahu." Jawab Ezio seraya tertawa garing seakan-akan itu cuma perkara remeh.

Tidak terduga. Dua kata yang terdengar biasa saja, tanpa amarah, kekecewaan atau apapun itu yang bisa menjadi reaksi maklum Ezio. Apa anak itu sadar dengan perkataannya? Dia bahkan sempat tersenyum dan menatap lawan bicaranya tanpa emosi yang berarti.

Tatapan penuh tanda tanya terlihat jelas di wajah ketiga pria asing. Ezio menyadari itu dan berniat menjelaskan pemahamannya.

"Saya sedang duduk di kursi meja belajar saya, sebelum ibu datang dan mengatakan seseorang mencari saya. Jadi tuan yang mencari saya?"

"..."

Oh, anak ini berpikir jika Steven tengah melontarkan candaan.

"Aha,ha,ha..." Ibu panti menyumbangkan tawanya begitu menyadari lelucon yang coba Stevan buat.

"Sayangnya bukan itu maksud saya." Sela Steven, menghancurkan pemikiran jenaka dua penghuni panti itu. Niatnya terpenuhi. Seluruh perhatian tertuju lagi padanya.

Perubahan ekspresi tuan Steven, seolah memperingatkan jika situasi ini serius. Tidak ada niat melucu apalagi mencoba peruntungan dengan lelucon sialan.

"Ezio, bagaimana kalau saya ayah kamu?" Sontak dua pemuda yang duduk di sampingnya melotot, terkejut. Keduanya beradu tatap seolah-olah berdiskusi.

'Orang tua, memang sedang menghindari dosa'

'Padahal berbohong sedikit tidak papa, untuk mengulur waktu'

'Hey Merqeen, aku juga mau cepat-cepat Adikku yang imut dan lugu pulang'

'Kasihan sekali, kami bahkan sudah pernah menghabiskan waktu bersama'

'Apa?!'

Pelototan penuh rasa iri Miguel, mengancam Merqeen yang langsung membuang muka saat itu juga. Sementara Miguel dan Merqeen berperang batin, Steven tengah kewalahan menghadapi keterdiaman seluruh penghuni.

Apa ia terlalu gegabah dengan mengatakan inti permasalahan yang baru akan di selesaikan. Apakah terlalu dini untuk mengakui statusnya? Apa Ezio dapat menerima seluruh kejadian yang telah merenggut 13 tahun emasnya?

Tubuh Ezio menegang, sebenarnya apa maksud awal kedatangan mereka. Jelas situasi ini bukan hanya untuk pencitraan semata. Dari awal tuan Steven berbicara ngalor-ngidul seperti orang mabuk. Uh terlalu kasar, Zio merutuki dirinya sendiri yang berbicara asal dan lancang. Tapi secuil perasaan senang ikut mengaliri hatinya.

'Tak kusangka orang berwibawa bisa        mengatakan omong kosong ini.'

"Mustahil bukan?" Lanjut Steven setelah membuang-buang 34 detiknya.

"Iya juga. Memang tidak mungkin, sih. Karena  saya tidak pernah punya siapapun di dunia ini. Makanya saya ada disini,

agar mendapat tempat, juga orang yang dapat dipercaya. Dan yang paling penting mau menerima saya." Ezio tertunduk, saat rasa tak nyaman menyebar ke seluruh tubuhnya yang mulai bergetar. Seperti kecewa? tuan Steven berhasil mematahkan layangan berisi harapan yang baru saja diterbangkannya.

EZIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang