TTM 22 - CEMBURU?

139 17 0
                                    

Ruangan di meja makan tampak terasa hangat setelah makan malam selesai. Alvia membantu ibunya membersihkan meja makan, menutup sisa makanan dengan tudung saji. Ia kemudian mengelap meja makan ketika dilihat terdapat tumpahan air.

Herlambang menatap anaknya sayang seperti tak terasa jika putrinya sudah akan beranjak dewasa. Sebentar lagi pun Alvia akan memasuki jenjang perguruan tinggi. Entah Alvia akan memilih di universitas mana dan memilih jurusan apa, dia akan membebaskan anaknya untuk memilih.

"Ayah kenapa?" tanya Alvia ketika menyadari pandangan Herlambang.

"Nggak papa. Duh ... duh ... anak ayah udah besar, ya." Herlambang merentangkan tangan ingin mendapat pelukan dari Alvia.

"Anak ayah masih sibuk, nanti aja acara peluk-pelukkannya," celetuk Alvia sembari mengelap meja makan kemudian menaruh kembali lap tersebut di pegangan laci.

Herlambang dan Leni tertawa mendengar celetukan putri mereka. Herlambang merasa lama sekali mereka tidak seperti ini. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa jika ada keluarga kecil yang dia miliki.

Dirasa semua telah selesai, Herlambang mengajak semuanya berkumpul di ruang tengah sembari menonton televisi. Ia begitu rindu dengan keluarga kecilnya.

"Sini, Vi, ayah tiba-tiba kangen sama kamu," ujar Herlambang melambaikan tangan kepada putri satu-satunya yang mereka miliki ingin dipeluk.

Alvia pun kini menurut. Ia mendekat kepada sang ayah dengan kening berkerut menatap Leni. "Ini Ayah kenapa, Ma?" tanya Alvia tanpa suara hanya menggerakkan bibir yang untungnya dipahami oleh sang ibu.

Leni lantas tertawa menangkap pertanyaan Alvia. Ia menatap putrinya berpelukan dengan Herlambang penuh sayang.

"Gimana sekolahnya? Nggak ada masalah, kan?" tanya Herlambang masih memeluk Alvia dengan tubuh bergoyang ke kanan-kiri.

"Sekolah aman nggak ada masalah," jawab Alvia. Ia meminta melepas pelukannya pada sang ayah merasa sesak. "Kerasa sesak kalau ayah peluk Via begitu. Kalau yang ayah peluk mama beda lagi," celetuk Alvia mulai berpindah tempat mencari ancang-ancang untuk kabur dari amukan Leni.

"Via! Omongannya, ya!" seru Leni yang langsung ditinggal Alvia kabur menuju kamar dengan tertawa.

Alvia memasuki kamar dan merebahkan tubuh bersama perasaan senang. Ia menatap atap kamar dengan melamunkan sesuatu. Entah melamunkan sesuatu tentang apa, tetapi selanjutnya dia tersentak seakan tersadar.

Ia mengambil ponsel yang berada di meja kecil sebelah ranjang. Sedari tadi ponselnya ia taruh begitu saja di sana selepas pulang sekolah. Alvia membuka aplikasi WhatsApp melihat-lihat pesan siapa saja yang masuk. Selanjutnya, dia bergeser melihat pembaruan story teman-temannya.

Baru saja dia mengklik story Derrel yang memang berada di awal, ia dibuat terheran dan bertanya-tanya. Di story Derrel, dia mengunggah video di mana mereka sedang berada di sebuah cafe mungkin dengan teman-teman yang lain. Namun, bukan itu yang membuat dia terheran dan bertanya-tanya, di sana dia melihat Gilang dan Farah sedang duduk berdekatan serta ada beberapa buku di depan mereka.

Entah mereka sedang diskusi tentang apa dan Farah membujuknya bagaimana hingga Gilang mau. Padahal Farah sendiri sudah pindah kelas di IPS-1. Belum selesai Alvia melihat story tersebut getaran ponsel membuat Alvia tersentak. Ia buru-buru keluar ketika melihat notifikasi masuk dari Fatah yang mengirimnya foto.

Alvia mengklik pesan tersebut dan mendapatkan foto yang tidak terduga hingga secara tidak sadar dia menahan napas ketika melihat foto itu. Fatah mengiriminya foto Gilang dan Farah yang duduk berdua persis seperti yang ada di story Derrel.

Tetangga Tapi Mesra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang